☆○o。 ENSURE  。o○☆

54 51 8
                                    

"Bos, hari ini kita ada pertemuan dengan Perusahaan Xiao-Na. Ya bisa dibilang, sharing-sharing sejenak. Apalagi kalau kita mengajak kerja sama dengan pemiliknya. Wah, sungguh keajaiban jika beliau mau menerimanya," ucap Zidan antusias.

"Siapa pemiliknya?"

"Menurut informasi yang aku dapatkan, pemilik perusahaan itu sih, perempuan. Tumben, kamu bertanya hal yang tidak penting begini?" Menatap Gerald mengintimidasi.

"Begini, biar ku ralat kalimat tanyaku," katanya sambil berpikir. Kemudian ia mengangkat wajah dan menatap Zidan. "Aku hanya ingin memastikan saja. Karena perasaanku berkata, aku pernah bertemu dengannya."

Zidan mengerjap-ngerjapkan mata dengan bingung. Gerald cepat-cepat menjelaskan. Ia sangat menyadari alis temannya itu terangkat ketika mendengarkan ucapannya.

"Hanya ingin memastikan. Mau ya, Zid? Perasaanku tak mungkin membohongiku. Nanti ku kasih bonus double deh. Mau ya?" tanya Gerald di akhir ucapannya. Ia menatap Zidan yang masih tercengang. Kenapa tiba-tiba ia merasa profesinya berganti dalam sejenak? Gerald sangat penasaran dengan jawaban temannya ini, apa jawabannya.

Kalimat pertama yang keluar dari mulut Zidan adalah, "Kenapa aku harus kembali menjadi black sky?"

Pertanyaan yang bagus. "Hanya ingin memastikan saja, Zid. Lagian lumayan loh, Zid. Bisa refreshing otak setelah sekian lama vakum dari dunia kejam ini," sahut Gerald santai. "Kupikir kamu mungkin mau dengan permintaan sahabatmu ini. Bagaimanapun, kita sudah seperti keluarga walau tak serahim."

Zidan masih bingung, tapi Gerald melihat kening Zidan berkerut tanda sedang mempertimbangkan usul yang ia ajukan. Setidaknya Zidan tidak langsung menolak mentah-mentah.

Gerald cepat-cepat mengambil kesempatan itu untuk menambahkan, "Kalau kau mau, mobil lamborghini dan seperangkat apartemen VVIP termasuk isinya menjadi milikmu. Dengan bonus gaji bertambah dua kali lipat jika berhasil mendapatkan informasi itu. Bagaimana?"

"Ck, Gerald sialan! Dilema jadinya aku, haish. Dasar teman biadab! Kalau di tambah dengan seperangkat alat ilegal, boleh kah? Mungkin temuan gila dari Profesor Rey. I like that." Girangnya.

"Keputusan berada dalam genggamanmu, Zidan." Gerald tersenyum miring. Memainkan kedua alisnya naik turun menunggu jawaban Zidan.

"Hanya menjadi hacker saja, kan? Tidak berkutat dengan hal yang berbau danger, seperti dulu?" tanya Zidan memastikan.

"Ya. Pada dasarnya begitulah rencana dadakan ini. Mau membantu kan, Zid? Lumayan loh, VVIP coba bayangkan." Iming-iming Gerald kembali.

"Hah. Baiklah, Master. Sepertinya aku juga mulai penasaran dengan perusahaan itu, boleh di coba hahaha."

Semoga langkah yang ku ambil benar. Aku telah menemukanmu. Tapi,entah sampai kapan kau tak mengingatku. Gerald menghembuskan napas pelan dan tersenyum lega.

"Terima kasih, Zid," ucap Gerald tersenyum hangat.

Zidan merangkul pundak Gerald. Nyengir. "Weh, tenang saja. Kita sudah seperti keluarga, Ge. Jangan sungkan, Brother!" jelas Zidan.

Hingga keheningan melanda keduanya. Fokus dengan apa dikerjakan dan dokumen-dokumen yang menemani. Sampai Gerald membuka topik terlebih dahulu. Menghembuskan napas lelah. "Zid? Pertemuan dengan Perusahaan Xiao-Na, sekitar jam berapa?" tanya Gerald mengotak-atik berkas.

"Ya, agak sore. Kan cuma sharing-sharing seperti yang ku katakan tadi. Begitu, Ge. Ga lama kok."

"Oh. Sudah jam berapa sekarang?" Masih fokus dengan layar laptop.

"Jam setengah dua belas lebih. Kenapa, Ge?" Melihat jam arlogi hitam. Bingung.

Gerald kesal. Menimpuk kepala Zidan dengan map di sampingnya. "Kenapa, kenapa. Ini sudah mau masuk makan siang dan istirahat, Zidan!" Menatap tajam Zidan. "Huft, sabar," sambungnya.

"Hehehe, ya kan kirain ada pertemuan gitu, Ge. Sorry. Lupa beneran aku kalau soal itu." Menunjukan cengiran khasnya.

"Kalau gitu, ayo segera istirahat dan cari makan di cafe sebelah. Sekalian menenangkan otak," kata Gerald sambil menutup laptopnya. Membersihkan jasnya.

"Bersyukur aku punya teman macam kamu, Ge. Walaupun ya gimana bilangnya, intinya aku bersyukur bisa berteman dengan kamu," ucap Zidan gamblang.

"Ayo, ga usah kebanyakan drama. Ayo! Atau potongan gaji kau dapatkan!" Berjalan lebih dahulu. Meninggalkan Zidan dengan shock.

Zidan kaget. Apa dia bilang tadi? Potongan gaji? What! Agak-agak dia sepertinya kalau di puji baik.

Mereka berdua berjalan melewati tempat karyawan. Gerald berhenti. Menatap karyawannya. Datar. Semua karyawan berhenti dengan kegiatannya. Menatap atasannya takut. "Sudah waktunya istirahat dan makan siang. Kerjaannya di tunda dulu. Memulihkan tenaga lebih penting. Paham?!"

"PAHAM. MR," jawab serempak karyawan dengan senyuman merekah. Demi apa, CEO-nya berbicara langsung di depan mereka semua. Tidak biasanya CEO-nya ini akan berbicara panjang seperti tadi.

"Bagus, sekarang laksanakan. Mari ke cafe sebelah. Karena kantin perusahaan masih tahap renovasi, jadi ke cafe sebelah tidak masalah, kan?" bertanya ke semua karyawan. Karyawan di depan merasa aura hangat menyelimuti dan berkata, "Tidak masalah, Mr. Dimanapun itu, yang terpenting kami bisa makan dengan kenyang dan damai." Dan di angguki serempak beberapa karyawannya.

Gerald lagi-lagi tersenyum. Tersentuh. Zidan yang melihat gerak-gerik Gerald juga tersenyum. Pasti ini ada yang merubah si Beruang Kutub ini. Tidak biasanya, dia seperti itu. Aku yakin, pasti ada yang di sembunyikan Gerald saat ini. Biasanya mana mau dia begitu, bicara langsung mengingatkan istirahat dan makan, Man! Palingan cuma mendengus dingin, kek monyet di kebun binatang. Hih, untung sahabat, ya kan!

Semua karyawan baik laki-laki dan perempuan sudah bersiap. Dengan kebahagiaan yang terpancar di wajah. Menikmati euforia dari bosnya. Dan mengikuti Gerald melangkahkan kaki ke cafe sama-sama.

Suara canda tawa manusia begitu hangat masuk dalam indra pendengaran. Begitu akrab, mengisi kekosongan yang melanda. Jiwa-jiwa kesepian yang merindukan rumah. Jiwa-jiwa hancur untuk menguatkan pemilik raganya. Gerald melihat semua ekspresi dari semua karyawannya. Tersenyum tipis. Mengingat itu semua membuat batinnya kelu. Tawanya luncur. Dunianya lumpuh.

Gerald lagi-lagi menguatkan kembali jiwanya yang perlahan memudar. Memungut kembali kepingan-kepingan kelam yang pernah ia lakukan. Segitu sakitnya, ya? Apakah seperti ini yang kamu rasakan, Yuns? Maaf. Maafkan aku....

𖣁↷⠂⠁⠁⠂⠄⠄⠂⠁⠁⠂⠄⠄⠂⠁⠁⠂↷𖣁

Yao menyetir mobil sendiri. Dia keluar dari perusahaannya karena lapar dan berkeliling sepanjang jalan untuk mencari makanan yang menurutnya sesuai dengan indra pengecapnya. Hingga suara cacing demo sudah bersautan. Yao tersenyum geli. "Wei, kalau lapar nanti... Ini masih cari tempat wahai cacingku yang terhormat. Mohon bersabar, ini ujian," ucap Yao dalam kesendiriannya.

Yao mencari cafe terdekat, celingak-celinguk dengan mengetuk jarinya di setir mobil. "Hah, itu dia cafe-nya." Memarkirkan mobilnya dengan aman. Dan keluar dari mobil berlari kecil, takut keburu habis.

"Permisi," gumam Yao lirih. Masuk ke dalam cafe yang sudah di penuhi banyak karyawan. Yao langsung mencari tempat duduk yang sekiranya masih kosong.

Yao duduk di tengah dan memang hanya tempat itu yang tersisa. Yao menghembuskan napas pelan. Melihat sekeliling cafe. Yao tersenyum kecut. Tumben, di sini banyak orang. Oh ya, kan emang sudah waktunya makan siang. Hehehe.

Senja di Naungan RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang