Nabila membuka matanya perlahan. Ia meringis saat kepalanya begitu sakit dan berdenyut. Selanjutnya ia menatap sebuah lengan yang melingkar erat di perutnya. Nabila menoleh ke samping menatap Hamzah yang tampa sadar membaringkan kepalanya di bahu Nabila hingga gadis itu dapat merasakan hembusan nafas Hamzah menerpa lehernya.
Nabila memijit pangkal hidungnya. Kepalanya begitu sakit hingga ia tidak bisa mengeluarkan sepata-katapun. Jangankan kata, bernafas saja Nabila rasa begitu berat.
Ia menatap jam yang menunjukan pukul 7 pagi. Nabila menguncang pelan bahu Hamzah yang tertidur pulas.
"Lo gak ke sekolah?" tanya Nabila serak.
"Gue mau temenin lo," gumam Hamzah masih memejamkan matanya. Lalu mencari titik nyaman di pundak Nabila.
"Oke, lo mau jagain gue, tapi harus peluk-peluk gini?" tanya Nabila lagi membuat Hamzah membuka matanya perlahan. Ia mendongkak menatap Nabila yang juga menatapnya dan detik berikutnya Hamzah langsung bangkit terduduk.
"S-sorry, gue gak bermaksud kek gitu," ucap Hamzah cepat sebelum Nabila berperasangka buruk.
Nabila hanya mengangguk. Ia mencari posisi nyaman agar sakit kepalanya kian menghilang.
"Lo udah baikan?" tanya Hamzah lagi dan Nabila mengangguk sambil memejamkan mata.
Pintu kamar Nabila diketuk pelan.
Hamzah menoleh menatap pintu kamar lalu bangkit dan membukanya.
Malvin, pria itu sedang memegang senampan susu dan juga bubur. "Gimana keadaanya?"
"Udah baikan," kata Hamzah.
"Kalau gitu gue pamit yah, ada berkas yang harus gue urus di kantor, entar gue datang lagi," pamit Malvin memberikan senampan makanan itu ke arah Hamzah. Yap, Malvin menginap untuk membantu Hamzah yang terbilang masih rookie menurutnya. Dan hal itu juga yang mengharuskan Hamzah untuk tidur kesekian kalinya bersama Nabila.
"Hati-hati pulangnya!" seru Hamzah menatap kepergian Malvin yang menghilang dibalik pintu apartemenya.
Hamzah melangkah mendekat lalu meletakan makanan itu di nakas kanan Nabila. "Makan dulu, Bil," ucapnya membantu Nabila untuk duduk.
Nabila meringis pelan saat ia berhasil mendudukan tubuhnya. Rasa sakit di kepalanya bukan main rasanya. Seandainya saja kepala Nabila adalah balon mungkin krpalanya sudah medeka dari tadi.
"Aaa..." ucap Hamzah menyodorkan satu sendok bubur ke arah Nabila.
Nabila menatap diam Hamzah yang masih membuka mulutnya lebar seakan mengintruksi agar Nabila mengikutinya.
"Lo pikir gue anak kecil?" tanya Nabila merampas sendok itu lalu makan perlahan. Sudah Nabila duga, masakan Malvin adalah masakan terbaik setelah masakan ibunya.
"Lo kayaknya udah sehat banget, yah?" sindir Hamzah menatap Nabila yang memakan buburnya lahap.
"Hem," gumam Nabila sibuk mencerna makanan di dalam mulutnya.
Hamzah kembali diam memperhatikan Nabila yang kini memakan kandas makanya. Setelah itu Nabila meminta agar Hamzah membantunya ke kamar mandi. Hamzah kembali duduk di ranjang menunggu Nabila yang sedang membersihkan dirinya.
Dreeettdreettdret.
Hamzah mengapai ponsel Nabila yang berdering. Sebuah panggilan dengan unsur love berwarna merah terpampang jelas di layar ponsel Nabila. Hamzah segera mengangkatnya, tak perlu ditanya itu siapa. Hamzah sudah tau.
"Halo."
Ini siapa? Yang punya Hp mana? tanya Aryah tidak tau siapa pria yang mengangkat panggilan di ponsel kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabila's Secret Husband [REVISI]
Novela JuvenilNabila si cewe pemberani! Gelar yang ia dapatkan karna tak kenal takut dengan siapapun. Bagi Nabila hanya satu yang perlu ia takuti yakni Tuhan pencipta alam semesta, karna motto itu juga Pak Tarno selaku guru Bk harus naik darah setiap minggunya ka...