3

2.1K 409 12
                                    

  Bukan luluh tapi mengalah karena usaha Aris meminta maaf padanya cukup keras namun Qisti sudah memberi peringatan keras pada calon suaminya itu agar mereka tidak lagi mengulang kesalahan yang sama terlebih bertengkar karena orang lain, itu memalukan setelah selama ini hubungan mereka adem saja.

Aris adalah laki-laki pertama yang membuatnya jatuh cinta bukan cinta pada pandangan pertama bagi Qisti tapi Aris lah yang berusaha keras mendekati hingga hati putri kedua Mikhayla luluh.

"Kamu akan meminta maaf padanya kan?"

"Iya." Qisti juga merasa bersalah ia juga tidak tahu bagaimana nasib pelayan cafe itu sekarang. "Aku akan menemuinya setelah pekerjaanku selesai."

"Aku sudah memberikanmu cuti, Qisti." 

"Seminggu menjelang pernikahan baru cuti, enggak ada kegiatan juga di rumah." teman-temannya juga bukan pengangguran, main ke rumah Cyra setiap hari juga tidak mungkin.

"Tapi jangan terlalu capek." Aris menasehati kekasihnya. "Perlu kutemani?"

"Jangan basa-basi, kamu sangat sibuk sekarang."

Aris terkekeh, beberapa hari ini Qisti mendiamkannya padahal tiga hari lagi pertemuan keluarga diadakan, paniknya Aris takut kehilangan sang kekasih. Tidak pernah punya masalah serius sekali bertengkar malah seperti ini, sangat berbahaya.

Berpisah di lift keduanya berjalan ke arah ruangan masing-masing, bertemu setiap jam makan siang kadang Aris juga menyempatkan diri mengantar sang kekasih.

Tepat jam lima sore Qisti menyelesaikan pekerjaannya karena tidak ingin menunda gadis itu akan datang ke cafe yang dikunjunginya dengan sang kekasih beberapa hari lalu. Qisti sudah mengirimkan pesan untuk Aris setelah panggilannya tidak terjawab, pria itu pasti sedang meeting.

Meminta maaf bukan hal sulit dan tidak memalukan, Qisti juga menyesal dengan kejadian itu. Bagaimana jika pelayan itu dipecat? 

"Saya yang tempo hari datang dengan seorang pria, masih ingat?"

Pelayan wanita itu tampak sedang berpikir, selang beberapa detik ia mengangguk. "Benar, yang datang dengan pak Aris?"

Dia tahu namanya? "Benar, boleh saya bertemu pelayan pria yang kemarin, saya ingin minta maaf." Qisti berharap dia ada di sini.

"Maaf, namanya Keanu, beliau bukan pelayan."

Apa? "Oh, kalau begitu boleh saya bertemu dengannya?"

"Beliau baru saja keluar, mungkin akan kembali malam nanti."

Dari kata-kata pelayan wanita itu sepertinya pria tersebut bukan orang biasa. "Kalau boleh tahu siapa beliau?"

"Adik bu Prita, pemilik cafe ini."

Qisti tersenyum. "Baik, terimakasih sekali. Saya akan kembali nanti."

Syukurlah, ternyata dia bukan pelayan Qisti senang mendengarnya dia sempat khawatir takutnya dipecat. 

Ketika ingin meninggalkan parkiran ia melihat mobil Aris masuk dan memarkirkan mobil tidak jauh dari mobilnya. Qisti tersenyum berpikir Aris datang untuk menyusulnya, gadis itu segera membuka pintu.

"Terimakasih." 

Qisti mematung melihat seorang wanita keluar dari mobil yang sama dan memeluk kekasihnya, kakinya yang sudah menapak dengan pasti urung melangkah.

"Sama-sama, maaf sudah menyulitkanmu." 

Dia balas memeluknya? Lantas Qisti kembali terkejut melihat seorang pria muda tak lain adalah laki-laki yang dicarinya juga keluar dari mobil Aris.

Ada apa ini, mereka saling kenal? Kini bukan lagi pada ketiga orang itu matanya tertuju melainkan bangunan cafe tersebut.

******

"Kali ini yakin enggak ada orang di rumah lo?"

"Salam dulu kali," tegur Helen. 

"Assalamualaikum," ucap Qisti sambil berbisik lantas dipersilakan masuk setelah Helen menjawab salamnya.

"Tumben malam-malam, ada apa?" 

"Main aja." Qisti mengajak Helen nonton. "Ada film baru?"

"Kayaknya enggak, kenapa datang malam-malam?" menjelang Maghrib saja mama temannya itu sudah menelepon.

"Tenang, gue udah izin."

Enggak usah ditanya lagi nanti juga cerita sendiri, Helen hapal kebiasaan Qisti.

"Lo udah makan?"

Qisti mengangguk. "Serius gue mau nonton." Qisti sudah berada di ruang TV. "Gue acak ya," izinnya pada pemilik rumah.

"Silahkan."

Gadis itu mulai mencari judul dan sinopsis yang menarik untuk ditonton. Sepertinya film aksi bagus untuk kondisi hatinya saat ini.

"Netflix aja."

"Lagi males pegang hp."

"Oh." Helen menahan senyumnya. "Lagi marahan ya, padahal tinggal ngitung hari."

Tangan yang tadi aktif mencari kepingan VCD kini berhenti begitu saja. Kira-kira bisakah dia menikah dengan pria yang selama ini dipacarinya dan menganggap tahu semua tentangnya ternyata ada beberapa hal penting yang sama sekali tidak diketahuinya?

"Gue enggak yakin."

"Gue nggak mau dengar kabar jelek." biasanya Qisti sering datang dengan kabar baik dan bahagia.

Cukup dirinya yang memiliki kisah kelam dengan masa depan tak tentu.

"Ada hal kecil yang membuat kami bertengkar untuk pertama kali." Qisti tersenyum masam. "Sore tadi gue lihat dia dengan seorang wanita, juga seorang cowok yang menyebabkan pertengkaran kami di cafe. Diamemeluk wanita itu."

"Bisa jadi salah paham kan?" Helen mulai emosi.

Qisti menggeleng. "Cafe itu milik seorang wanita bernama Prita, wanita yang gue lihat dengannya, dan wanita itu mantannya." Qisti masih jongkok di bawah, matanya tertuju pada kepingan VCD tapi tidak dengan fokusnya.

Helen masih bingung masalah apa yang menyebabkan pertengkaran temannya itu dengan Aris, tapi yang jadi fokusnya adalah, "Siapapun dia bukan berarti punya hubungan dengan Aris, kalau curiga kenapa tidak menemuinya kenapa malah ke sini?"

"Masalahnya telepon dan pesan gue tidak ada tanggapan, gue pikir dia sibuk karena begitu yang gue lihat di kantor." Qisti meneguk ludahnya. "Gue enggak masalah sama sekali dengan masa lalunya, tapi kalau seperti ini gue merasa asing." berbicara dengan tenang sedang perasaan sedang kalut, Qisti menceritakan semua kejadian di cafe pada temannya.

"Gila." adalah respons Helen atas kejadian tersebut. "Kalau gini sih gue yakin ada apa-apanya."

Qisti tidak curiga, dia hanya menunggu klarifikasi seperti apa yang akan diberikan Aris.

"Aneh enggak, dulu kami hampir tidak pernah bertengkar tapi ketika sudah mau lanjut ke tahap serius sudah ada masalah."

"Enggak ada yang aneh, temui dia dan bicara."

"Iya, tapi enggak sekarang."

"Jadi kapan, tunggu masalahnya besar?"

"Kan masalahnya bukan dari aku." bukan tidak pusing sengaja datang ke sini ingin melupakan sejenak masalah itu.

Helen menyerah. "Serah lo dah!"

"Terlambat satu jam."

Suara itu, Qisti belum melupakannya. Di depan lemari TV masih berjongkok gadis itu menoleh ke belakang dan kembali terpana.

"Kenapa tidak membangunkan Papa?"

Apa? Qisti kembali ke tumpukan VCD. Papa? Ia tidak buta, pria itu masih muda dan sangat tampan. Ah, Qisti tidak lupa dengan hidung bak papan seluncuran belum lagi lengkungan bibir tipis namun berisi.

"Lo anak pungut?" tanya Qisti ketika pria itu menghilang dari hadapan mereka.

Terjerat Pesona Duda (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang