Tepat hari ini kondisi Panglima Samuel mulai membaik. Justianus memberi perintah agar segera membawa Panglima kembali, dan sisanya melanjutkan perjalanan menuju kota Samitry.
Tentang pemberontak yang masih ia tahan. Justianus sebelumnya memberikan titah pada prajurit untuk mencekoki para pemberontak itu dengan obat tidur. Dan membuat rencana secara rinci dan detail. Pria itu tidak ingin jika pemberontak itu dapat membebaskan diri, ia menyuruh membawa mereka dengan dua kereta kuda yang berbeda. Justianus bermaksud mencoba mengecoh. Ia tidak ingin kehilangan pemberontak itu sebelum mendapat apa yang dia inginkan. Para pemberontak itu akan dibawa ke istana hari ini bersamaan dengan pulangnya Panglima. Dan Justianus mengutus seseorang untuk menyiapkan penjara spesial bagi mereka.
"Yang mulia."
Justianus yang sedang termenung menatap peta menolehkan pandangannya.
"Ada apa?"
"Nona yang anda bawa sebelumnya telah sadar. Saya menunggu perintah dari anda untuk membawanya ke istana atau mungkin yang mulia ingin bertemu dengannya dulu." jelas Sir Jonathan.
"Baiklah."
Mereka berdua berjalan menuju tenda medis. Sebenarnya banyak yang ingin Justianus katakan, namun itu akan menjadi beban keberangkatannya menuju ke Samitry.
"Dimana dia?" tanya Sir Jonathan pada prajurit penjaga.
"Nona berada didalam tuan."
Sir Jonathan mengangguk. Ia mempersilahkan Justianus untuk masuk terlebih dahulu. Disana duduk seorang gadis berambut pirang panjang dan lusuh. Pakaian yang sebelumnya sobek-sobek kini telah diganti menjadi gaun panjang berwarna hijau zamrud. Gadis itu menunduk penuh ketakutan kala melihat Justianus.
"Yang mulia." seorang tabib bangkit memberi salam.
Justianus mengangguk lalu mengulas senyum tipis. "Terimakasih tabib, kau menjalankan tugasmu dengan baik. Sekarang pergi lah beristirahat."
Tabib itu mengangguk patuh. Segera ia membereskan peralatannya dan pergi keluar.
"Nona."
Gadis itu mendongak dengan takut saat Justianus memanggilnya. Ia memundurkan tubuhnya hingga kepojok dan menangis dalam diam. Bibir Justianus berkedut. Jika begini akan ada banyak waktu yang tertunda.
"Sir Jo."
"Saya disini yang mulia."
"Bawa gadis ini ke istana bersama rombongan yang lain. Beri tahu Madam Anne untuk mengurusnya. Tidak atau bergunanya gadis ini akan ditentukan saat ia mau membuka mulut." terang Justianus lalu menatap Sir Jonathan.
"Baik yang mulia."
Sebelum Justianus pergi, pria itu menyematkan menatap gadis itu. "Satu lagi Sir Jo, cari tahu informasi mengenai gadis ini. Jika tidak menemukan apapun, kau tahu harus melakukan apa bukan?"
"T-tentu yang mulia."
"Terimakasih atas kerja kerasmu Sir Jo." Justianus tersenyum lalu menepuk pundak Sir Jonathan.
Sir Jonathan menatap kepergian tuannya dengan peluh membasahi pelipis. Sifat Justianus kadang-kadang berubah. Tidak ada yang tahu mengenai perihal ini. Hanya Sir Jonathan yang tahu. Gen kekaisaran yang mengalir dalam darahnya tidak dapat dipungkiri lagi. Justianus memang ramah dan murah senyum namun dibalik itu semua ada sifat yang selama ini ia sembunyikan.
Pria tinggi itu menghela nafas. Kemudian matanya melirik sendu ke arah gadis yang meringkuk di pojok tenda itu.
Satu alisnya terangkat kala, sang gadis membalas tatapannya. Sorot itu penuh ketakutan dan menyedihkan. Entah apa yang sebelumnya terjadi dengan gadis ini, Jonathan berharap ia tidak akan berakhir mengenaskan sesuai perintah tuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never say Goodbye ( On Going )
FantasyPemberontakan diwilayah kerajaan Maethyra terus terjadi hingga memasuki musim dingin. Kesulitan yang bermula dari kurangnya pemasok pangan, rakyat mulai melakukan demo terhadap kebijaksanaan sang Raja. Putra Mahkota, mulai mengali informasi sedikit...