Hamzah membuka matanya perlahan. Ia meringis pelan saat sakit kepala menyerangnya dengan begitu hebat, seakan ada sebuah batu besar yang menghantam tepat fi ubun-ubun kepalanya. Bukan hanya itu, Hamzah rasa sekujur tubuhnya sakit dan pegal serta perutnya terasa mual.
Dengan susah payah Hamzah mendudukan tubuhnya, mrnetralkan retina yang kabur lalu perlahan menjelas. Pria itu duduk diam menatap kamar Nabila. Hamzah mengekrutkan keningnya bingung, kenapa dia ada di kamar ini? Seingatnya kemarin dia tidur di kamarnya.
Satu lagi, Hamzah merasa aneh pada tubuhnya. Ia menatap tubuhnya yang dibalut selimut tebal. Hamzah mulai tidak bisa berfikir positif, dengan tangan gemetar dan jantung berdegup pencang ia mengintip dari balik selimutnya.
Oh Shit!
Hamzah memejamkan matanya rapat-rapat sambil menarik kasar rambutnya. Potongan-potongan kemarin malam langsung menyerbu ingatan Hamzah. Membuat pria itu semakin meringis bingung dan takut.
Tapi kemana Nabila pergi? Kenapa kamarnya terlihat begitu bersih?
Hamzah melirik jam yang menunjukan pukul delapan pagi.
Hamzah memakai pakaianya lalu mencari ponselnya yang tergeletak di bawah ranjang. Dengan cepat pria itu menelfon Nabila tapi ponsel gadis itu tidak aktif.
Hamzah kembali meremas rambutnya frustasi. Ia kembali mengingat-ingat, kenapa dia bisa sampai melakukan hal itu. Seutas kain berhasil memancing rasa penasaran Hamzah, secepat itu juga dia memungutnya. Lagi dan lagi, potongan ingatan dimana ia merobek baju Nabila dengan brutal terlihat begitu jelas dalam kepalanya.
"Akh!" Hamzah meringsi sakit sambil menarik rambutnya. Dia sudah melakukan hal yang seharusnya tidak dia lakukan.
Hamzah berjalan mondar mandir dengan otak yang penuh. Pria itu takut dan khawatir. "Sial!" umpat Hamzah meremas tanganya yang dingin.
Secepat mungkin Hamzah keluar apartemen. Dia tidak tau harus kemana selain rumah gadis itu.
Hamzah menghembuskan nafas pelan. Dengan jantung berdebar dan tubuh yang gugup ia memberanikan diri mengetuk pintu rumah Nabila yang terlihat sepi.
Devin membuka pelan pintu itu. "Kak Hamja!" seruhnya.
Hamzah diam menatap senyum merekah Devin. "Kak Nabila ada?" tanyanya sedikit takut.
Devin mengeleng. "Ayah sama ibu lagi ke pasar. Evin sama Evan dititip sama Om Luqman. Emang kenapa kak?" tanyanya.
Hamzah mengeleng. Itu artinya Nabila tidak berada di rumah. Kemana gadis itu pergi. Tanpa menunggu lagi Hamzah pamit kembali ke apartemen. Memakai seragam sekolahnya dan menuju sekolah. Persetan jika dia harus di hukum sebelum masuk. Nilai dan jabatanya tidak berarti apa-apa hari ini. Fokus Hamzah kali ini hanya ada pada Nabila.
Bukanya menuju kelasnya. Hamzah langsung menuju kelas Nabila yang sedang free. Lagi, Hamzah tidak menemukan gadis itu.
Hamzah mengusap kasar wajahnya. Dia bingung dan juga takut, bagaimana jika Nabila melakukan sesuatu yang bisa membahayakan dirinya karna tindakan Hamzah kemarin?
Atau bagaimana jika Nabila membencinya. Hamzah mengeleng cepat. Bodoh, tentu saja Nabila akan membencinya setelah apa yang di lakukanya pada gadis itu semalam.
"Tirsa!" panggil Hamzah mencegah Tirsa yang tadi mengabaikan dirinya. Gadis itu melangkah keluar kelas dan menjauh namun Hamzah mengejarnya.
"Tir gue mau tan-"
Plak!
Belum juga ucapan Hamzah tentang Nabila tertuntaskan. Satu tamparan hebat dari Tirsa sudah mengenai pipi Hamzah. Pria itu diam memantung sejenak, namun detik selanjutnya Hamzah begitu lega setidaknya dia tau kemana Nabila pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabila's Secret Husband [REVISI]
Teen FictionNabila si cewe pemberani! Gelar yang ia dapatkan karna tak kenal takut dengan siapapun. Bagi Nabila hanya satu yang perlu ia takuti yakni Tuhan pencipta alam semesta, karna motto itu juga Pak Tarno selaku guru Bk harus naik darah setiap minggunya ka...