2)

5 1 0
                                    

Dera sebenarnya sudah cukup terbebani dengan masalah hidupnya. Sekarang, Ja ikut menjadi masalah Dera, membuat Dera ingin menghilang dari bumi. Ujian apa lagi yang Engkau berikan padaku Ya Tuhan.

Setiap hari, setiap kesempatan, Ja akan mendatangi Dera. Menanyakan hal yang sama,"Udah bisa jawab?" atau "Jawabanmu apa?"

Ja masih teringat kejadiaan di kantin dan dia selalu meminta Dera jawaban, seolah jawaban Dera lebih penting daripada sarapan pagi. Ja membuat Dera pusing tujuh keliling, Ja juga membuat Dera tidak dapat fokus karena dia merasa aura Ja ada dimana-mana.

Sudah 1 bulan Ja meneror Dera dan hari ini, Dera berusaha menghindar dari Ja sebisa mungkin. Apalagi, Ja sekelas dengan Dera. Benar-benar tantangan yang berat sekali.

Rena yang melihat Dera hanya geleng-geleng kepala, sementara Dera tetap sibuk melihat sekitar, melihat ke depan, samping kiri-yang terdapat Rena melipat kedua tangannya ke dada-, belakang Dera, dan..

Samping kanan dimana Ja tiba-tiba muncul, Dera yang melihat Ja sontak terkejut, tubuhnya hampir terjatuh dari kursi. Beruntung lelaki itu refleks memegang lengannya.

Dera langsung melepaskan lengannya dan memperbaiki posisi duduk, "Jawabannya? Kalo belum bisa jawab jadi pasanganku aja dulu, kalo demen bisa tetep kalo enggak tinggal bilang." Ja mengucapkan kata-kata itu seolah tidak punya beban hidup.

Mendengar itu rasanya Dera ingin tuli saja. Ia mengelus dada untuk tetap tegar menghadapi teror ini. Tuhan, aku cuma pengen satu hal doang. Tapi ternyata syaratnya buat dapetin kehidupan anak SMA biasa harus lewatin tantangan kek gini.

"Aduh aduh, aku tiba-tiba mau ke kamar mandi. Bentar, ya, Ja." Dera menghindar dari pertanyaan Ja dengan alasan. Tanpa menunggu jawaban Ja, Dera menarik lengan Rena dan lari keluar kelas. Seperti dikejar anjing, Dera berlari secepat kilat.

"DERA! WOI, SAKIT! KENAPA GUA JUGA HARUS IKUT-IKUT KE KAMAR MANDI SIH?! DERA, JANGAN CEPET-CEPET NTAR GUA JATUH! ADUH, SAKIT DERAAA!!!!!" teriak Rena, dia terkejut ditarik oleh Dera tiba-tiba.

"WOI BADAK, KALO ORANG NGOMONG DIDENGERIN!!" lanjut Rena dengan suara lebih keras.

Dera berhenti berlari saat sampai di depan kamar mandi. Di belakangnya, Rena ngos-ngosan kehabisan nafas, berusaha mengambil seluruh oksigen yang berada di sekitarnya dan mengelap keringat di dagunya. Sedangkan Dera, dia tidak mengeluarkan keringat satupun.

"Lo manusia apa alien sih?" Rena menatap tajam yang masih kekurangan oksigen.
"Awas, ya, gua cekek lo ga pake ampun." ancam Rena lagi. Dera tidak mempedulikan ucapan Rena, dia menatap sekitar. Memastikan Ja menghilang dari pandangannya.

Dera menghembuskan nafas lega,"Akhirnya Ja hilang, adeuhh, capek kali aku ni." Dera menyandarkan tubuhnya ke balkon, menghadap atas dan melihat awan-awan yang bergerak tenang. Dera menutup matanya perlahan. Meskipun hari ini siang, angin sejuk tetap berhembus. Hal ini membuatnya bisa menyegarkan hati dan pikirannya.

"Der, kalo ga suka bilang aja. Lo ga mau diteror tapi ga mau ngasih jawaban juga. Jelas, lah Ja datengin lo tiap hari." ucap Rena.

Dera masih menutup matanya dan membalas,"Tapi Re, aku ga mau nyakitin hati Ja gara-gara ucapanku. Aku ga mau dia ngalamin apa yang kualami. Ja ga bersalah Re, ga pantes buat disakiti." Rena yang melihat kelakuan sahabatnya membuat kekesalannya naik satu level. Maunya ini anak apa sih? Plin-plan banget.

Dia mendekat ke Dera,"Der." ucap Rena serius.
"Apa Re?" tanya Dera yang masih menikmati angin.
Tiba-tiba Rena mencubit pipi Dera keras, membuat Dera terkejut.

,"Aeugh, tsakitshh. Rkhenakh, tsakisthh." lirih Dera, tangannya memukul-mukul bahu Rena lemas. Rena tidak mempedulikan pukulan Rena,"Dera, lo mau gua lempar dari lantai 40? Gua lakuin seka.."

Rena menggantung kalimatnya karena menyadari akan keberadaan orang yang tiba-tiba datang.

Ja, dialah yang tiba-tiba datang. Wajah Rena berubah bingung,"Ngapain lo disini?" tanya Rena, dia melepaskan tangannya dari pipi Dera.

"Duh, hampir aja ga punya pipi." Dera mengelus-elus kedua pipinya yang berwarna merah dan meringis.
Rena melipat kedua tangannya ke dada, dia menatap Ja. Kali ini tatapannya berubah judes.

Ja tidak menanggapi pertanyaan Rena, dia mendekati Dera.
"Kamu gapapa?" meskipun ekspresinya masih datar, suara Ja terdengar sedikit khawatir. Dera yang tidak menyadari Ja terkejut.

Rena yang menjadi pihak ketiga menatap jijik mereka berdua. Agar tidak muntah, Rena pergi ke kelas. Meninggalkan mereka berdua sendirian.

"H- hah? Ija? Kamu ngapain disini?" tanya Dera terbata-bata. Argh!! Kenapa dia ada disini?!! #($&)?!!! teriak Dera dalam hati.

"Tadi aku mau ke kamar mandi, ga sengaja liat kamu." jawab Ja.
"Kamu gapapa?" tanya Ja sekali lagi. Tatapannya melekat dan mengkhawatirkan Dera, tatapan Ja membuat Dera memandang kemana-mana.

"Ahahah, aku ga papa kok." jawab Dera dengan tawa canggung.
"Tapi pipimu merah gara-gara tadi." Tangan Ja terangkat, tangannya yang dingin mengelus pipi Dera yang panas karena cubitan sakti Rena. Meskipun ekspresi Ja tetap datar.

Dera membeku di tempat, dia menjadi gugup. Dera berusaha bergerak, tapi tubuh dan jantungnya tidak mau mengikuti perintah tuannya. Jantungnya berdetak tak terkontrol, pipinya juga semakin memerah. Dera menunduk. GA, GA MUNGKIN KAN?! GA MUNGKIN KAN TIBA-TIBA ADA PERASAAN SAMA JA?! ARGHH!! Dera mengutarakan kekesalannya dalam hati, memang sebuah nasib menjadi orang yang mudah jatuh cinta dan berharap dengan orang baru. —meskipun begitu, Dera akan setia dengan orang baru sampai orang tersebut bosan.—

Ja dalam hati kebingungan dan bertanya-tanya, kenapa muka Dera semerah tomat? Mungkin tangan kanan kurang dingin. Ja mengangkat tangan kirinya, mengelus pipi kiri Dera.

Deg deg deg

Dengan kedua tangan Ja mengelus lembut Dera, membuat Dera yang berusaha menenangkan jantungnya justru dibuat tambah tidak keruan.

Kontrol.. kontrol.. jangan berharap lagi, nanti sakit lagi. LAGIAN NGAPAIN JUGA JA NGELUS PIPIKU??!!! Dera menarik nafas dan mengembuskannya berkali-kali, berusaha membuat detak jantungnya kembali normal. Tapi Ja yang tetap mengelus-elus pipinya membuat tantangan Dera lebih berat.

Meskipun mereka tidak berbicara, atmosfer disekitar mereka membuat Ja berdebar. Pipinya halus, tembem. Apa pipinya kugigit aja kali ya?

^^^^^

Menenangkan jantung Dera membuat mereka telat masuk kelas, akhirnya terpaksa bolos agar tidak dihukum Pak Sul.

Rena merasakan ponsel di saku roknya bergetar, ia pun mengecek notifikasi ponsel. Dia mendapat satu pesan WhatsApp dari Dera.

Dera orgil: REN, TOLONG BANGETT IJININ AKU SAMA JA. PLIS, MAKASIH YA. ENTAR KU TRAKTIR CIRENG 15 REBU, JANJI! TENGS
Rena siluman ular: y

"Ini Ija dan Dera kemana!?" ucap Pak Sul dengan intonasi berat dan keras, Rena mengangkat tangan. Semua mata mengarah padanya.

"Dera mencret pak." jawab Rena asal.
"Kalau Ija?" tanya Pak Sul
"Koma pak."
"Yang serius jika menjawab, Rena!" ucap Pak Sul tegas.
"Emang yang bercanda siapa, pak?" tanya Rena tak bersalah atas perkataan ngaco-nya, membuat seluruh murid tertawa. Rena hanya mengangkat bahu.

Kericuhan kelas membuat Pak Sul berdiri dan menggebrak meja, menjadi hening seketika.

"Ya sudah, bapak simpulkan mereka berdua sakit." Pak Sul kembali duduk dan menulis kertas absen,"Sekarang buka buku halaman 142!" lanjut Pak Sul lantang.

^^^^

Kritsar komen aja

Perspektif DeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang