CHAPTER -18

296 21 3
                                    

HALLO EVERYONE

WELCOME BACK TO MY FIRST STORY



HAPPY READING

🕊️🕊️🕊️

"Bang." Panggil dewa kepada dikta. Yang kini keduanya sedang berduduk santai di tempat favorit milik dewa itu.

Dikta menengok, "hmm." Jawab dikta, dengan pandangan yang masih setia menatap langit sore hari ini.

"Emang, kehilangan itu menyakitkan ya bang?" Tanya dewa secara tiba-tiba.

Dikta yang mendapat pertanyaan itu dengan reflek langsung mengalihkan pandangannya, menjadi menatap wajah dewa yang berada di sampingnya. "Emang kenapa?, Kok lu tiba-tiba nanya kaya gitu?"

"Enggak, gw cuman nanya doang bang." Dikta mengangguk, dan kembali menatap sang langit namun dengan pikiran yang masih mencerna atas pertanyaan yang di lontarkan oleh adiknya itu.

"Bang. Suatu saat dewa bisa liat langit ini secara deket ga ya bang?"

"Bisalah. Lu tinggal naik pesawat aja, bisa dah tu lu liat langit ampe deket." Jawab dikta yang tidak mencerna atas perkataan dewa.

"Tapi dewa gak mau di pesawat bang. Dewa mau nya di awan." Balas dewa.

"Ngaco lo. Mana bisa, emang lu malaikat?, Hah?"

"Bisa lah bang. Bisa banget malahan."

"Emang gimana caranya?"

"Dengan cara kita meluk tuhan." Saut dewa dengan enteng.

Seketika dikta mematung. Mulutnya pun terasa seakan berhenti, tidak dapat lagi untuk mengeluarkan sepatah kata untuk membalas perkataan dewa.

"Suatu saat, kita pasti bakal meluk tuhan bang. Seiringnya waktu, kita pasti akan jadi salah satu awan di antara ribuan awan yang ada di atas langit sana."

"Kalau suatu saat dewa udah gak ada. Abang jangan ngerasa dewa udah gak ada, abang tatap aja awan. Karena di situ ada dewa yang lagi ngeliatin abang." Tutur dewa yang tidak menyadari jika dikta sedari tadi menatap nya dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.

"Ngomong apaansi lu!." Dikta memegang dahi dewa. "Kayanya lu kepanasan. Jadi ngelantur omongan lu." Desis dikta, dengan sedikit emosi yang hadir.

"Dah masuk!, Mandi. Biar otak lo jadi dingin." Tanpa melirik dewa, dikta melenggangkan kedua kakinya dan beranjak meninggalkan kamar milik adiknya itu.

Dewa hanya menatap punggung dikta dengan nanar. Di dalam hatinya tersimpan rasa bersalah karena telah memperburuk mood abang sulung nya itu.

"Maafin dewa bang. Tapi suatu saat abang pasti abang bakal ngerti." Ucap dewa, yang ikut beranjak meninggalkan tempat favoritnya itu.

•🕊️•

"Bu. Dewa duluan yah. Assalamualaikum."Pamit dewa seraya  menyalami punggung telapak tangan bi wati.

Wanita paruh baya itu mengangguk, "Waalaikumsalam. Hati-hati ya wa." Jawabnya.

"Iya bu. Ibu juga hati-hati yah." Dewa langsung mengayunkan kedua kakinya, setelah mendapatkan anggukan dari wanita paruh baya itu.

DEWA SANJAYA DIRGANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang