AFISKA DANIEL FABIANO 9

5.4K 494 16
                                    

"mas"

"Kenapa?" Tanya Rangga tanpa mengalihkan perhatiannya dari televisi besar di depannya yang menampilkan pertandingan sepak bola.

Disana tak hanya ada Rangga dan Diana namun ada juga kedua buntut mereka Bian dan Barra.

Dengan Bian yang terlelap di atas karpet dan pacifier di mulutnya. Bocah itu tertidur dengan lelap sedangkan abangnya, Barra masih sibuk dengan tontonan bola nya.

Tim dukungannya kebetulan adalah lawan dari tim yang di dukung papanya. Jadi ia bertekad untuk menjadi suporter agar tim dukungannya menang. Suporter terhalang layar.

Dan Rangga tentunya tidak mau kalah. Ia menyemangati tim favoritnya sedari tadi. Anak dan ayah itu memang tidak ada bedanya. Like father like son

"Anakmu pengen sekolah"

"Siapa? Kan Barra udah sekolah sayang" heran Rangga namun tetap tak mengalihkan pandangannya.

"Bontotmu lho pa" ujar Diana sambil menatap anak bungsunya yang terlelap.

"Oh. Pindah sekolah aja deh ma lebih aman. Kebetulan papa ada kenalan pemilik sekolah nanti Bian daftarin aja di situ" ujar Rangga yang kini sudah beralih menatap sang istri.

"Aku si terserah aja yang penting Bian nyaman dan ga di bully lagi"

"Iya. Besok coba aku omongin sama temen aku dulu"

"Iya, pokoknya apapun yang terbaik buat Bian"

Rangga mengangguk setuju. Apapun ia akan lakukan demi kebahagiaan keluarga kecilnya.

"Iya sayang kamu tana....."

"GOLLL"

Belum juga Rangga selesai berbicara namun teriakan dari anak sulungnya menarik atensinya. Ia dapat melihat wajah penuh kemenangan dari sang anak.

Dirinya kembali menatap layar tv dan melihat jika skor dari tim favoritnya tertinggal dari poin tim dukungan Barra.

Rangga menghela nafas melihat anaknya yang sedang senang bukan kepalang itu bahkan sampai berteriak-teriak.

"Bang, adekku tidur itu lho nanti kalo kebangun kasian. Lagian udah malem ganggu tetangga aja" peringat Diana pada putra sulungnya itu.

"Hehe maaf mama" Bian meringis canggung kemudian kembali tenang seperti semula.

"Sesuai perjanjian besok papa kasih uang saku dobel buat aku" Barra berucap dengan wajah berseri-seri karena uang jajannya akan di tambah.

"Iya iya besok papa kasih dobel"

Barra bersorak senang mendengar jawaban dari sang papa. Diana hanya menggelengkan kepalanya pasrah dengan kelakuan suami dan anak sulungnya itu.

Diana hanya menggeleng pasrah melihatnya. Ia bangkit dari duduknya menggendong si bungsu yang terlelap untuk memindahkannya ke kamar.

"Mama ke atas duluan"

"Nanti turun lagi ya mah"

"Iya" ujarnya sebelum meninggalkan kedua laki-laki beda usia yang masih sibuk dengan tontonannya.

Setelah selesai memindahkan Bian dan memastikan anak itu tidak terbangun, Diana kembali ke ruang tamu sesuai permintaan anak sulungnya.

Barra yang melihat mamanya sudah kembali kemudian mendekat.

"Mah" panggil Barra setelah duduk di samping Diana.

"Iya kenapa kak?"

"Kangen...., Kangen pengen manja manja sama mama. Sekarang udah jarang. Sekarang Bian terus yang manja manja sama mama"

Diana tersenyum mendengar pengakuan anaknya. Anaknya tetaplah bocah yang selalu manja padanya meskipun sudah besar sekalipun. Ia menjadi merasa bersalah karena setelah Bian berubah ia jadi jarang memanjakan Barra yang notabenenya anak manja. Khusus dengan sang mama.

Diana merentangkan kedua tangannya "ayo sini peluk mama"

Barra langsung menubruk tubuh mamanya untuk ia peluk dengan sangat erat. Rasanya hangat. Hatinya berdesir merasakan kebahagiaan yang meluap. Ia sungguh sangat senang jika memeluk mamanya rasanya sangat menenangkan. Memang mama adalah orang yang tepat untuk memberinya ketenangan.

"Anak mama udah gede ya sekarang" Diana mengecup pucuk kepala Barra berkali-kali merasa gemas dengan tingkah manja anak sulungnya. Tak lupa elusan kepala ia berikan pada anaknya.

Barra terlihat menikmati bagaimana Diana mengelus kepalanya dan mengecupnya.

"Mama Barra mau di panggil Zay lagi. Tapi kalau ada Bian di panggil kak aja"

Diana terkekeh geli mendengarnya. Ternyata anaknya ini masih suka dengan panggilan masa kecilnya.

Zay diambil dari kata Zayan dalam namanya yakni Barra Rafeyfa Zayan Maulana

"Oke Zay jadi sekarang Zay mau mama ngapain"

"Temenin Zay bobok malam ini aja sambil di peluk sama di puk puk"

Barra mendongak dengan wajah memelasnya menatap Diana. Posisinya barra memeluk Diana yang duduk di karpet dengan badan setengah terbaring.

"Oke mama temenin Zay bobok"

"Lho terus papa gimana?" Rangga menyahut setelah dari tadi dia diam

Sedari tadi Rangga melihat Interaksi manis antara istrinya dan anak sulungnya. Bagaimana tingkat Barra yang manja dan bagaimana Barra meminta Diana untuk memanggilnya dengan panggilan masa kecilnya.

Semua Rangga perhatian dengan seksama. Sungguh sangat manis. Selama ini dia salah. Rangga selaku berfikir jika Barra adalah seorang kakak yang harus selalu melindungi dan mengalah kepada adiknya. Selalu kuat dan bisa menjadi tameng.

Namun pemikirannya selama ini ternyata salah. Nyatanya anaknya masih membutuhkan kasih sayang orang tuanya dan akan selalu butuh. Benar anaknya selalu butuh kasih sayangnya mau seberapa dewasa anaknya tumbuh.

"Papa tidur sendiri. Malam ini Zay mau bobo sama mama" tolak Barra

Rangga tersenyum "ga mau papa temenin juga? Bobok bertiga"

"Ga mau. Papa tidur sendiri. Malam ini mama khusus buat Zay. Ya kan ma?" Tanya Barra mendongak menatap Diana dengan tatapan memohon

"Iya hari ini mama bobok bareng Zay. Papa khusus malam ini bobo sendiri dulu ya"

****
Yeee finally

Lope sekebon buat yang vote dan komen.

Makasih buat 1k votenya dan 10k pembacanya.

Dan yang seaders cepat bertaubat ya semoga cepat di bukakan pintu hatinya dan di lancarkan pergerakan tangannya agar dapat memencet tombol vote di pojok kiri bawah

Amiinn

Maaf ya aku unpublis sebentar soalnya ternyata banyak typo
Aku kurang teliti dan terimakasih banyak buat yang udah ngasih tau, lopyu kalian

Kalo ada yang kurang berkenan kasih tau ya biar aku revisi lagi dan juga biar bacanya enak

Sekali lagi maaf banget ya udah bikin kalian ga nyaman🙏

Behind It (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang