"udah ganteng belom pah?" Tanya Barra yang baru saja turun sembari merapikan pakaiannya.
"Anak papa always ganteng soalnya turunan dari papah"
"Mana ada. Mukaku copy an mama semua ya gaada mirip miripnya sama papa" Barra duduk di sofa samping ayahnya.
"Ya tapi kan adanya kamu itu juga karena papa" ujar Rangga tak mau kalah.
"Hu'um iya tau kok kalau Barra itu hasil benih nya papah"
"Ga boleh ngomong gitu nanti adekmu denger mau jawab gimana kamu" Barra hanya meringis mendengar peringatan papanya. Salahnya juga sih
"Pa serius kita mau hadir ini?" Tanya Barra memulai percakapan yang serius
"Serius lah. Kita aja udah rapi begini tinggal nunggu mama sama Bian aja masa ga jadi pergi. Emangnya kenapa?"
"Nanti Bian di rebut sama Afa lagi pah"
Mendengar ucapan putra sulungnya membuat Rangga tertawa. Ternyata putranya ini sedang cemburu karena adiknya dekat dengan sang ponakan.
"Ada ada aja kamu ini lha wong Afa sodara kamu sendiri kok"
"Ya lagian kalo adek udah sama Afa ga bakal anggep aku lagi pah" lagi-lagi Rangga tertawa.
"Kan sesekali aja lagian kan malah kamu yang sering sama adek kalo di rumah"
"Ya tetep aja pah, apalagi nanti juga ada mbak Amora terus om Tante sama sodara yang lainnya " kesal Barra
"Udah gapapa kita kesana sebentar aja" Barra hanya mengangguk lesu. Jujur saja iya benar-benar tak suka melihat adiknya di dekati orang lain bahkan keluarga besarnya (om tente dan antek anteknya)
****
Sesuai perkiraan dari awal kini Bian menjadi primadona di antara keluarga besarnya. Bagaimana tidak dari pagi saat mereka datang Bian sudah di kerubungi oleh seluruh keluarga besarnya yang terlampau gemas dengan bocah 10 tahun itu.
Barra menatap tak suka bagaimana adiknya menjadi bahan rebutan. Sungguh ingin sekali ia menarik adiknya dan membawanya pulang. Dan ya jelas Barra tak dilirik sama sekali oleh adiknya itu.
Sungguh malang nasibmu Barra Rafeyfa Zayan Maulana.
"Bian mau mam apa? Mau eskrim?"
"Ayo sayang ke rumah Tante yuk di sana ada banyak mainan"
"Bian sayang ikut kak Amo ke panggung aja yuk sama om Fanca" bahkan sang pengantin baru pun tak tinggal diam ikut memprofokasi Bian.
Bian mengangguk antusias mendengar tawaran dari orang sekitarnya namun ia lebih tertarik untuk ikut dengan sang pengantin, Amora.
Dengan senang hati Amora langsung menggendong Bian ke atas panggung untuk bersalaman dengan tamu bersama suaminya, Fanca.
Bian melambai riang kepada Rangga dan Diana dari atas panggung membuat orang orang memeluk gemas. Huh lagi lagi Barra terlupakan
Mungkin bila ini dunia gepenk kepala Barra sudah berasap saking cemburunya. Apalagi sekarang ini Bian sedang nempel nempelnya dengan Afa si cowok sok dingin kalo kata Barra.
Entahlah julid sekali Barra ini dengan sepupunya.
Ayolah Barra ini sangat bucin kepada adeknya itu dari dulu. Bahkan ia rela melakukan apa saja agar bisa berbicara atau bercanda dengan adiknya dulu.
"Kapan ini selesai astaga" Barra mengerang frustasi lalu menelungkupkan kepalanya di atas tumpukan tangannya di atas meja.
****
"Kak Afa Bian mau sama Abang"Afa menaikkan sebelah alisnya bingung. Perasaan dari tadi Bian dengan dirinya dan yang lainnya aman aman saja tidak mencari keluarganya sama sekali tapi kenapa sekarang tiba-tiba?
"Kenapa? Disini aja sama kakak"
Bian menggeleng cepat "mau sama Abang Barra"
"Kamu ngantuk? Bobo sini aja nanti di buatin susu sama Tante" note: Tante ibu ibunya Afa sama Amora ya gess
"Noooo mau sama Abang" oke sekarang Bian sudah mulai agresif bahkan ia sudah memberontak di pangkuan Afa.
"Oke kita cari Abang"
"Mau jalan sendiri"
"Gendong aja"
"Ga mau turunin turuniinnn"
Tak mau berdebat lebih lama dan juga menarik perhatian orang lain Afa mengalah untuk menurunkan Bian membiarkan anak itu berjalan sendiri namun masih dalam pengawasannya.
Setelah mencari beberapa menit di dalam gedung besar itu akhirnya keduanya menemukan Barra yang sedang duduk sendiri dengan wajah yang errr.... Kesal?
"Abangg" teriak Bian riang yang langsung berlari ke arah abangnya.
Barra yang saat itu benar-benar sedang kesal menoleh kala mendengar seruan bocah yang amat dikenalnya.
Alangkah bahagianya dia saat melihat sang adik berlari ke arahnya. Dengan sigap Barra menangkap Bian yang melompat ke arahnya.
Barra memeluk erat adiknya itu seakan tidak ada hari esok lagi untuk melakukannya. Setelah puas memeluk dan mencium sang adik Barra lantas melepaskannya dan tatapannya beralih pada seonggok manusia di depannya.
Tatapan nyalang ia berikan pada seseorang didepannya yang tak lain adalah Afa yang hanya di balas tatapan datar.
"Udah kan? Pergi gih" usir Barra namun Afa tidak menurutinya malah ia mendudukkan dirinya di kursi berhadapan dengan Bian.
Barra memutar matanya malah kemudian beralih ada adiknya yang anteng di pangkuannya.
"Dek minta pulang yuk sama mama papa nanti mimi susu di rumah sama Dino" bisik barra di telinga Bian mencoba memprofokasi adiknya itu.
Dino itu botol dot Bian yang baru karena botol dot yang di berikan Dery sudah pecah karena tidak sengaja terinjak Rangga membuat Bian ngambek berhari-hari kepada papanya.
Mendengar bisikan dari abangnya membuat mata Bian berbinar senang.
"Mau mama sama papa"
Barra bersorak dalam hati dan menampilkan senyum puas di wajahnya kala berhasil memprofokasi adiknya. Barra memberikan tatapan mengejek kepada Afa yang sedari tadi diam melihat interaksi kakak beradik didepannya.
****
Hallo bestieee
Hehe akhirnya up wkwkwkwkAkhir akhir ini wattpad error benget ya
Apa cuman punyaku doang?Dan selain karena wattpad error aku baru up juga karena pengen mantau aja gitu segimana rame ceritaku.
Dan ternyata sepi hehe
Aku sadar diri kok ceritaku tuh banyak banget kekurangannya tapi aku selalu mencoba dan berusaha biar bisa bikin tulisan yang bagus hehe
Fighting
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind It (Revisi)
Historia CortaFABIANO, bocah 10 tahun yang sudah memasuki jenjang pendidikan menengah pertama. Ya memang umurnya masih tergolong kecil untuk seukuran bocah SMP. Ia terlalu cepat mendaftar sekolah yang membuatnya menjadi yang terkecil di antara teman-temannya. Jug...