11

2.9K 363 32
                                    

"Ada apa?"

"Disuruh masuk dulu tamunya, Mba!" Qisti mendorong pintu rumah Cyra. "Begini yang namanya sopan?"

"Aku lagi sibuk." Cyra juga punya alasan tidak membuka pintu sembarangan. "Datang lagi nanti."

Yang benar saja, Qisti tetap mendorong pintu. "Sebentar saja, aku perlu sama mas Abhie."

"Suamiku sedang tidur."

Siang terik seperti ini tidur? Qisti kesal, kapan selesainya bulan madu kedua orang ini Tuhan?

"Pliiiss Mba. Sebentar saja."

Pintu tertutup dan Qisti terpaksa pergi dari rumah kakaknya. Apa yang mereka lakukan siang terik begini?

Hanya Abhie satu-satunya orang yang bisa menjawab kegalauannya, Qisti tidak punya muka lagi datang ke rumah Helen. Mama bukan pilihan baik untuk curhat kali ini, bagaimana ini?

Tidur tak nyenyak makan pun tak kenyang, kenapa harus memujinya terang-terangan?

Dia memang tampan sama sekali tidak terlihat tua, terlalu rupawan untuk seorang ayah tapi kenapa harus memuji langsung di depan orangnya?

Di sebuah cafe Qisti terdampar setelah kedatangannya ditolak sang kakak, kepikiran pada sosok yang entah sedang apa sekarang. Membaca pesan masuk Qisti segera menelungkupkan wajahnya ke meja.

Apa yang akan dikatakannya pada Helen, dari pesan itu Qisti menangkap sebuah sinyal.

"Bisa kita mulai?"

"Lo terbang ke sini?" Qisti kaget mendengar suara Helen. "Atau ada malaikat yang mengantar?"

Helen memukul bahu Qisti dengan tas-nya.

"Cukup lo yang aneh!" Helen menarik bangku dan duduk berhadapan dengan temannya. "Perlu gue tanya satu-satu?"

"Lo datang disuruh bokap?"

"Menurut lo?"

Tiba-tiba saja Qisti canggung, Helen temannya dan dia menyukai papa wanita itu.

"Jelaskan." Helen kembali memerintah.

"Dia bilang apa aja?"

"Dia yang lo maksud bokap Gue, Qisti!" Helen tidak percaya, kenapa harus bokapnya coba?

"Lo beneran sinting!" Helen mengumpat lagi.

"Iya, gue enggak nyangka bakal sinting karena bokap lo."

"Pantas enggak Qis?"

Qisti menelan ludahnya, tidak sih mengingat usia juga hubungannya dengan Helen. Dari segi manapun sulit dimengerti.

"Sory."

"Jawab aja, lo serius naksir bokap gue?"

Qisti tidak tahu. Sering memikirkannya, hadir dalam mimpi hingga bayangan Arka tak pernah hilang dari pelupuk mata bisa dikatakan naksir atau terpesona saja. Wajar tidak bisa menebak karena tidak terjalin komunikasi di antara mereka Qisti juga tidak bisa memastikan bahwa ini adalah perasaan terpendam.

"Gue enggak tahu."

"Lo baru putus, bisa jadi pelampiasan kan?"

Di depan mama Qisti yakin menjawab jika ini bukan pelampiasan tapi pada Helen ia harus menyaring jawabannya.

"Sakit otak gue." Helen memijat kepalanya. "Lo tahu bokap gue mau nikah, terus lo tiba-tiba ngasih pertanyaan dengan tatapan memuja menurut lo bagaimana tanggapannya?"

Qisti tidak tahu, dia buru-buru keluar dari ruangan papa Helen karena tidak kuasa menahan malu.

"Bokap gue udah dewasa sedikitnya beliau paham sikap lo."

Sudah diduga karena itu Qisti menghindar dulu.

"Gue enggak bisa ikut campur, mending sekarang lo tanya dulu terus pikir-pikir lagi."

"Aku sudah menyuruh beliau melupakannya."

"Bokap masih santai, beliau cuma mau tahu maksud ucapan lo. Lagian pagi tadi gue ketemu calon istrinya."

Oh. Qisti tersenyum.

"Kesel kan lo?" Helen melihat senyum terpaksa dari bibir sahabatnya.

"Enggak," bohong Qisti. "Ini cuma sesaat." kenapa enggak rela gue?

"Karena itu gue nyuruh lo mikir, oke kalau suka gimana orang tua lo, histeris enggak mereka?"

Qisti tidak tahu karena dia belum memberitahu lengkapnya pada mama. "Gue masih muda, mungkin gue cuma terpesona atau bisa jadi pelampiasan kan gue baru putus."

"Baiklah."

"Ngomong-ngomong, calon ibu tiri lo seumuran dengannya?"

"Iya."

Qisti menarik napas lalu mengembuskan dengan berat. Sama-sama dewasa, apalah daya gadis muda sepertinya?

Akan kupastikan bahwa ini hanya perasaan sesaat lalu akan kujaga hati ini agar tak mudah lena.

Pertemuannya dengan papa Helen juga tidak disengaja, debar yang hadir tidak direncanakan semua datang begitu saja. Jika hatinya murah, harusnya bukan Arka karena bukan pria itu yang bertemu dengannya pertama kali setelah putus dari Aris.

"Katakan tidak apa-apa, tanya gue enggak ada maksud berarti."

Bukan satu atau dua tahun mereka berteman, sekarang Helen melihat raut tak bersemangat dari wajah temannya.

"Bener seperti kata lo, gue baru putus. Jahat banget kalau gue jadiin bokap lo sebagai pelampiasan."

"Kayanya lo beneran suka sama bokap gue."

Qisti menggeleng. "Gue enggak yakin." ia tidak berani lagi melihat lebih jelas debar berasa itu. "Bokap lo juga sudah punya pilihan, gue masih muda masih banyak laki-laki di dunia ini."

Helen menerima keputusan Qisti dan akan disampaikan pada papanya. "Terus lo enggak bakal ke rumah lagi?"

"Nanti kalau bokap lo pindah." menikah dan pindah ke rumah lain dengan istri barunya, saat gue datang tidak perlu lagi berpapasan.

"Oke."

"Sekarang giliran lo yang main ke rumah." tidak se-ceria biasanya Helen bisa merasakan perubahan mood Qisti.

******

Dua bulan sudah Qisti menganggur, jika dulu sering bermain ke rumah Helen maka yang dilakukannya sekarang adalah menjelajah tempat-tempat baru menggunakan semua tabungannya gadis itu berkeliling indonesia setelah bergabung dengan sebuah komunitas. Ada kebahagiaan tersendiri setelah kerja bertahun-tahun akhirnya ia tahu fungsi gaji-nya.

Lo enggak pernah di rumah setiap gue datang.

Qisti baru selesai mandi setelah beraktifitas dari siang hingga sore, pesan dari Helen masuk sekitar tiga jam yang lalu.

Maaf, gue masih di luar kota.

Hatinya sudah ditutup rapat, sekarang ke manapun dia pergi tidak akan terjerat lagi dengan pesona laki-lak.

Kata nyokap lo traveling, gue enggak diajak.

Qisti tersenyum membaca pesan tersebut.

Lo kerja beda sama gue yang pengangguran. balasnya, Qisti mulai menghitung sudah dua minggu lebih tidak bertemu dengan temannya.

Tidak ada balasan lagi, mungkin ada yang sedang dikerjakan Helen. Menyimpan ponsel Qisti merebahkan tubuh lelahnya.

Sudah jauh langkahnya, apa kabar hati? Qisti belum berani meraba, hanya berharap semoga debar itu tak lagi berasa saat dirinya pulang nanti.

Bagaimana dengan Aris? Percayalah, sekali saja orang yang dipercayainya berbohong tidak ada tempat dihatinya. Tidak hanya untuk Aris, hal itu berlaku untuk semua orang yang dekat dengannya.

Terjerat Pesona Duda (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang