12. Tetap Tegar

6 1 0
                                    

"Sarah, panggil kepala pelayan kemari."

"Baik Nona."

Seorang gadis menatap pelayan pribadinya dengan sinis. Ia lalu melanjutkan kegiatan menyulamnya yang terganggu. Gadis berambut merah alami itu mengambil cerutu yang perlahan terbakar habis didalam wadahnya.

"Nona, kepala pelayan disini."

"Suruh dia mendekat."

Pelayan pribadi itu melirik pelan ke arah kepala pelayan. Dengan langkah penuh hati-hati, kepala pelayan mendekat. Entah kesalahan apa yang ia perbuat hari ini. Semoga saja ia tidak mendapat hukuman lebih dari kemarin.

"S-saya disini Nona. Nona m-membutuhkan sesuatu?" tanya kepala pelayan dengan gugup.

"AKH!"

Kepala pelayan menunduk dengan cepat kala bara cerutu menunjam ke arah matanya.  Tangis kepala pelayan tiada henti keluar, pedih, panas serta menyakitkan menyatu menjadi satu saat Nona mereka menunjamkan cerutu kepada mata kirinya.

"Kau tahu apa kesalahanmu?" tanya gadis berambut merah itu.

"M-maafkan saya Nona.. s-sungguh saya tidak membuat kesalahan." sendu kepala pelayan sambil menutupi mata kirinya yang mungkin diperkirakan akan buta sekarang.

"Kau masih mengelak?!" gadis berambut merah itu berdiri lalu menatap nyalang. "Setelah kau secara diam-diam memberi makan para budak, kau ingin menyangkal? oh ataukah kau ingin menjadi pahlawan bagi mereka," gadis itu tertawa rendah lalu mendekatkan wajahnya kehadapan kepala pelayan. "Atau kau ingin kabur bersama mereka?"

Kepala pelayan sontan mengeleng. Ia menangis sejadi-jadinya. Menyangkal tuduhan yang diberikan oleh Nonanya.

"Tidak Nona, sungguh saya bersumpah atas nama Tuhan! saya tidak mungkin melakukan hal itu."

"Jangan membual!" gadis itu berteriak lantang membuat tangisan kepala pelayan diam saat itu juga. "Kau berfikir aku bisa tertipu oleh tipu daya mu itu? Clara.. Clara. Kau harus belajar lagi."

"MAXIMUS!"

Tidak lama kemudian, seorang pria tinggi dan kekar berpakaian baju zirah datang. Kepala pelayan mengeleng cepat lalu bersujud dibawah kaki gadis itu. Mata kirinya yang mengeluarkan darah sudah tidak ia pedulikan. Yang ia pedulikan hanyalah ampunan dari Nonanya. Ia tidak ingin mati muda. Hutangnya masih banyak dan ia masih ingin menikah.

"Ampuni saya Nona, saya bersalah! saya tidak akan melakukan itu lagi. Saya mohon ampuni saya Nona!" ucap Kepala pelayan.

"Bukan hanya sekali kau membuat kesalahan dan aku selalu mengampuni mu. Tapi Clara, ini sudah lewat dari batas. Kesalahan mu bukan hanya memberi makan para budak!"

Kepala pelayan sontan mendongak. Ia mengeleng keras.

"Kau! kau mengorupsi semua gaji pelayan yang aku amanahkan kepadamu! bukan hanya kau! kau juga," gadis berambut merah itu menunjuk sarkas ke arah pelayan pribadinya. Wajahnya merah padam serta giginya bergemelatuk. "Kalian bersengkongkol! kalian berfikir aku bodoh? tidak perlu banyak bukti untuk mengungkap kejahatan kalian."

"Maximus, seret mereka ke tengah lapang lalu siksa mereka hingga memohon untuk mati!" lanjutnya.

"Tidak Nona! mohon ampuni kami! kami bersalah!" bujuk Sarah dan juga Clara. Mereka menangis sesegukan meminta ampunan.

"Maximus!"

"Baik Nona."

Pria itu menyuruh bawahannya menyeret secara kasar pelayan pribadi juga sekaligus kepala pelayan itu. Sudah tidak asing lagi bagi Nona mereka memberikan hukuman secara berat bagi siapapun yang membuat kesalahan, baik itu kecil maupun besar. Semua akan mendapat hukuman.

Never say Goodbye  ( On Going ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang