11

40 7 5
                                    

Sebelumnya, nomor asing menghubungi Sabrina. Dia memperkenalkan diri, Ardan, sebagai rekan Jeni yang hari ini akan datang ke rumahnya. Seorang pria yang mengaku jatuh cinta pada Jeni, sekalipun dia adalah monster wanita yang paling berbahaya. Sosok yang mengatakan bahwa dia akan membawa racun yang akan digunakan untuk membunuh Sabrina.

Mulanya, Sabrina kira itu hanyalah keisengan belaka. Tapi, kemudian dia mengirimkan sebuah video seekor tikus yang makan makanan yang sudah diteteskan cairan beracun yang ditunjukkannya tadi.

Istri Kai tersebut terkejut. Dia rasa ini adalah ancaman dan harus dilaporkan ke polisi. Tapi, Ardan ingatkan kalau Sabrina melapor pada polisi selamanya trik Jeni tidak akan pernah terungkap karena dia akan dengan sangat mudah memanipulasi keadaan. Yang perlu dilakukan adalah percaya pada Ardan karena dia tidak akan membunuh Sabrina ataupun Kai.

Ardan mengkhianati Jeni dengan membawakan cairan biasa yang sama sekali tidak berbahaya untuk diminum. Dengan catatan, Sabrina harus mau kerja sama dengannya. Ini satu-satunya cara untuk membuat Jeni membongkar sendiri kesalahannya.

Sabrina tidak bisa percaya tadinya. Tapi, Ardan bilang bahwa dia menyukai Jeni. Lama-lama tidak tahan membiarkan wanita yang disukainya itu terus mengejar laki-laki yang tidak peduli padanya. Apalagi melakukan cara yang salah. Ardan berencana akan membawa Jeni pergi dari rumah Kai, dia yang akan menjaga dan mencintai perempuan itu. Mungkin, cara 'jahat' ini satu-satunya jalan untuk membuat dia sadar.

"Jeni ...." Sabrina menahan diri sebentar sebelum menyesap teh, teringat apa yang dia bicarakan dengan Ardan. "Apa yang kamu harapkan setelah aku minum teh ini?"

Jeni menatap Sabrina cukup lama. Tentu saja yang dia harapkan adalah kematian Sabrina. Tapi, untuk saat ini perempuan itu harus memasang senyum palsu. "Kamu kira, aku bisa berharap apa dari 'pesta' minum teh kita sore ini?"

Sabrina mengangguk perlahan. Dia bisa tahu, apa yang Jeni pikirkan saat ini. "Kamu segitu terobsesinya dengan suamiku." Dan itu membuat Jeni kehilangan hati nurani sampai rela melakukan apa pun demi mendapatkannya. "Menurutmu, apa aku harus mengalah?"

Jeni mengepal tangan kuat. Kata 'mengalah' seakan Sabrina ini sedang menunjukkan bahwa Jeni tidak ada apa-apanya dibandingkan dia. Jeni tidak butuh itu! Yang dia butuhkan adalah Sabrina menghilang dari dunia ini selamanya.

Setelah dia minum teh itu, Sabrina akan mengantuk. Kemudian, tertidur untuk selamanya. Dia akan meninggal dengan damai dalam kondisi gagal napas. Tidak akan ada yang tahu kalau dia diracun.

"Teh-nya sudah habis. Kamu nggak minum?" Di saat Jeni melamun sendiri, Sabrina sudah menghabiskan teh sesuai harapan Jeni.

"Mendadak aku hilang selera minum teh." Jeni menaruh cangkir teh-nya di meja. Dia menyilang kaki, sembari tersenyum menunggu kata-kata terakhir apa yang akan Sabrina ucapkan sebelum kematiannya.

"Ah ...." Sabrina juga menaruh cangkirnya yang sudah kosong. Kali ini, waktunya dia membuat Jeni gemetar. "Tapi, kamu sudah makan bubur gandum yang pelayan buat?"

Jeni mengerut alisnya. Dia bingung, ada angin apa, tiba-tiba Sabrina mau tahu soal makanan yang dibuatkan pelayannya tadi.

"Jeni, kamu tahu apa yang paling penting di dunia ini?" Sabrina menatapnya tajam. "Memiliki orang yang bisa percaya denganmu."

Omongan Sabrina masih belum bisa dipahami Jeni apa maksudnya. Kenapa dia terus mengatakan hal tidak berguna seperti ini?

Beberapa saat membiarkan Jeni bingung sendiri, sudah waktunya bagi Jeni tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini. "Kamu pasti menunggu, kapan aku akan mati keracunan, bukan?"

Jeni membulat matanya. Dalam keadaan yang membingungkan, Sabrina mengatakan semua yang dia dan Ardan rencanakan sebelumnya. Mendebgar itu, Jeni hanya bisa lepas kendali lalu berterika, "SABRINA!"

"Gimana rasa buburnya?" Sabrina malah bertanya sesuatu yang saat ini bisa membuat Jeni sangat ketakutan. Tentu karena dia merasa bahwa racun itu telah ditukar.

"Nggak, Ardan nggak mungkin berkhianat! Racun itu nggak mungkin dia tukar!" Tanpa sadar, Jeni membongkar sendiri soal rencana racun yang akan diberikannya pada Sabrina.

Kecerobohan Jeni membuat Sabrina semakin berani berkelakar. "Kalau nggak dia tukar, harusnya aku sudah mati, bukan?" Sebelah alis wanita itu terangkat naik. Dia juga akan membuat Jeni semakin ketakutan dengan fakta yang mengerikan. Dan, drama ini sebentar lagi akan disaksikan Kai karena sejak beberapa jam sebelumnya Sabrina sudah biilang padanya. Mungkin sebentar lagi dia akan tiba di rumah. "Gimana ... seandainya keadaan sudah tertukar. Bubur yang pelayan siapkan untukmu, kamu yakin itu aman?"

Jeni dengan perutnya yang besar itu menuding-nuding Sabrina. Dia bersumpah kalau Sabrina berani macam-macam dengannya akan ada balasan. Ibu dan ayahnya tidak akan diam soal ini. Tapi, Sabrina tidak menggubris, dia malah semakin menakuti dengan racun yang bisa saja menyebar lebih cepat.

Kai pulang tepat pada waktunya. Pada saat itu juga, Jeni yang pucat ketakutan berlari ke arah pria itu.

"Kai, tolong aku! Sabrina meracuniku." Dia menunjuk sembari memohon. "Kai, tolong ...."

Alih-alih peduli pada Jeni, Kai malah lebih fokus untuk melihat keadaan istrinya dulu. "Kamu nggak apa-apa?"

Sabrina hanya mengangguk perlahan sebagai jawaban.

"Apa? Kai!" Jeni tidak tahu kenapa hati Kai seperti batu. Dia yang sekarat, tapi Kai malah lebih mementingkan Sabrina. "Sabrina, aku harusnya tahu di balik wajah lugu itu, kamu cuma orang licik!"

"Licik?" Sabrina masih tidak habis pikir, Jeni masih saja berani menyalahkannya. "Aku yang diracuni, malah kamu menuduh aku licik?"

"Bohong!" Jeni memegang tangan Kai. Dia hanya mau laki-laki itu peduli padanya. Dia keracunan, mungkin saja racunnya sudah menjalar, Jeni butuh pertolongan. "Kai ... bawa aku ke rumah sakit sekarang, tolong. Tolong, aku mengandung bayi."

Kai menatapnya tajam. "Sabrina nggak mungkin punya racun."

"Dia punya!"

"Iya, aku punya. Kamu tahu, kan, Jeni, alasan aku bisa punya itu?"

"Apa?"

Kai sudah dengar. Tapi, melihat reaksi Jeni yang ketakutan itu membuatnya meradang. "Beraninya kamu, Jeni!"

"Aku dijebak, Sabrina!"

"Ya, kamu dijebak olehku dan juga pacarmu yang masih punya akal itu." Sabrina tidak menyangkal soal ini. "Kalau bukan dia yang memohon supaya setelah tahu aku nggak bawa kamu ke penjara dan juga ingat soal hubungan persaudaaran kita, dari tadi aku sudah bawa kamu ke kantor polisi!"

"Jeni!" Kai terlihat sangat marah. Setelah ini dia pasti akan menyingkirkan Jeni dari rumah dan menjadikan berita ini sebagai senjata supaya dia tidak bisa mengancamnya.

"Kai ...." Mendadak Jeni merasakan sakit luar biasa pada perutnya. Dokter pernah bilang kalau dia tidak boleh stres atau terlalu tegang. Mungkin keadaan ini membuatnya tegang, sampai perutnya terasa sangat sakit. Ada yang terasa basah di kakinya. Darah. Semakin lama membuatnya tidak bisa berdiri normal. Dia merintih kesakitan.

Sabrina tidak meracuninya, tapi dia tahu bahwa sakit yang Jeni rasakan karena dia mau melahirkan.

Jeni terkejut. Dia belum bilang pada ibu dan ayahnya untuk mengatur kelahiran bayi ini agar cocok dengan DNA Kai. Ini terlalu cepat. Dia akan lahir dua bulan lebih awal dari perkiraan.

Sabrina dan KaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang