Part 11: Keluarga

6.8K 229 1
                                    

Makasih banget untuk yang mulai ngevote buat cerita ini. Thanks a lot. Meski sedikit gapapa I appreciated it ☺️

Aku emang gapunya jadwal tetap update tapi tiap x update biasanya aku sekalian ngetik juga jadi tiap kali ngetik sampai muse ku habis saat itu, aku bakalan update terus 😝😝😝

Sorry kalo ada typo. Nanti aku cek lagi yah 🫡

Bara menyesap es teh tawar yang disiapkan sekretarisnya sampai tandas. Bahkan setelah cairannya habis pun Bara masih menyedot-nyedot sedotannya sampai menghasilkan bunyi berisik.

Mae yang saat itu di sana guna untuk menyingkirkan piring dan alat-alat makan yang tidak dipakai lagi merasa terganggu. Sebegitunya haus kah si bapak duda satu ini?

"Mau nambah tehnya, Pak?" Tawar Mae begitu Bara meletakkan gelasnya.

Ia menggeleng. "Nggak usah. Saya kenyang sekali, Mae. Nasi goreng telur buatanmu enak sekali." Puji Bara lagi dan lagi. Entah sudah berapa kali ia mengatakannya sore itu.

"Semua juga bisa bikin kalau cuma nasi goreng doang, Pak," Balas Mae datar. Sama sekali tidak merasa tersanjung dengan pujian Bara. Meskipun hatinya senang karena Bara tidak terlihat kusut seperti pagi tadi lagi.

"Nggak, Mae. Tadi benar-benar enak sekali rasanya. Nanti tolong sering-sering buatkan saya nasi goreng kamu lagi ya? Atau kamu bisa masak apa lagi, Mae?" Bara terlihat antusias sekali seakan lupa dengan yang membuatnya resah sejak pagi tadi.

Mae mengerutkan wajah, berpikir. Selama ini neneknya lah yang mengajarkannya memasak. Mengajarkannya cara menyetrika baju, bahkan kadang diajarkan juga cara meramu jamu-jamuan. Meskipun Mae sama sekali tidak tertarik dengan semuanya sejak awal, ditambah dengan kebadungannya sejak kecil, Mae tetap berusaha untuk setidaknya menuruti keinginan sang nenek. Jika mengingat kembali apa yang sudah ia lalui bersama nenek dan kakeknya, Mae menyesal tidak terlalu manut sejak kecil. Kakeknya bahkan harus selalu banting tulang sampai akhir hayat. Padahal tubuh tua rentanya harusnya sudah tidak bekerja lagi dan tinggal menikmati hari tua.

"Ya masak masakan rumah, Pak. Masakan kampung. Nenek yang ngajarin saya sejak saya kecil." Jawab Mae yang kali ini nadanya tidak terdengar datar, tapi terasa tulus. Ada sedikit rona mewarnai kedua pipi putihnya. Dan Bara tidak melewatkan hal itu.

"Oh ya, kamu sempat bilang tinggal dengan nenekmu berdua saja ya?" Tanya Bara mencoba untuk menggali tentang kehidupan sekretarisnya yang cukup misterius itu. Sudah satu tahun lebih Mae bekerja padanya namun hanya sekedar asal usulnya yang dari kota Magelang dan tinggal bersama neneknya saja yang Bara ketahui.

"Iya, Pak. Saya boyong nenek dari desa untuk tinggal dengan saya di sini karena kakek sudah nggak ada," Jawab Mae dengan suara pelan.

"Sini, Mae, duduklah!" Ucap Bara menunjuk kursi di depan meja kerjanya.

Mae menuruti perintah atasannya dan duduk di kursi di depan meja kerjanya. Tumpukan piring dan gelas bekas masih di atas meja kerja itu juga belum dikembalikan ke kantin.

"Boleh saya bertanya-tanya sedikit tentang keluarga kamu, Mae?" Ucap Bara dengan ramah. Keingintahuannya tentang sekretarisnya ini begitu tinggi membuat Bara melupakan pekerjaannya sejenak.

"Emang Bapak mau nanya apa?"

"Kamu berapa bersaudara, Mae?"

Ditatapnya Bara sejenak sebelum menjawab pertanyaan. "Saya dua bersaudara, Pak. Kakak laki-laki saya di luar pulau sekarang dengan keluarganya. Jarang pulang jadi ya di Jawa cuma saya sama nenek." Jawab Mae dengan lancar. Meski begitu Mae sedikit gugup juga ditanyai tentang keluarga. Karena sebelumnya ia dan Bara sama sekali tidak pernah menyentuh ranah pribadi. Hanya bekerja.

Bara & Mae [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang