21.56
Pemuda yang sedang berada di balkon itu menghembuskan nafasnya berkali-kali. Ia sedang melepas penat akan tugas tugas sekolahnya dan juga masalah lainnya.
Angin malam yang sejuk atau bisa di katakan dingin ini membuat perasaan pemuda itu sedikit tenang. Dia Barra
Merasa udara semakin dingin, Barra memilih untuk masuk dan mengunci balkon. Bukannya segera mengistirahatkan tubuhnya, Barra malah pergi keluar menuju ruangan di samping kamarnya.
Perlahan Barra membuka kenop pintu membawa langkahnya memasuki ruangan yang berada di samping kamarnya
Pemandangan yang pertama kali dilihatnya adalah seorang pria kecil yang sedang tertidur pulas dengan selimut yang melilit seluruh tubuhnya.
Barra tersenyum kecil. Perlahan ia melangkah mendekati ranjang di mana sang pria kecil sedang terlelap. Tangannya terulur untuk mengelus rambut si pria kecil yang terasa lembut.
Senyumnya mengembang tatkala melihat pria kecil tak terusik sama sekali dalam tidurnya.
Barra terus memandangi wajah tenang adiknya yang ia sebut dengan pria kecil dengan senyum yang tidak pudar dari wajahnya.
Sekian menit kemudian senyuman itu berganti menjadi tatapan sendu.
"Dek tau gak? Abang sayanggg banget sama kamu" Barra mengelus pipi adiknya perlahan.
"Kamu adek Abang, saudara kandung Abang satu-satunya. Pas Bian lahir rasanya senengg banget akhirnya abang punya adik cowok."
"Tau ga dek abang tiap hari selalu mikir apa abang udah jadi kakak yang baik buat kamu? apa abang pantes buat jadi kakak kamu? Tiap hari abang selalu mikir itu. Tiap abang ngomong sama Bian, Bian cuman ngangguk geleng atau ngga diem. Abang jadi ngerasaa kalau abang bukan kakak yang baik buat Bian."
"Abang sedih kalau Bian ga ngomong sama abang
abang sedih Bian ga pernah mau main sama abang
abang sedih kalau ga ketemu Bian
abang juga sedih karena Bian selalu di kamar."Barra mendongak menghalau air matanya yang hendak jatuh.
"abang pengeenn banget sesekali jalan-jalan sama Bian. kita beli jajan, beli ice cream, beli permen, terus muter-muter ke mall beli mainan, beli semua yang Bian suka. Abang pengen habisin waktu sama Bian"
Barra mengatakan semua keinginannya pada sang adik yang tertidur lelap dengan tangannya yang tak berhenti mengelus wajah dan rambut Bian agar tidurnya tak terganggu
"abang harap kita bakalan sering ngabisin waktu ya dek kedepannya"
"Tidur yang nyenyak adik abang" setelahnya sebuah kecupan mendarat di kening Bian.
****
Helaan nafas terdengar dari pemuda yang kini sedang berbaring di atas ranjangnya. Hari yang benar-benar membosankan.
Selepas pulang sekolah satu jam yang lalu Barra hanya berleha-leha di kamarnya. Niat hati ingin nongkrong tapi kedua temannya sedang ada urusan keluarga. Bukan berarti Barra tidak punya teman lain lagi tapi menurutnya tanpa Miko dan Dery itu terasa ada yang kurang.
Jadilah sekarang ini ia serasa jadi pengangguran dan berdiam diri di kamar. Bahkan ia sudah bosan bermain dengan gamenya.
"Bian tiap hari begini apa ngga bosen ya?"
Pikiran Barra menerawang pada kegiatan sehari-hari adiknya yang selalu berdiam diri di kamar tanpa bergaul dengan siapapun.
"Ajak jalan-jalan mau ngga ya? kalau ga mau masa gw jalan sendiri. ya udah deh coba ajak aja urusan di tolak belakangan" dengan semangat Barra langsung bangkit menuju kamar di samping kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind It (Revisi)
Short StoryFABIANO, bocah 10 tahun yang sudah memasuki jenjang pendidikan menengah pertama. Ya memang umurnya masih tergolong kecil untuk seukuran bocah SMP. Ia terlalu cepat mendaftar sekolah yang membuatnya menjadi yang terkecil di antara teman-temannya. Jug...