2. Gusar

16 2 0
                                    

"Pangeran, apakah anda sudah selesai membersihkan diri?"

Kepala pelayan mengetuk pelan pintu kamar Justianus. Pria itu yang baru saja melompat dari dahan pohon ke balkon kamarnya melebarkan mata terkejut. Tidak ada waktu lagi, Justianus segera berlari menuju kamar mandi dan membasuh badannya.

Tidak mendengar suara tuannya membuat kepala pelayan yakin jika putra mahkota masih membersihkan diri. Ia tidak akan lancang memasuki kamar tuannya tanpa seijin beliau. Sistem peraturan dari kerajaan ini sangat ketat dan menekan. Namun itu hanyalah sistematis peraturan yang ada di setiap kerajaan maupun kekaisaran.

"Kau bisa masuk."

Seruan itu membuat kepala pelayan serta beberapa pelayan senior segera melaksanakan perintah.

Justianus menatap ke arah mereka semua. Ia dapat melihat pakaian resmi, jubah kebesaran dan juga beberapa aksesoris. Pria itu mencibir dalam hati. Setelah ini dia tidak akan bebas bermain seperti dulu.

"Mohon ampun pangeran, ijinkan hamba melakukan tugas hamba." celetuk kepala pelayan.

"Ya." balas Justianus seadanya.

Kepala pelayan cekatan menyuruh pelayan senior untuk mendekat kearah Justianus. Pria itu saat ini hanya mengenakan kaus putih pendek dengan celana putih tipis namun tidak terawang sebagai dalaman.

Beberapa pelayan senior memakaikannya pakaian resmi yang membelit tubuh serta otot pada lengannya. Justianus berdecak sebal, dan itu membuat salah satu pelayan senior berkeringat dingin. Sepertinya dia terlalu mengencangkan ikat pinggang itu. Justianus melirik pada kepala pelayan itu untuk segera memakaikannya jubah. Ia tidak ingin pelayan senior tadi membuat kesalahan lagi.

"Anda terlihat berwibawa pangeran." ucap kepala pelayan yang sudah sepuh itu.

"Jangan terlalu memuji Madam Anne. Aku tidak ingin besar kepala."

Madam Anne   atau lebih tepatnya Baroness Anne itu tersenyum kecil. Sudah sangat lama dirinya mengabdikan diri sebagai pengasuh serta pelayan pribadi Justianus. Sejak kematian suaminya-- Baron Paulo, Anne menerima titah secara pribadi dari Ratu Elesthia untuk membantunya merawat Justianus.

"Hamba berkata jujur pangeran. Mohon tidak menyangkalnya."

Justianus tersenyum lalu memeluk erat Madam Anne. Dia menangis dalam diam sambil sesekali Madam Ane mengusap punggung lebar itu. Pelayan senior yang melihatnya langsung menundukan kepala. Sudah tidak asing lagi, kedekatan Madam Anne dan juga putra mahkota.

"Aku tidak menyangka hari ini akan tiba Madam. Aku masih ragu pada diriku sendiri." lirih Justianus.

"Hamba tidak percaya pangeran mengatakan hal ini. Seingat hamba, dulu ada seorang anak kecil berkata ingin membangun kerajaannya menjadi besar dan banyak menaklukkan kawasan lain. Lalu saya berpikir, kemana anak kecil itu."

Justianus melepas pelukan itu lalu menghapus jejak air mata.

"Aku tidak pernah mengatakan hal itu!" cemberut Justianus sedangkan Madam Anne terkekeh pelan.

"Benar atau tidaknya pangeran mengucapkannya namun bukankah pangeran ingin menjadi lebih baik? tugas dan tanggung jawab ini bukan semata-mata diberikan begitu saja. Sudah sangat lama pangeran membiarkan hal itu tidak terurus. Pangeran, sudah saatnya anda masuk kedalam fase kehidupan." terang Madam Anne.

"Aku sedikit ragu Madam."

Madam Anne mengelus pundak lebar Justianus. Sejak dia diangkat menjadi kepala pelayan, tugas yang dia emban semakin banyak. Meski begitu ia sedikit bersyukur memiliki pelayan senior yang bisa membantunya.

"Biarkan hamba memberi nasehat pada pangeran."

Justianus mengangguk singkat lalu membiarkan Madam Anne mengelus rambutnya dan menatanya.

"Sebelum hamba menjadi pelayan pribadi serta pengasuh pangeran, hamba mengemban tugas yang teramat banyak sebagai Baroness. Hamba sedikit lega saat putra hamba menjadi penerus ayahnya." jeda sejenak, Madam Anne menurunkan tangannya. "Setelah itu hamba mendapat titah yang mulia ratu untuk menjaga pangeran, saat itu hamba sangat senang sekaligus sedih karena harus meninggalkan putra hamba. Namun hamba tidak putus asa, melihat bayi kecil mungil ini membuat hati hamba tenang. Setelahnya, yang mulia ratu mengangkat hamba menjadi kepala pelayan. Dan apakah hamba mengeluh? tidak pangeran. Ini semua sudah diatur, daripada menyesali dan menolak lebih baik menerimanya."

"Kau benar Madam Anne. Sudah sewajarnya aku tidak menolak." Justianus tersenyum lebar.

"Itu pilihan yang bijak pangeran. Sekarang kita akan bersiap untuk pesta sekaligus penobatan anda."

Justianus mengangguk lalu tersenyum samar. Memang tidak seharusnya ia membiarkan tanggungjawab ini jatuh ke tangan orang yang salah. Ia tidak akan membiarkan orang-orang licik mengambil tempatnya. Meski hanya menjadi putra mahkota, tugas yang diberikan tidak sebanyak yang dikerjakan oleh ayahnya. Justianus meringis dalam hati. Dia sedikit mengingat bagaimana ayahnya yang begitu stress mengurus dokumen-dokumen itu. Seharusnya sejak dulu ia melakukan debutnya dan juga penobatan dirinya, namun Justianus selalu mengundur waktu dan mengatakan jika dirinya belum siap. Dan sekarang lah waktunya.

Sebelum benar-benar beranjak dari kamar, Justianus menyempatkan diri untuk melirik ke arah balkon. Ia sedikit penasaran apakah gadis itu akan datang nanti. Lalu marga mana yang gadis itu sematkan dalam namanya.

Never say Goodbye  ( On Going ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang