Two Red Lines▫️13

875 57 0
                                    

Saat ini Jaemin dan Jeno sudah berada di apartmen. Jeno sama sekali tak meninggalkan Jaeminnya sendirian.

"Na ayo makan dulu."ucap Jeno sembari membuka plastik bubur milik Jaemin yang barusan ia beli di tukang bubur

"Gue gamau makan, No."tolak Jaemin

"Lo cuma makan roti sama susu dari pagi anjir. Nanti maag lo kambuh."ucap Jeno

"Gamau."kekeuh Jaemin

"Ayo ma—"

"Huekkk!!!"

Jaemin kalang kabut berlari menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Ternyata mual itu datang lagi.

Jeno dengan sigap mengurut tengkuk pria manis yang tengah berusaha memuntahkan isi perutnya tersebut.

"Huaaaaaa Nonoooo, perut Nana sakit bangettt!!!!"ucap Jaemin sembari mengusap matanya yang memerah dan berair

Asli, ini perutnya sakit banget.

"Kita ke rumah sakit aja ya? Nono takut Nana kenapa-napa."ucap Jeno

Jaemin menggeleng.

"Takut No."ucap Jaemin

"Gapapa, Nana cuma di cek doang. Mau ya?"ucap Jeno meyakinkan

"Gamau Nono, nanti Nana minum obat aja."ucap Jaemin kekeuh

"Nana yakin?"tanya Jeno

Jaemin mengangguk.

—OoO—

Setelah acara yakin meyakinkan itu, Jeno meminta izin untuk keluar rumah sebentar. Katanya akan bertemu dengan teman sesama anggota osisnya. Sedangkan si manis kiyowo bak gula-gula itu pergi dengan hoodie hitamnya untuk menuju ke minimarket.

Ia sebenarnya tak yakin dengan hal ini. Namun, apa salahnya jika dirinya mencoba untuk membeli testpack.

"Ada tambahan lagi mas?"tanya mba kasir

Jaemin menggeleng.

"Aduh masnya perhatian banget ya sama istrinya. Jarang loh mas, ada cowo yang mau beli ginian buat cewenya."ucap mba kasir

Jaemin hanya tersenyum.

Itu buat dirinya sendiri ngab.

"Semuanya jadi Rp. 52.900 mas."ucap mba kasir

Jaemin mengeluarkan selembar uang kertas berwarna merah dan memberikannya kepada kasir tersebut.

"Ini kembaliannya mas, terimakasih. Semoga hasilnya positif ya mas."ucap mba kasir

Jaemin hanya mengangguk sembari bergegas pergi dari minimarket tersebut.

Sesampainya di rumah, Jaemin segera mencoba alat yang barusan ia beli. Dengan hati-hati ia memasuki kamar mandi dan segera melakukan petunjuk yang terdapat di belakang bungkusan alat tersebut.

"H-hah?"gumam Jaemin sembari menatap lamat-lamat benda pipih yang bergambarkan dua garis merah itu

Ia segera menggeleng kuat, "Salah kali nih alat. Kita coba yang kedua."ucapnya pada diri sendiri dan mencoba untuk yang kedua kalianya

Dan hasilnya tetap sama. Yaitu ada dua garis merah yang muncul di sana.

"G-ga mungkin.."gumam Jaemin sembari mendudukan dirinya di sebelah wastafel

Matanya terus tertuju pada benda yang memunculkan dua garis merah dalam genggamannya itu. Air matanya mengalir entah sejak kapan.

"Gue ga mungkin hamil."ucapnya sembari menutup wajah frustasinya dengan kedua telapak tangan

ia meringkuk di ujung kamar mandi. Membiarkan hawa dingin menyelimuti dirinya yang kini tengah bergelut dengan pikirannya sendiri. Perasaannya campur aduk bagaikan nasi campur isi ayam goreng.

Ini, ini anak Jeno? - batin Jaemin

"Nana."panggil Jeno yang baru saja datang dan tak menemukan Jaeminnya di dalam kamar

"Nana dimana?"tanya Jeno lagi

Jaemin yang mendengar panggilan dari Jeno lantas membasuh wajahnya dan kembali ke kamar dengan testpack yang masih berada dalam genggamannya.

"Nana mual lagi?"tanya Jeno sembari memahpah Jaemin menuju ke arah kasur

Jaemin menggeleng.

"Nanti bawa tidur aja. Barangkali bisa hil—"

"Jeno."panggil Jaemin

"Hm, kenapa Nana?"tanya Jeno sembari mengusap surai yang lebih muda

Jaemin menunduk. Ia tak tahu harus bagaimana. Ia tak pernah menduga bahwa ini akan terjadi kepadanya. Dan ia tak akan pernah tahu bagaimana reaksi Jeno ketika dirinya mengetahui bahwa kini Jaemin tengah mengandung darah dagingnya.

"Hei. Nana kenapa? kok nangis?"tanya Jeno sembari menangkup kedua pipi gembil Jaemin

Jaemin segera menunjukkan benda pipih itu ke hadapan Jeno dengan tangan bergetarnya. Jeno yang melihat Jaemin memberikan alat itu kepadanya, lantas menerimanya dengan penuh tanda tanya.

"Jeno, gue hamil."ucap Jaemin tanpa berani mengangkat kepalanya barang seincipun

Jeno terdiam sembari menatap alat yang kini berada di tangannya itu.

"N-nana hamil, Nono."ucap Jaemin lagi dengan isakan yang mulai terdengar di telinga Jeno

"Na.."lirih Jeno sembari membawa pria manis itu ke dalam dekapannya

"Nono, maafin Nana..."ucap Jaemin sembari membalas pelukan Jeno yang terlampau hangat itu

"Na, harusnya Nono yang minta maaf."ucap Jeno sembari melepas pelukan mereka dan menatap dalam manik Jaemin

"Nana ga pernah berfikir kalau ini semua bakal terjadi sama Nana. N-nana gatau harus gimana No."ucap Jaemin ditengah isakan pilunya

"Nana, Nono akan tanggung jawab sama Nana."ucap Jeno tulus

Jaemin menggeleng.

"Nono bakalan malu kalau orang-orang sampe tau kalau Nana hamil anak Nono. Nono itu anak yang terpadang di sekolah, Nana ga mau buat Nono susah—"

"Nana itu lebih penting dari apapun bagi Nono. Nono ga peduli setelah ini Nono tetep akan seterkenal dulu disekolah atau engga. Intinya mulai hari ini Nana adalah tanggung jawab Nono."ucap Jeno sembari kembali merengkuh tubuh kecil Jaemin

"Nono, maafin Nana.."ucap Jaemin

"Shtt, Nana ga boleh nangis. Nanti anak kita juga ikutan sedih."ucap Jeno sembari mengusap perut Jaemin yang masih rata

"Gimana sama Baba, Ayah, Daddy, sama Mommy, No? Gimana juga sama Angela?"tanya Jaemin frustasi

"Nana tenang aja. Nanti biar Nono yang urusin soal itu ya. Nana harus tenang dan ga boleh banyak pikiran."ucap Jeno

Jaemin hanya menunduk sembari sesekali menarik ingusnya yang masih tersisa.

"Besok kita cek ke dokter ya?"ucap Jeno

Dan Jaemin hanya mengangguk patuh dengan ayah dari anak yang kini tengah berada dalam kandungannya itu.

TBC

Two Red LinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang