5. Kita Berhak Bahagia

151 23 0
                                    

Nabila diam menatap pantulan wajah cantiknya di cermin. Sapuan makeup tipis dan pernak pernik aksesoris yang menempel di kepalanya membuat Nabila tampil seperti seorang putri. Walaupun dia terlihat mempesona hari ini namun tak ada rasa bahagia terpancar daru wajah Nabila. Nabila ingin menangis namun mengurungkanya setelah tau berapa biaya make up dan baju serta semua hal yang melekat pada dirinya. Nabila mencoba menarik senyumnya namun pantulan yang Nabila perlihatkan berbeda jauh dengan perasaanya saat ini. Nabila tak bisa lagi membendung air matanya. Cepat, Nabila mengusap pelan matanya dengan tissu takut make upnya akan luntur.

"Terharu banget lo Bil, mau nikah sama Hamzah," celetuk Dewa ikut melihat-lihat wajah Nabila dipantulan cermin.

Bukanya membuat Nabila berhenti rasanya gadis itu semakin ingin menangis saja.

"Lo ngapain di sini, sih. Kak?" tanya Nabila untuk kesekian kalinya. Mulai dari subuh Dewa stand by menemaninya. Bahkan pria itu juga ikut membantu Mua dalam merias Nabila.

"Tadi, kan udah gue bilang, om Husein suruh jagain lo. Gimana kalo entar lo kabur? kayak yang ada disinetron-sinetron gitu. Yang sambung-sambung selimut terus lompat kek spiderman. Kan gak lucu Bil."

Nabila kembali mengusap matanya yang berair. Ia sudah mencoba sekuat tenaga agar makeupnya tidak luntur. Namun, hatinya benar-benar sakit hingga ia sendiri tidak dapat menahan rasa sakit itu. Nabila seakan menghinati dirinya sendiri di tambah bayang-bayang Aryah membuat Nabila semakin sedih.

"Nabila, ayo turun!" panggil Ibu Nabila sambil mengetuk pintu pelan.

Nabila menoleh, gadis itu kembali menatap wajahnya di pantulan cermin. Ia menarik nafas panjang lalu menghembudkanya perlahan. Nabila menarik senyumnya lalu bangkit dibantu Dewa untuk berjalan keluar. Gaun putih ini cukup besar dan membuat Nabila kesusahan.

Beberapa menit lagi pernikahan akan dilangsungkan.

Nabila dan Hamzah duduk diam di depan penghulu, menatap beberapa pria sedang mengurus berkas-berkas perkawinan. Pestanya pun tak meriah. Hanya ada beberapa keluarga terdekat saja. Mungkin tak sampai lima puluh orang.

"Maskara lo luntur," tegur Hamzah sedikit berbisik.

"Masa? Gimana dong," ujar Nabila Khawatir.

"Gak apa-apa, lo tetap cantik."

Nabila menatap Hamzah yang sudah memalingkan wajahnya. Apa-apaan itu tadi.

"Bisa kita mulai?" tanya pak penghulu dan diangguki keluarga Hamzah dan juga keluarga Nabilah

Pernikahan akhirnya berlangsung. Penghulu mulai membacakan kalimat suci yang berhasil mendebarkan jantung Hamzah dan Nabila. Ini hanya pernikahan kontrak namun kenapa keduanya merasa gugup. Apalagi saat Hamzah membalas ijab qabul, Nabila rasa dia tidak bisa bernafas sampai Hamzah mengakhiri ijabnya. Deruh suara yang mengucapkan kata Sah, mengema diruangan. Sama deperti Nabila, Hsmzah bernafas lega saat dia mampu mengucapkan rangkaian kata suci dengan mulus tanpa ada hambatan. Kedua keluarga yang hanya saling kenal sekarang telah menjadi besan. Mereka saling bersalaman dan tersenyum satu sama lain tanpa tau bahwa perceraian kedua anak mereka telah ditetapkan sebelum berlangsungnya acara pernikahan ini.

Nabila melirik jam yang menunjukan pukul 10 malam. Rasanya kakinya bengkak karna terus berdiri mengunakan sepatu hak tinggi. Tamu juga tak banyak lalu kenapa dia harus berdiri sepanjang hari?

"Capek banget, gue gak tau kalau nikah bakal secapek ini," keluhnya.

Hamzah melirik gadis itu. "Karna itu orang-orang maunya nikah sekali doang seumur hidup, karna nikah itu tempatnya capek."

"Dih, bijak banget lu!" ujar Nabila sinis.

"Gue ini sekarang udah jadi kepala rumah tangga. Yah, harus bijaklah." tutur Hamzah dengan nada bangga.

Nabila's Secret Husband [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang