Justianus termenung sambil mengetuk-ngetuk pena nya di atas sebuah lembar dokumen. Pria itu terlihat sedang berfikir mengenai identitas asli dari gadis yang bernama Anneliese Ruby. Justianus belum sempat menyelidikinya. Bahkan setelah pesta debutnya kemarin, ayahnya-- Anderson secara kejam langsung memberinya sebuah dokumen untuk ia kerjakan. Tidak memberikan Justianus istirahat lebih lama. Untuk masalah gadis itu, Justianus mungkin bisa menyuruh Sir Jonathan agar membantunya.
Jonathan Adler. Pria tinggi berambut cokelat dengan mata monolit itu adalah pria yang cerdas. Tidak ada alasan khusus mengapa Justianus mengangkat Jonathan sebagai ajudan sekaligus pengawal pribadinya. Mereka adalah sahabat sejak kecil dan Jonathan memiliki kepribadian yang terampil meski mulutnya ceplas-ceplos.
Jonathan sendiri sebelumnya adalah asisten pribadi Sir Ethan. Juga ia dipercaya mampu mendampingi putra mahkota untuk kedepannya.
"Sir Jo bisakah aku memberimu tugas?" tanya Justianus dengan menyangga kepala. Jonathan sendiri mendekat kala tuannya itu memanggil.
"Tentu yang mulia, keinginanmu adalah perintah bagiku."
Mata bulat Justianus memincing malas. Sahabatnya ini terlalu formal jika sedang bertugas, padahal sebelumnya ia sudah berkata jika hanya berdua tidak perlu terlalu formal. Namun sepertinya perkataan Justianus tidak mampu menebus gendang telinga pria itu.
"Sebelumnya apa kau mengenal Anneliese Ruby?"
Sir Jonathan tampak menaikan satu alis. "Anneliese Ruby? sejauh informasi yang saya dapatkan, tidak ada putri dari pejabat maupun saudagar yang memiliki nama itu yang mulia." jelasnya.
"Benarkah? lalu bagaimana dengan para pedagang kecil ataupun rakyat?"
"Mohon maaf jika saya lancang yang mulia. Namun apakah dia adalah gadis yang berdansa dengan anda?" tanya Sir Jonathan.
Justianus menghela nafas. "Kau benar Sir Jo. Aku tidak tahu mengapa dia terlihat mencurigakan, kau tahu? bukan pertama kalinya aku bertemu dengan Anneliese. Aku bertemu dengannya saat dia berada dipadang bunga daisy. Sedangkan padang bunga itu ialah kawasan milikku," Jonathan mengangguk paham. "Saat aku bertanya, ia hanya bilang tidak tahu. Lelucon yang basi. Bagaimana dia bisa tidak melihat papan besar yang aku tancapkan? bukankah ini lucu?"
"Saya akan menyelidiki ini yang mulia." tunduk Sir Jonathan lalu pamit undur diri.
"Sebetulnya aku ini penasaran atau menaruh kecurigaan?" gumam Justianus.
Sepeninggal Sir Jonathan, Justianus mengetukkan jarinya di atas meja. Pikirkannya semrawut, lebih baik ia pergi untuk menjernihkan pikirannya daripada menghadapi dokumen ini. Sebenarnya Justianus ingin jika Aresson mengunjungi dirinya untuk membahas sesuatu dan bertukar kabar namun pria itu malah kembali ke pusat kemiliteran. Aresson sangat taat pada posisinya yang sebagai Jendral. Pria itu gila kerja. Setelah kembali dari cuti pengangkatan dirinya sebagai Duke, Aresson kembali memegang jabatannya. Yaitu seorang Jenderal. Sungguh pria yang tangguh.
"Eresthopia?" gumam Justianus.
Pria itu berjalan keluar ruangan. Kakinya yang jenjang melangkah sesuai irama.
Kini Justianus berada di perpustakaan. Ia ingin memastikan sesuatu. Di carinya buku bersampul cokelat tua yang sudah usang. Buku itu berisikan tentang sejarah masa lalu kerajaan Maethyra.
Gothca! ia menemukan buku itu. Di ambilnya buku tersebut lalu Justianus mendudukan diri pada kursi yang disediakan.
Tangan lentiknya bergerak pelan sambil membalikan lembaran demi lembaran buku itu. Matanya bergulir cepat mencari kata tiap kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never say Goodbye ( On Going )
FantasyPemberontakan diwilayah kerajaan Maethyra terus terjadi hingga memasuki musim dingin. Kesulitan yang bermula dari kurangnya pemasok pangan, rakyat mulai melakukan demo terhadap kebijaksanaan sang Raja. Putra Mahkota, mulai mengali informasi sedikit...