CHAPTER - 20

260 17 0
                                    

HALLO EVERYONE

WELCOME BACK TO MY FIRST STORY

🕊️

HAPPY READING

🕊️🕊️🕊️

2 MINGGU telah berlalu. Dikta masih setia menunggu kedua netra adiknya itu terbuka kembali. Karena pasalnya selama itu juga dewa tidak sadarkan diri, semenjak kejadian itu kondisi dewa menjadi naik turun dan bahkan pernah memburuk.

Dewa masih di dalam ruangan yang sama, ruangan ICU. Lagi dan lagi dikta harus mendekap di ruangan ini dengan pemandangan yang tak berubah sedikit pun, memandang adik bungsunya yang tengah tertidur dalam jangka sangat panjang. Dan jujur dikta sangat benci keadaan dan tempat ini. Ini adalah tempat dan situasi yang mengerikan baginya, karena dia harus berperang dengan pikirannya sendiri terhadap kondisi adiknya itu.

"Wa..., Gak kerasa udah 2 minggu lu koma wa. Lu gak bosen tidur terus?" Gumam dikta seraya mengelus tangan halus adik bungsunya itu.

"Buka dong mata lo, jangan nutup mulu. Gw takut wa..." Kedua mata diktapun memanas, namun sebisa mungkin dia tahan agar air mata tidak turun kali ini.

"Sebentar lagi ulang tahun gw, wa. Lu gak akan ngasih hadiah sama gw?" Hening, hanya itu yang dikta dapati.

"Padahal gw udah sering solat sama berdo'a sama allah, tapi kok lo masih belum bangun si? Gw harus gimana lagi wa?"

"Badan lo makin kurus. Liat noh beda banget tangan gw sama tangab lo." Dikta membandingkan tangannya dengan tangan adik nya itu. Ketika dia senderkan ternyata memang sangat berbeda. Tangan dewa sekarang sangat terlihat kurus seperti ranting pohon yang sangat mudah untuk di patahkan.

"Penyakit nya jahat ya wa?, Dia ngambil banyak banget dalam hadup lu. Udah ngambil badan lo, darah lo, keceriaan lo, kebahagiaan lo, bahkan um-" secara cepat dikta menahan lanjutan perkataan nya itu. Dia menggeleng secara kasar, "enggak - enggak udah itu aja." Dikta mengulaskan senyum kecutnya.

"Gw bingung wa..." Ucap dikta dengan cekatan di lehernya.

"Gw bingung harus jawab apa, ketika bunda tanya keadaan lo. Gw gak bisa nutupin semua ini lama-lama wa.... Gw takut nanti Ngancurin hati bunda, karena selama ini dia selalu di bohongin sama anak-anaknya." Satu tetesan liquid bening pun akhirnya keluar dari pelupuk matanya.

"Bunda udah tau kejatdian waktu itu. Gw jelasin sama bunda semuanya. Dan sampai detik ini gw masih benci sama ayah wa... Gw masih belum bisa nerima perlakuan dia sama lo waktu itu." Wajah dikta berubah menjadi sedikit kemerahan karena rasa emosi itu datang ketika dia mengingat kejadian pada tempo hari.

"Ouh iya wa, sekarang gw punya hobi baru kaya lo -natap langit. Ternyata natap langit enak ya wa, dan gw baru sadar ternyata perpaduan warna langit dengan awan itu emang secantik itu wa. Pantes aja lu sering banget natap langit." Dikta terkekeh, walau dalam hatinya dia merasakan rematan yang membuatnya merasa seesak.

"Di mimpi lo yang sekarang, lo udah ngerasain hal yang selama ini lu mau kan wa? Natap langit secara deket. Jadi lo udah gak perlu lagi berubah jadi awan kan? Lo bakal terus jadi langit buat gw kan? Yakan wa?" Lagi, dikta tidak mendapatkan respon dari adik bungsunya itu. Hanya ada balasan dari suara monitor tekanan jantung yang berada di nakas dekat brankar adiknya itu.

DEWA SANJAYA DIRGANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang