Putra & yoghurt

2 0 0
                                    

—————

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—————

"Ya tuhan." Putra menatap toko di depannya yang ramai akan pengunjung. Yoghurt & dessert terpampang besar diatas bangunan toko tersebut.

Ia menoleh ke kanan dan kiri, mencari pacarnya yang sudah tak terlihat. Perasaan baru saja Olif ada di sampingnya sambil bergandengan tangan.

"PUTRA! SINI!" Putra menoleh ke toko tersebut, mendapati Olif melambai diantara pelanggan yang lain.

Ia tampak tertubruk akibat ramai pengunjung. Putra langsung melangkah cepat menuju tempat Olif berdiri, takut Olif akan terjatuh karena terhuyung akibat pengunjung yang berdesakkan.

"DIMOHON UNTUK MENGANTRI DAN MENGAMBIL NOMOR ANTRIAN!" Teriak salah satu karyawan.

Para pelanggan langsung mengantri, saling mendahulu. Putra dan Olif bergandengan tangan. Putra yang paling erat menggandeng, takut Olif terbawa arus karena tubuhnya yang mungil.

"Rame banget, astaga. Kayak bagi sembako." Celetuk Putra.

"Ini tuh toko dessert ter-enak! Lagi ada promo buy 1 get 2. Makanya, rame banget." Olif menjelaskan, Putra hanya mencibir. Kembali lempeng karena akan berhadapan dengan saingannya.

Giliran mereka untuk mendapat nomor antrian. Nomor 25.

Olif mendongak, menatap layar besar yang tergantung diatas sana. Nomor antrian masih nomor 3, dan satu antrian memakan waktu sampai puluhan menit.

"Lama banget." Lirih Olif sedikit kecewa. Putra melirik wajah sedihnya, lalu mengambil kertas antrian itu dari tangan Olif. Sang gadis tampak pasrah.

"Kita tinggal bentar. Nanti balik lagi." Ajak Putra, Olif mengangguk.

Mereka meninggalkan toko tersebut menuju parkiran. Putra duduk di atas motornya, tak bergerak. Ia berpikir untuk pergi kemana membawa Olif agar kesedihannya pudar.

Ia melihat jam. Sudah jam makan siang.

Putra memberi helm pink milik Olifia untuk dikenakan gadisnya. Helm tersebut adalah hadiah ulang tahun Olifia satu tahun yang lalu, tampak bahwa Olifia sungguh menjaga barang sampai helm nya yang sudah berusia satu tahun tampak masih baru.

"Kita mau kemana?"

"Makan dulu. Udah siang." Olif mengangguk, lalu mengenakan helmnya. Ia langsung naik ke motor pacarnya, mereka melesat meninggalkan toko yang ramai pengunjung tersebut.

Putra membawa Olif menuju sebuah tempat makan. Tempat makan favoritnya. Ia sering ke tempat makan ini, penjualnya pun mengenal Putra dengan baik.

Olif turun dan mengekori pacar nya yang berjalan lebih dulu menuju warung tersebut.

"Permisi, Pak Saleh." Salam Putra, penjual tersebut yang awalnya duduk mendadak berdiri dan menoleh. Pak Saleh kemudian mengembangkan senyumnya.

"Oh, Mas Putra? Mari, Mas." Tatapan Pak Saleh kini beralih ke seorang gadis manis yang ada di belakang Putra. "Walah, siapa iki toh, Mas?"

"Olifia, Pak. Pacar saya." Putra tersenyum, memperkenalkan gadisnya dengan senang. Olifia tersenyum manis, sedikit membungkuk tanda hormat.

"Cantik banget si neng, Mas Putra yang ganteng sama Neng Olifia yang cantik. Cucok!"

"Haha, Pak Saleh bisaan." Putra terkekeh kecil, ia lalu membawa Olifia untuk duduk di salah satu kursi di warung.

"Yang spesial ya, Pak. Biar Olifia seneng."

"Siap atuh, Mas. Selalu spesial mah kalo makan disini. Hahaha." Pak Saleh menaikkan jempolnya sambil berjalan menuju dapur. Putra terkekeh.

Hening.

Olifia menatap Putra yang kini sibuk dengan ponselnya. Ia menatap cowok itu cemberut karena mengabaikannya. Olifia mendapati sebuah karet di samping kotak sendok dan garpu.

Ia regangkan karet itu dan dengan iseng sengaja mengenai kepala sang pacar. Putra kaget dan meringis, menatap Olif yang mengalihkan pandangan tampak tak bersalah.

"Ck. Apa?" Tanya nya sambil menggosok jidatnya yang terkena serangan karet iseng Olif.

"Sibuk banget. Lo ngajak gue kemari buat apa?"

"Makan lah." Olif semakin cemberut, ia memajukan bibirnya. "Ngga usah maju-majuin tuh bibir."

Olifia berdecak. Ia menopang dagu nya dengan satu tangan dan menatap ke samping. Kesal dengan perlakuan pacarnya.

Putra menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

Tak berlangsung lama, makanan terhidang di meja. Aroma harum dan gurih menusuk hidung Olif dengan ganas, membuat perutnya semangat. Ayam rica-rica lah yang paling menggugah selera.

"Makan." Suruh Putra, Olif mengangguk semangat.

Putra menatap Olif yang tengah mengunyah, sesekali mengecek ponsel. Detik kemudian, senyum Putra mengembang.

"Kenapa lo senyum, selingkuh ya lo?" Putra menoleh ke Olif yang kini menatap datar.

"Ya tuhan, Lif." Putra ternga-nga mendengar tuduhannya. Diantara segala tuduhan yang ada kenapa tuduhan itu yang terucap?

"Gue ngga papa lo selingkuh, Put. Gue udah menjalin hubungan yang cukup dalam dengan yoghurt." Ujarnya sambil memasukkan makanan ke mulut.

"YOGHURT BAHKAN NGGA BERNYAWA!"

"Santai dong, kok ngegas. Benar, kan, lo selingkuh. Ngaku lo, buaya!" Olif menunjuk Putra dengan mata memicing, tak lupa mengunyah nasi di mulutnya.

"Astaga, Olif." Putra menyenderkan badannya ke kursi, bersikap lempeng lagi. Tak habis pikir dengan jalan pikir gadis di hadapannya.

Olif kembali menikmati nasi nya.

Ting!

Ting!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Putra & YoghurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang