14. Sungai Biru

5 1 0
                                    

"Bagaimana keadaan Panglima?"

"Keadaan Panglima sudah lebih baik dari sebelumnya yang mulia. Hanya perlu istirahat yang cukup dan tidak diperkenankan banyak bergerak."

Justianus mengangguk mengerti mendengar penjelasan dari tabib. Saat ini ia masih berada di wilayah black forest. Justianus menunda keberangkatan menuju kota Samitry karena kondisi Panglima yang belum memungkinkan untuk dipulangkan. Selagi menunggu, Justianus perlu menyelidiki sungai yang menjadi tempat perkara. Pria itu menghela nafas.

"Baiklah tabib, ku serahkan Panglima padamu."

"Sudah tugas saya mengobati yang mulia." balas tabib itu sambil menunduk.

Pria itu tersenyum lalu menepuk pundak sang tabib kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke tenda pribadi miliknya. Sebenarnya ia ingin menyelidiki sungai itu, apakah ini waktu yang tepat? Justianus rasa memang.

"Sir Jo!"

Tak lama kemudian Sir Jonathan datang dengan tergopoh-gopoh mendatangi tenda putra mahkota.

"Saya disini yang mulia." ucapnya.

"Aku ingin berburu di sekitar sini sendirian, ku serahkan pengawasan disini padamu. Jangan lupa tetap awasi dengan ketat para pemberontak itu." jelas Justianus sambil mengambil busur panah dan belati yang ia sembunyikan di balik saku kemejanya.

"Mohon maaf yang mulia tapi--"

"Aku tahu. Jika aku dalam bahaya aku akan memberikan sinyal padamu." Justianus menepuk bahu Sir Jonathan lalu tersenyum. "Aku memang pewaris kerajaan Sir Jo tapi aku juga manusia yang menginginkan kebebasan. Aku janji ini hanya sebentar."

Sir Jonathan menghela nafas. "Saya tidak bisa melarang lebih yang mulia."

Justianus tersenyum lalu berjalan menuju ke Skyres kuda hitam miliknya. Dengan pacuan yang cukup kencang, Justianus menghilang ditelan kegelapan hutan. Sir Jonathan menatap kepergian tuannya dengan kecurigaan, tidak ingin mengambil resiko pada tuannya, Sir Jonathan diam-diam mengikuti Justianus dalam bayang-bayang.

Hutan Billow memang terkenal dengan kegelapan yang abadi. Pohon disini sangat tinggi dan besar, namun dibandingkan dengan Black Forest ini masih lebih baik. Hutan Billow biasanya digunakan untuk berkemah karena memiliki bagian tengah yang lapang. Seperti halnya padang rumput dekat Black Forest.

Justianus melirik ke arah barat. Ia mendengar suara teriakan dari kejauhan, segera saja ia memutuskan menghampiri sumber suara. Sesampainya Justianus disana, pria itu harus turun dari kudanya dan menaruhnya agak jauh dari tempat kejadian. Pria itu tidak ingin sesuatu terjadi terhadap kuda jantan miliknya.

Bunyi semak bergoyang disertai teriakan seseorang membuat Justianus lebih waspada. Pria itu memanjat pohon guna melihat dari jarak jauh.

Disana, lebih tepatnya dipinggir bendungan sungai. Seorang gadis tengah disekap dan hendak dibuang kedalam sungai. Justianus mengamati dengan serius. Ia menghitung berapa banyak jumlah pria yang menyekap gadis itu. Sekitar lima orang, jumlah yang tidak cukup banyak. Justianus masih bisa.

Justianus melontarkan anak panah dan melesat dengan cepat menunjam jantung salah satu pria. Segara Justianus turun dan bersembunyi karena beberapa teman pria itu mulai sadar bahwa dirinya di intai.

"Cepat! tenggelamkan jalang itu!" perintah pria yang paling besar.

"Kita harus segera melapor pada tuan!" sahut yang lain.

Justianus tidak tinggal diam. Dia melontarkan lagi anak panah dan mengenai kaki pria tinggi yang menyahut perkataan pria besar itu.

"Sialan!" erangnya.

Never say Goodbye  ( On Going ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang