Suasanaa istana begitu ramai. Para bangsawan maupun para undangan dari kelas atas berdatangan silih berganti. Justianus meringis dalam hati saat mengintip dari pilar putih besar dekat kursi kebesaran.
Para bangsawan maupun rakyat tidak pernah mengetahui bagaimana rupa dari putra mahkota kerajaan Maethyra, hanya murid dari akademi Regalio yang tahu, itu pun saat Justianus tidak menggunakan identitasnya sebagai putra mahkota. Ia belajar di akademi menggunakan identitas lain. Yaitu sebagai sepupu jauh dari Raja Anderson. Bahkan Justianus merengek pada ayahnya untuk menyembunyikan identitas dirinya dengan alasan yang tidak masuk akal. Dia berkata 'akan lebih bagus ada rumor jika putra mahkota buruk rupa' Raja Anderson tidak habis fikir dengan putra semata wayang nya itu.
Mata bulat itu terus bergulir hingga dia menangkap sosok yang dia cari. Seorang pria berbadan tegap dengan pakaian resmi berwarna biru dan jubah putih. Dia adalah Aresson Rix Sylvester, duke sekaligus menjabat sebagai Jenderal. Justianus tersenyum kecil. Mereka sudah bersahabat cukup lama. Bahkan sebelum masuk kedalam akademi dan pelatihan ke militeran.
"Aku terkesan dia akhirnya datang." gumam Justianus.
Aresson sendiri tergolong orang yang memiliki kepribadian yang angkuh dan cuek. Setelah debutnya dan pengangkatannya sebagai duke, dia tidak pernah terlihat dan mengabaikan banyak lamaran dari para gadis bangsawan. Justianus akui, pria itu tidak akan melakukan apapun jika tidak menguntungkan.
Justianus menelisik lebih dalam lagi. Sekarang tinggal mencari gadis yang ia undang. Ia tidak terlihat baik dipintu khusus para bangsawan atau para undangan. Justianus mendengus dalam hati.
"Pangeran, waktunya sudah tiba."
Justianus menoleh kebelakang dan sedikit terkejut saat melihat kepala pelayan berdiri dibelakang. Pria itu pikir berapa lama dia berada disini.
"Tamu masih berdatangan Madam, tundalah sebentar lagi." ucap Justianus.
"Mohon ampun pangeran. Yang mulia raja telah memerintahkan hamba untuk menjemput pangeran."
Pria itu medengus sebal. Dia segera membenarkan pakaiannya yang sedikit berantakan dan berjalan menuju aula dimana ayah dan ibunya sudah duduk manis di kursi kebesarannya.
Justianus berdiri di balkon atas, dia sekali lagi memastikan gadis itu telah datang. Dengan jubah bulu beruang yang terselampir dipundaknya sedikit membuat Justianus kewalahan. Ia terus menatap di mana para bangsawan dan tamu undangan berkumpul. Matanya tajam bagai elang menelisik kearah berkumpulnya gadis bangsawan. Tidak ada seorang pun yang sadar jika dia berdiri diatas balkon atas tepat di atas aula istana.
Matanya terus berguling hingga menemukan satu titik. Diam-diam Justianus tersenyum samar. Gadis itu datang sebagai tamu undangan, tidak ada seruan dari prajurit penjaga jika dia merupakan putri kerajaan maupun gadis bangsawan. Gaun putih gading bersulaman bordir emas yang dia kenakan tidak terlalu mencolok. Berbeda sekali saat Justianus menemuinya. Dari atas sini, Justianus dapat menebak jika gaun putih yang dipakai gadis itu berkualitas tinggi. Justianus sedikit menyesal karena mengatakan hanya pesta kecil. Namun sepertinya, gadis itu mampu menyesuaikan diri.
"Pangeran."
"Baiklah, aku turun sekarang."
Berjalan secara irama dan berwibawa. Justianus menatap pintu tinggi didepannya. Dia tidak berbohong saat ini, Justianus benar-benar gugup. Wajah yang selama ini ia sembunyikan akan terasa bolong saat para tamu undangan menatap ke arah dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never say Goodbye ( On Going )
FantasyPemberontakan diwilayah kerajaan Maethyra terus terjadi hingga memasuki musim dingin. Kesulitan yang bermula dari kurangnya pemasok pangan, rakyat mulai melakukan demo terhadap kebijaksanaan sang Raja. Putra Mahkota, mulai mengali informasi sedikit...