"Kim, kamu sengaja, kan, pesen yang satu kamar biar bisa tidur bareng?" Aku menggoyangkan tubuhnya yang tengah telungkup, sepertinya dia memang benar-benar lelah, tetapi aku tidak peduli. Aku harus meluruskannya agar bisa tidur dengan nyenyak.
"Sengaja gimana? Sudah kubilang ini punya kenalanku. Mana aku tahu kamarnya cuma satu? Lagian kita udah sering tidur bareng dan enggak terjadi apa-apa." Untuk ukuran orang yang mengantuk, jawaban barusan terdengar jelas dan terlalu panjang. Jadi, aku kembali menggoyangkan tubuhnya agar menghadap ke arahku.
"Apa sih, Lin? Aku mau tidur! Kamu enggak lihat jam berapa sekarang?" Arah mata Kim menunjuk ke dinding dan aku mengikutinya. Ternyata memang sudah terlalu malam.
"Kamu enggak mandi dulu?" tanyaku lagi, membuat Kim jengah.
"Oh, Tuhan! Aku benar-benar akan menyumpal mulutmu jika bicara sepatah kata lagi," ancam Kim, aku tidak takut.
"Dengan apa?" tantangku
"Dengan bibir
ku." Kim menjawab tegas, refleks aku langsung menutup mulut dengan kedua tangan, takut ancamannya terealisasi. Seperti kejadian beberapa hari lalu, sensasinya mendadak terasa.Kim tersenyum pongah. Laki-laki itu merasa di atas awan karena berhasil membungkam mulutku hanya dengan kata-kata. Aku buru-buru masuk ke dalam selimut, tidak tahu apa yang dipikirkannya.
...
Aku belum sepenuhnya sadar ketika kurasakan tubuhku terangkat, lantas terdengar kekehan yang amat familiar, siapa lagi kalau bukan Kim Arsyanendra. Suaranya benar-benar khas, sampai-sampai saat mendengarnya aku selalu berpikir pasti ada sesuatu yang direncanakan oleh laki-laki itu dan benar saja, belum sempat membuka mata, kurasakan tubuhku terlempar begitu tinggi dan ....
Byurrr!
Tubuhku tenggelam dan aku panik setengah mati, kemampuan berenangku tiba-tiba menghilang begitu saja. Beruntungnya, Kim ikut menceburkan diri tidak lama kemudian, dia meraihku, menenangkanku, tetapi sialnya dia sambil terkekeh geli. Aku bersumpah akan membunuhnya suatu saat nanti. Mengapa ada manusia sejail ini?
"Udah dong ngambeknya! Tadi aku cuma becanda." Kim berlutut di hadapanku, memohon ampunan.
Sudah hampir satu jam aku mogok bicara dengannya. Setelah ditolong olehnya, aku cepat-cepat naik ke permukaan dan meninggalkannya. Aku bergegas mandi, mengabaikannya yang berteriak dari luar menanyakan keadaanku bagaimana. Namun, aku sama sekali tidak menggubris. Biar saja! Hari ini aku akan cosplay jadi patung seharian. Lupakan kami tengah berlibur berdua di Labuan Bajo. Lupakan, Alin. Aku harus teguh.
"Alin, maafin aku!" Kim memasang wajah nelangsa.
Aku melunak. Lihatlah, betapa mudahnya aku memaafkannya? Aku paling tidak bisa melihatnya seperti ini. Sudut hati kecilku yang lain membenarkan, Kim memang jahil setengah mati, tetapi dia tidak jahat.
"Enggak ada lagi acara nyeburin aku ke kolam? Apalagi waktu aku masih tidur?" tanyaku sengit.
"Enggak janji," jawab Kim dengan mimik wajah yang sok imut.
"KIM!" Aku menjerit frustrasi di depannya, dia masih berjongkok di hadapanku sambil memegang kedua kakiku.
Kim malah tertawa renyah, "habisnya kamu kalo dibangunin susah banget. Aku jadi gagal ajakin kamu lihat sunrise."
"Sunrise?" Aku membeo.
"Humm, tadinya. Kata orang, sunrise di sini indah banget, trus kita bisa lihat lumba-lumba juga."
"Kenapa enggak bilang dari semalam?!" Aku kembali berteriak kesal, kalo ini bahkan sambil menangkup pipinya.
Kim tampak lucu dalam keadaan mukanya yang kuuyel-uyel tanpa ampun. Dia tidak terlihat marah, malah tertawa-tawa senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti
RomanceApa jadinya menikah karena insiden? Bukan insiden yang satu itu, tapi insiden di mana kamu diminta menggantikan mempelai wanita yang kabur oleh sahabatmu sendiri. Alin Gantari harus menjalani pernikahan yang tidak pernah dia inginkan dan bayangkan...