9. Kastil Utara

10 2 0
                                    

Anderson terkikik geli mendengar cerita yang disampaikan oleh Sir Ethan. Pria paruh baya itu memberikan perintah pada bawahannya untuk mencari informasi tentang gadis yang berdansa bersama putra mahkota dan betapa terkejutnya bahwa Justianus pergi diam-diam mencari gadis itu melalui tugas patrolinya.

Sir Ethan mengatakan jika gadis bernama Anneliese Ruby adalah seorang putri dari saudagar kaya yang baru pindah ke Maethyra beberapa minggu ini. Anneliese Ruby sendiri dikenal dengan pribadi yang baik dan ramah kepada sesama, meski berasal dari Eresthopia, gadis itu cukup periang mengingat kisah kelam yang terjadi diantara kedua negeri. Mungkin ini hanya berlaku pada sesama pejabat dan keluarga bangsawan. Tidak berlaku bagi saudagar maupun rakyat kecil.

Anderson menyeka pelan air mata disudut matanya. Pria itu akhirnya berhenti tertawa sesaat. Sir Ethan memberitahunya jika Justianus diabaikan oleh Anneliese secara terang-terangan. Itu membuatnya tertawa, sejauh ini pesona anak lelakinya itu sangat kuat. Bahkan setara dengan Duke Daniel sendiri tapi gadis itu terlihat tidak tertarik berbeda saat dipesta debut, Anneliese tidaklah seanggun dan sepatuh itu. Anderson berfikir jika anaknya tertarik pada Anneliese, ia harus bekerja dengan ekstra.

"Lalu, kapan putraku kembali?" tanya Anderson sambil menarik satu dokumen.

"Sebentar lagi yang mulia. Saya mengatakan pada Sir Jonathan untuk segera membawa yang mulia putra mahkota ke kastil utara tepat saat matahari diatas kepala." jelas Sir Ethan.

"Ku harap dia segera kembali. Aku tidak sabar untuk mengodanya."

Sir Ethan mengangguk lalu tersenyum malas. Anak dan ayah sama saja. Anderson menarik satu dokumen berlapis sampul dari kulit rusa. Ini tidak seperti dokumen yang lain fikirnya. Segera saja dia melihatnya dari dekat.

"Sir Ethan, katakan pada perdana menteri untuk menemui ku sekarang dan beritahu Sir Jonathan lekas membawa putra mahkota kehadapan ku." ucap Anderson tiba-tiba.

"Keinginanmu adalah perintah bagiku yang mulia."

Tanpa bertanya apapun, Sir Ethan berbalik lalu menuju ke ruang kerja perdana menteri. Sebenarnya ia cukup penasaran mengapa tuannya tiba-tiba terlihat serius saat membaca dokumen bersampul kulit rusa itu. Sir Ethan mengeleng pelan, ini bukan urusannya lebih baik ia segera menemui putra mahkota dan membawanya pulang.

Justianus dan Sir Jonathan yang baru kembali dari berpatrolinya mendadak terkejut saat pintu depan terbuka lebar dengan wajah datar Sir Ethan terpampang didepannya. Jujur saja, Justianus hampir mengumpat karena begitu terkejut.

"Yang mulia putra mahkota, semoga keberkahan Tuhan selalu menyertai anda." salam Sir Ethan. Lalu kembali tegak.

"Salam juga untukmu Sir Et. Mengapa kau terlihat terburu-buru? apakah terjadi sesuatu?"

"Ampun yang mulia. Yang mulia raja memerintahkan saya untuk segera membawa anda menemui beliau di ruang kerjanya." jelas Sir Ethan.

Justianus menatap Sir Jonathan lalu kembali kepada Sir Ethan.

"Kita bergegas."

Mereka berjalan dengan langkah yang terburu-buru, jubah hitam Justianus telah ia tanggalkan dan ia serahkan pada pengawal. Hanya ada kemeja putih dan celana kain berwarna hitam pekat melekat pada tubuh atletisnya.

Justianus tidak mengerti mengapa ayahnya begitu serius untuk hal ini. Sebelumnya dia hanya dimintai untuk membantu dalam mengecek beberapa dokumen, dan sekarang situasi telah berubah. Justianus mencurigai sesuatu.

tok tok

"Ayah."

Anderson yang mendengar suara anaknya lantas menoleh. Ia mengode pada Justianus untuk menghampiri dirinya yang duduk berhadapan dengan perdana menteri.

"Salam Perdana menteri, semoga keberkahan selalu menyertai anda." salam sopan Justianus kepada Alexander Grand-- perdana menteri kerajaan Maethyra. Pria itu segera duduk berdampingan dengan Alexander dan Anderson segera membuka percakapan.

"Justin. Mengenai wilayah barat, akhir-akhir ini sering terjadi penyerangan. Sebelumnya memang ada namun itu hanya berskala kecil." Anderson menoleh pada Alexander lalu menghela nafas. "Para prajurit telah kami kumpulkan untuk mengawasi secara ketat namun sepertinya ada penyusup yang mengintai sebagai orang dalam. Aku tidak bisa mengurus kasus ini untuk sekarang, dan mengirim Duke Aresson bukanlah pilihan yang tepat."

"Duke Aresson menjalankan tugasnya sebagai Jenderal dan menjadi perwakilan kerajaan dalam acara perburuan yang diadakan oleh kekaisaran. Yang mulia raja sendiri akan pergi ke kerajaan Eutho untuk membahas jalur perdagangan serta kerja sama." lanjut Perdana menteri.

"Jadi ayah secara tidak langsung meminta ku untuk turun tangan?"

Justianus menebak secara pasti. Ini sudah memang menjadi tugasnya baik sebelum menjabat sebagai putra mahkota maupun sesudahnya. Namun ayahnya masih saja terlihat sungkan jika Justianus melakukan penyelidikan terkait pemberontakan ataupun penyusup. Ayahnya khawatir jika dirinya terluka dan akan membebaninya untuk naik tahta.

Pria itu kadang berfikir kalau ayahnya terlalu overprotective  pada dirinya. Jika ini memang tugas serta jalan menuju kepada dirinya yang lebih kuat, Justianus tidak masalah meski harus terluka. Kakek moyangnya bahkan harus bertumpah darah agar kerajaan yang diwariskan kepadanya tetap utuh dan berada ditangan yang tepat. Jika bukan Justianus siapa lagi.

Meski ayahnya adalah keturunan kekaisaran tetapi saat ini bukan itu masalahnya. Ini terkait tahta yang diwariskan neneknya dari pihak sang ayah kepada Justianus. Dan pria itu berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga kerajaan ini tetap berjaya semestinya.

"Tidak perlu khawatir akan keselamatan ku ayah. Ini sudah resiko yang terjadi pada setiap pemimpin. Bukankah ayah yang mengatakan itu padaku?" celetuk Justianus menohok.

"Yang mulia putra mahkota benar yang mulia raja. Setiap tindakan pasti akan ada resiko." lanjut Perdana menteri.

Anderson tampak menghela nafas. Matanya bergulir menatap ke arah lukisan yang terletak di sisi ruang kerjanya. Di sana Anderson muda tampak gagah saat di lukis oleh ahli lukis. Mengenakan pakaian resmi berwarna putih dengan lencana yang terselampir membuatnya tampak berwibawa.

"Ayah hanya takut kejadian di masa lampau mempengaruhi mu Justin." balas Anderson lesu.

Justianus dan perdana menteri saling tatap. Keduanya menghela nafas. Kejadian kelam yang terjadi beberapa tahun yang lalu memang tidak bisa dilupakan begitu saja. Kejadian yang hampir merenggut hidup Justianus untuk selamanya.

"Dulu aku masih belum mampu melindungi diriku sendiri tapi sekarang, aku lebih dari mampu ayah. Aku akan membuktikan pada rakyat bahwa calon pemimpin masa depan bukan orang yang bisa diremehkan." jelas Justianus sembari tersenyum menenangkan.

"Yang mulia benar. Sudah saatnya bagi yang mulia putra mahkota menunjukkan bahwa dirinya bukan termasuk orang yang mudah disinggung yang mulia raja." lanjut Perdana menteri.

Anderson menatap keduanya bergantian. Ia masih tidak rela jika Justianus secara terbuka menjalankan misi terkait dengan keselamatannya. Anderson biasanya hanya akan memberikan kasus kecil yang mudah ditanggani seperti berpatroli atau meminta tanda tangan dari para pejabat maupun saudagar. Pria paruh baya itu tidak ingin jika kejadian kelam itu kembali terulang. Kejadian dimana, Anderson sendiri tidak mampu menghapus dari ingatannya.

"Baiklah Justin, aku akan merestuimu untuk penyelidikan ini. Jangan lupa meminta berkat pada Tuhan serta ibumu." Anderson tersenyum kecil. Namun perdana menteri tahu sorot mata itu menunjukkan khawatir yang berlebih.

"Tentu saja ayah. Tanpa ayah suruh aku akan melakukannya." balas Justianus tersenyum simpul.

Perdana menteri yang menyaksikan itu menjadi ikut tersenyum. Anak kecil yang dulunya sering bergelayutan manja dikakinya telah tumbuh dewasa. Alexander adalah saksi selain Sir Ethan yang mendampingi tumbuhnya Justianus. Ia masih tidak menyangka. Justianus dulunya adalah bocah nakal nan ceroboh sekarang menjadi lebih arif dan bijaksana. Memang darah kekaisaran yang mengalir dalam nadi pria itu tidak bisa diremehkan.

Never say Goodbye  ( On Going ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang