03 | dia, muncul

1.9K 192 6
                                    

Kendati sudah tiga hari berlalu sejak Linka menetap di indekosnya yang baru, ia merasa masih belum juga dapat beradaptasi dengan baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kendati sudah tiga hari berlalu sejak Linka menetap di indekosnya yang baru, ia merasa masih belum juga dapat beradaptasi dengan baik. Faktor paling utamanya tentu saja karena Linka merupakan seorang introver dengan ketambahan sifat pemalu, sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktu di kamar--jika sedang tak ada perkuliahan ataupun keinginan untuk pulang ke rumah. Linka pun belum mengenal semua penghuni kos yang nyatanya hanya berjumlah enam orang.

Saat ini Linka hanya mengenal penghuni kamar sebelah yang kebetulan satu angkatan dengannya--walaupun berbeda jurusan. Namanya Jihan, dan Linka melihatnya sebagai seseorang yang baik dan ramah sebab Jihan telah berinisiatif menyapa lebih dulu serta membantunya sedikit berbenah di hari pertama kepindahan.

Selebihnya Linka hanya sempat berpapasan dengan satu penghuni lain di lantai bawah dan saling melempar senyum karena dikejar waktu, terburu-buru untuk pergi beraktivitas. Linka bahkan belum pernah bertemu dengan satu pun penghuni laki-laki yang seluruh kamarnya berada di lantai dua.

Omong-omong soal penghuni laki-laki, sejatinya Linka sempat ingin menolak keras usai mengetahui bahwa dirinya akan bernaung dalam satu atap bangungan yang sama dengan lawan jenisnya. Salahkan Putri yang tidak mencari informasi secara detail kala Linka meminta bantuan, tetapi Linka sendiri tak bisa menampik fakta bahwa dirinya pun lupa memberi tahu seluruh syarat yang ia punya selain perihal harga dan fasilitas.

Linka bukannya tidak suka, ia hanya takut merasa kurang nyaman. Namun, tanpa disangka kekhawatirannya berhasil diredakan setelah Linka mencoba mengobrol langsung dengan Bu Dina--sang pemilik kos--sebab sudah terlanjur merasa cocok. “Anak-anak cowok di sini nggak ada yang aneh-aneh, kok, kalau Ibu perhatikan. Begitu pula anak-anak ceweknya. Mereka pada taat aturan, makanya sampai sekarang belum ada satu pun penghuni yang Ibu tendang keluar,” begitulah yang Bu Dina sampaikan kepada Linka.

Satu hal tambahan yang membuat Linka pada akhirnya setuju adalah Bu Dina yang memberikan informasi terkait pembangunan gedung baru yang nantinya sudah pasti akan dijadikan sebagai indekos khusus putri. Linka beserta penghuni perempuan lain di bangunan lama pun akan dipindahkan ke sana jika pengerjaan dan seluruh persiapannya sudah benar-benar rampung. “Paling lama Linka tinggal di sini dulu selama tiga sampai empat bulan, bagaimana?” Dan, setelahnya yang ada pikiran Linka hanyalah dirinya yang harus segera berkemas.

Suasana kos di sore ini betul-betul terasa sepi kala Linka tiba sepulangnya dari kampus. Kendati demikian, Linka cukup bersyukur karena ia tak perlu membuang banyak energi yang tersisa dalam dirinya hanya untuk menyapa para penghuni. Dan, tanpa perlu melakukan hal lain lagi, segera saja Linka pergi ke kamarnya.

Tak lama kemudian, Linka keluar sembari membawa handuk dan baju ganti ke kamar mandi, ingin membersihkan diri. Usai tubuh terasa segar, kini giliran rasa kantuk yang menyerang. Baru beberapa menit saja kembali berjumpa dengan kasurnya, gadis itu pun jatuh tertidur sampai tak terasa gelap malam sudah datang.

Kesadaran Linka mulai kembali ketika sayup-sayup didengarnya suara ramai dari luar kamar. Seiring dengan kedua netranya yang perlahan terbuka hingga lebar, apa yang tertangkap oleh telinganya menjadi kian jelas. Usai meregangkan badan sejenak, Linka bangkit dan beranjak mendekati jendela yang tertutupi gorden dan mengintip sedikit.

Kontan, Linka termangu. Kamarnya yang mengarah langsung ke ruang tamu membuat ia dapat melihat secara jelas bagaimana beberapa orang yang diyakininya sebagai penghuni kos tengah berkumpul dan makan bersama di sana. Bahkan, Linka dapat menemukan keberadaan Bu Dina yang turut berbaur dengan yang lain.

Tanpa bermaksud menguping, Linka tentu dapat mendengar berbagai perkataan yang saling bersahut-sahutan.

“Bu, sering-sering dong, masakin kita-kita buat makan gini. Bosen tau Bu, hampir tiap hari makannya ayam geprek terus.”

“Eh, ya itu sih lo aja yang kurang kreatif. Padahal ada banyak makanan di dunia ini, tapi yang lo pilih lagi-lagi cuma ayam geprek.”

“Ya gue bingung, anjir. Lagian ayam geprek tuh udah jadi menu dengan harga paling pas di kantong gue. Penyelamat banget pokoknya, lah.”

“Haduh, udah nggak perlu ribut. Ibu mah mau-mau aja terus masakin buat kalian begini. Tapi kalian suka telat bayar kos, Ibu malas jadinya.”

“Itu maksudnya si Erga ‘kan, Bu?”

“Lah, apaan, anjir?!”

“Lah, kok marah? Ngerasa kan, lo?”

“Daripada itu, mending lo ngaca dulu, woy. Bulan ini aja lo belom bayar, ‘kan, Kak?”

“Sembarangan! Lo tanya aja coba, sama Ibu. Bu, aku udah bayar ‘kan, minggu kemarin?”

Sungguh, Linka tak tahu kalau suasana kos sewaktu-waktu dapat menjadi ramai seperti sekarang. Dan, tampaknya mereka sudah begitu akrab dengan satu sama lain, termasuk pula sang pemilik kos. Rasanya Linka begitu ingin bergabung agar dapat turut merasakan kehangatan yang terjalin. Namun sayang, hanya untuk membuka pintu dan memperlihatkan keberadaan dirinya saja ia bahkan tak sanggup.

Payah banget kamu, Ka, Linka membantin dengan senyum masam yang terbentuk di wajahnya. Seraya membuang napas berat, Linka kembali ke tempat tidur dan segera diraihnya laptop dari rak serbaguna. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk mengerjakan tugas kuliahnya saja.

Linka merupakan tipe orang yang akan lupa segalanya jika sudah terlalu fokus mengerjakan sesuatu. Alhasil, ia pun melewatkan waktu makan malam begitu saja sampai rasa lapar terasa amat sangat mengganggu ketika jam sudah menunjukkan pukul satu pagi, tepat setelah tugasnya benar-benar selesai.

Oleh sebab tak punya banyak bahan makanan yang tersedia, Linka pun hanya bisa memilih mi instan untuk dimasak. Suasana kos yang sudah sepi membuat Linka dapat keluar kamar dengan tenang, dan ia pun lekas saja beranjak keluar menuju dapur umum.

Namun, langkahnya sekonyong-konyong terhenti kala Linka mendapati punggung tegap seorang lelaki bertubuh tinggi yang tengah berdiri di depan kompor, menunggui air dalam teko kecil yang tengah ia masak. Rupanya Linka terlampau serius sampai-sampai ia tak mendengar suara apa pun sebelumnya. Linka pikir, seluruh penghuni kos sudah terlelap atau paling tidak takkan ada lagi yang melakukan aktivitas di luar kamar di waktu seperti ini. Nyatanya, dirinya sudah salah mengira.

Lantas, haruskah ia kembali lagi ke kamarnya sekarang?

Belum sempat Linka memutuskan, laki-laki itu sudah lebih dulu menyadari presensi Linka dan berbalik hingga sepasang mata mereka akhirnya berjumpa satu sama lain.

Linka sontak mematung, begitu pula dengan si lelaki--yang tak disangka-sangka adalah sosok yang ia kenali dengan betul.

“Loh, Linka?” Ia yang pertama bersuara, tetapi Linka bahkan masih kesulitan untuk memproses segalanya.

Apakah saat ini Linka tengah berhalusinasi?

Sebab bagaimana mungkin, rasa senang akibat pertemuan kembali dengan Zefran setelah sekian lama berhasil membuat sosoknya benar-benar muncul di hadapan gadis itu sekarang?

* ੈ✩‧₊˚

bandung, 11 januari 2023

[republish: 30 september 2024]

See You After Midnight [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang