13

1.1K 139 4
                                    

  Berapa lama, satu Minggu atau satu bulan? Kenapa malah seperti bertahun-tahun tidak melihat pria itu? Dosa! Kan suami orang.

"Kok bengong?"

Terpana gue sama papa lo. "Kenapa mengajaknya?"

Helen tidak mendengar nada keberatan dalam tanya sahabatnya. "Tapi lo senang?"

Qisti mengangguk. "Nyokap lo? Maksud gue nyokap tiri."

"Enggak ada."

Oh, enggak datang ya padahal masih pengantin baru kan.

"Mau pergi sekarang?" Arkan menyadari keberadaan putri dan sahabatnya. 

Suara itu terdengar berat dan memiliki ciri khas di telinga Qisti, gadis itu menegur hatinya. Ini salahtidak seharusnya gue merasa kalau rindu gue tersampaikan.

Gagal move on.

"Boleh Pa." Helen yang menjawab.

Qisti tidak melihat mamanya, ke mana Mikhayla? "Mama ke mana Pa?"

"Lagi keluar dengan Ulya."

Qisti menarik napas lega, mendengar papa Helen ada di rumah, mama orang pertama yang dipikirkannya. Qisti tidak tahu dibandingkan mama, papa lah yang lebih peka dalam membaca gelagat. Seperti saat ini, saat matanya sering mencuri pandang pada Arkan, Bhagawanta memperhatikannya.

"Oh."

"Saya pamit dulu, Helen minta ditemenin."

Ini bukan izin untuk mengajak putri keduanya kencan kan? Sepertinya bukan, sikap Arkan biasa saja sebaliknya malah Qisti yang mencurigakan.

"Kamu pergi juga?" tanya Bhagawanta pada putrinya dan Qisti mengangguk. 

"Diajak Helen Pa." 

"Dijalan nanti telepon mama ya." Bhagawanta mengizinkan Qisti pergi karena Helen.

"Baik."

Setelah mencium tangan papa Qisti pergi dengan Helen dan papanya, tak apa dia ikut yang jelas tujuannya untuk merayakan sesuatu seperti yang diinginkan sahabatnya.

Setengah perjalanan Helen duduk di depan, tiba di sebuah mini market setelah gadis itu membeli sedikit keperluannya ia menyuruh Qisti duduk di samping papanya. 

"Susah bales chat kalau di samping papa," bisik Helen.

"Gue lebih susah dibandingkan lo," balas Qisti yang juga ingin duduk di bangku semula.

"Kali ini saja."

Tidak mempan, Arkan papa Helen lebih aman, lah Qisti pasti kikuk. "Enggak, lo aja."

Harus dipaksakan Helen tidak punya cara lain, dari tadi Andrew meneleponnya.

"Astaga." Qisti kaget ketika Helen memaksa masuk hampir saja ia jatuh untungnya seseorang menahan tubuhnya yang terdorong ke belakang.

Kalau begini bisa dikatakan sial enggak sih? Qisti menggigit bibir ketika tubuhnya merasakan lengan kekar milik papa Helen mata keduanya juga bertentangan dengan sorot yang berbeda.

Apa arti tatapan gadis ini, perlahan Arkan melepaskan Qisti. "Kalian berebut tempat duduk?"

Sementara Helen sudah mengunci agar Qisti tidak mengganggunya dengan terpaksa Qisti duduk di depan. Jantungnya belum aman, mungkin butuh waktu lama untuk menenangkan detaknya.

"Sesekali nganan, kasian kan kalau keseleo nanti."

Qisti tidak membalas dengan ucapan, melainkan pesan teks.

Terjerat Pesona Duda (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang