8. Pertemuan entah ke berapa

13 2 1
                                    

Justianus tersenyum senang. Pria itu tidak berhenti bersenandung sejak saat pedagang itu memberitahukan pada dirinya dimana dia bisa menjumpai Anneliese. Sir Jonathan mengerutkan dahinya lalu mengeleng pelan, tidak habis fikir dengan tingkah laku tuannya. Kadang baik kadang buruk kadang emosional, entah mengapa ia bisa tahan banting akan sifat tuannya. Mungkinkah ini efek imut dari Justianus saat mengeluarkan jurus keimutan dirinya untuk berusaha membujuk? Sir Jonathan tidak tahu. Pria ini terlalu bebas untuk bergabung di kejamnya politik.

Mereka saat ini tengah berjalan menuju sungai dekat pusat kota, sedikit lebih jauh dari pasar. Pedagang tadi mengatakan bahwa Anneliese bisa dijumpai saat sedang mencuci baju di sungai. Ternyata gadis itu cukup mandiri, Justianus sedikit kagum.

"Yang mulia, sebelum matahari tepat berada di atas kepala, yang mulia raja ingin anda berkunjung ke kastil utara." bisik Sir Jonathan mengingatkan.

"Aku tahu Sir Jo, hanya sebentar saja. Setelah ini aku akan pulang." Justianus memiringkan bibirnya malas.

"Sekedar mengingatkan. Yang mulia tampaknya lupa."

Justianus semakin menipiskan bibirnya. Sir Jonathan secara terang-terangan menyindirnya. Karena perihal masalah tentang Anneliese belum selesai dan terkesan ngarit, Justianus rasanya ingin menendang pantat Sir Jonathan. Seenak jidat menyuruhnya pulang sebelum misinya terlaksana.

Mereka terus berjalan hingga akhirnya mereka sampai di jembatan dekat dengan sungai. Mata bulat Justianus bergulir mencari keberadaan siluet seorang gadis. Berambut hitam dinegerinya memang tidak pasaran. Karena rambut hitam sendiri adalah khas penduduk Eresthopia. Sedangkan Maethyra memiliki penduduk asli berambut cokelat gelap maupun cokelat muda. Justianus sesekali berjalan mengitari sungai mengabaikan Sir Jonathan yang mulai tertinggal. Siluet seorang gadis berperawakan ramping dengan pakaian santai tengah menombak kedalam sungai. Gadis itu adalah Anneliese Ruby, gadis yang ia cari.

"Aku menemukan mu gadis Cinderella." gumam Justianus lalu berjalan mendekati Ruby.

Justianus dan Sir Jonathan berdiri tidak jauh dari Anneliese. Gadis itu tampaknya tidak sadar bahwa ada seseorang yang memperhatikan dirinya dari dekat. Seolah fokusnya bukan lagi disekitarnya melainkan pada ikan yang berenang bebas.

"Penyair itu benar, Cinderella memang nyata. Lady adalah misteri yang saya temui." ucapan Justianus membuat Anneliese menoleh.

"Kau?"

Justianus tersenyum kecil dari balik jubahnya. Bahkan saat dirinya menggunakan jubah yang menutupi dirinya, gadis itu mampu menebaknya. Sungguh luar biasa patut diacungi jempol, tapi bukankah ini karena kharismatik seorang Justianus? pria itu sedikit berbangga diri.

"Tentu saja. Tanpa perkenalan diri Lady mampu mengenali saya. Haruskah saya memberi hadiah?"

Anneliese mencibir. Gadis itu mengabaikan Justianus dan kembali berfokus pada ikan bidikannya.

"Sepertinya Lady tidak ingin diganggu yang mulia." bisik Sir Jonathan teramat pelan, Justianus kembali menipiskan bibirnya. Gadis ini selalu punya cara mempermainkan dirinya.

"Ku rasa kau benar seratus persen Sir Jo." balas Justianus.

"Lady, bukankah kita sudah berteman? bagaimana jika saya membantu anda menangkap buruan?" usul Justianus lalu mendekati Ruby dipinggir sungai.

"Berhenti disana atau saya tusuk kaki anda yang mulia!"

Mendengar teriakan Anneliese yang kurang sedap didengar membuat Sir Jonathan mengangkat pedang dari sarungnya namun Justianus segera menghentikan perbuatannya itu lalu menyuruhnya menunggu.

Never say Goodbye  ( On Going ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang