Dia

0 0 0
                                    

Olif mengetuk-ngetuk ujung sepatu nya, menatap ke-4 kawanan laki-laki di hadapannya.

"Ini ngga ada yang mau cerita?" Tanya Olif. Mereka lantas menoleh ke arah lain, tak berniat buka suara.

"Lif, ini bukan topik yang bisa lo tanya ke kita." David akhirnya buka suara, tak tahan dengan tekanan yang berat.

"Terus ke siapa gue kudu nanya, Vid?" Tanya Olif dingin. Mereka tampak ngeri melihat Olif yang biasa memiliki sifat ceria dan imut menjadi mengerikan seperti dosen killer.

"Sama Putra langsung." Dodi bersuara, mendapat tatapan tajam dari Olif.

"Lo pada temennya. Masa lo ngga tau kalo Putra paling ngga mau ngomongin MASA LALU!?"

"Kalo dia nya ngga mau, kenapa lo mau tau, Lif?" Arif kini bersuara, berusaha sedingin mungkin agar Olif tak seenaknya.

"Gue PACARNYA. Gue berhak tau." Tekan Olif sekali lagi. "Gue cuma mau tahu, loh, Rif, Vid, Di, Pan. Yaelah, berasa absen gue ngomong ama lo berempat."

"Lif, serius. Kita bukannya ngga mau, ini harusnya lo dapatin langsung dari Putra sendiri. Kita ngga mau ikut campur." Mereka berempat mengangguk semangat.

Olif menatap keempat kawanan ini datar.

"Stok rokok 2 minggu."

Selain Arif, mata ketiga temannya berbinar mendengar tawaran itu. Arif ternganga habis dibuat para kawanan ini.

"Heh! Lo kira pertemanan kita bisa lo sogok pake rokok?" Tuturan Arif membuat ketiga teman yang lain tersadar.

"Anjir, hampir aja gua disihir. Serem banget lo, Lif." Dodi menampar wajahnya sendiri.

"Nenek sihir!" Pekik Panji, mata Olif melotot membuat Panji diam.

"Yaudahlah, kita bantu aja dia." Mereka semua menoleh ke arah David. Dengan wajah serius.

"Lo yakin, Vid?" Tanya Arif yang dibalas anggukan.

"Udah waktunya juga Olifia tau tentang Amanda."

"Amanda? Bukan Ameng?" Tanya Olif dengan alis terangkat satu. Kawanan itu lalu menatap Panji bersamaan dengan nanar murka. Sang empu hanya nyengir bak kuda sambil mendelikkan bahu.

"Amengkubuwono kali." Panji mencoba membela diri.

"Itu Hamengkubuwono, Pan! Tokoh sejarah. Sopan lo mana?" Dodi menabok kepala Panji.

"Aduh. Maaf. Namanya Amanda, Lif. Bukan Ameng." Koreksi Panji akhirnya, Olif hanya berdehem sebagai jawaban.

"Lif, lo kan pacaran ama Putra dari kelas 11." Tutur David akhirnya, Olif mengangguk. "Sebelum lo, Putra punya pacar. Namanya, Amanda Agustina. Lahir tanggal 17 Agustus alias hari kemerdekaan."

"Kok lo malah masukin informasi yang tidak penting begitu, sih, Vid!?" Dodi protes.

"Suka-suka gua. Ganggu lo ah." Jawab David, kesal sendiri.

"Lanjut." Seru Olif, masih dengan wajah serius.

"Putra sayang banget, Lif, ama Amanda. Mereka pacaran udah dari kelas 7 SMP. Dan kandas pas kelas 10 SMA. Agak mirip cinta monyet memang, tapi, cinta monyet mana yang tahan ampe 3 tahun begitu gua tanya?"

"Banyak ege, Vid. Literasi lo aja kurang. Di beberapa desa malah udah bunting." Kini Panji ikut berkomentar. "Tapi, itu bukan cinta monyet?"

"Gua libas ya mulut lo dua, ribut sekali lagi kita bertempur sampe mati anying." David melempar 2 puntung rokok sisa ke arah wajah Dodi dan Panji.

"KOK GUA JADI KENA ASU, PERASAAN GUA DIEM?!" Dodi tak terima, ia berniat untuk berdiri namun Arif menahannya. Memberinya tepukan di bahu, menyuruh sabar.

"Ini gue dengerin cerita apa nonton lo berempat tawuran, dah?" Olif menyandarkan badannya ke kursi, merasa capek.

"Udah paling bener lo tanya ke Putra nya langsung, Lif." Arif menepuk jidat, ikut malu dengan tingkah laku temannya yang mulai dilirik masyarakat lain.

"Ngga. Putra ngga bakal mau cerita." Olif menggeleng.

"Cerita apa?" Mereka sontak menoleh ke sumber suara, tepat di depan mereka, Putra berdiri dengan membawa tas ransel nya. Menatap mereka ber-5 bingung.

"E-eh, Put. Udah balik?" Tanya David basa-basi. Diantara yang lain, David lah yang merasa paling terancam.

"Heem. Bima balik cepet, katanya lihat kalian disini. Jadi, gua samperin."

"BIMA ANJING!!!" Mereka berempat berteriak dalam hati, sambil tetap tersenyum di hadapan Putra.

Kini, Putra beralih ke Olif.

"Lo ngapain disini, Lif?" Tanya nya.

"Kalo gue bilang, lo bakal jelasin?"

Putra tak ragu-ragu mengangguk.

"Ameng."

"AMANDA, LIF, AMANDA! INI MAH LO MAU BUNUH GUA NAMANYA!" Pekik Panji dengan tangan menangkup ke atas seperti orang berdoa.

"Hm. Amanda." Ulang Olif lagi. Putra mengangguk. Ia mengambil kursi yang kosong, lalu duduk di samping pacarnya. Tak terlihat wajah marah setitik pun pada wajah Putra.

"Lo pasti udah dengar sampe, hmm..." Putra menatap David dengan tatapan datar, yang di tatap tampak sadar dan menoleh ke samping. "Sampe kelas 10."

Olif mengangguk.

"Hm. Gua sayang banget sama Amanda waktu itu. Gua bakal jadi bulol kalo suka sama orang, dan itu fakta." Jelasnya. Keempat temannya mengangguk serempak, sepakat dengan pernyataan Putra.

"Kita putus waktu semester dua kelas 10. Dia sendiri yang minta." Lanjut Putra. Kini tak hanya Olif, namun temannya yang lain ikut menyimak.

"Semua gara-gara Bagas, Lif." Mata Olif membesar, ia menangkup mulutnya dengan satu tangan.

"Apa?" Arif bersuara. "Kata lo itu salah lo yang ngga bisa ngertiin Manda?"

"Itu juga. Tapi, dampak terbesar gua putus karena Bagas, Rif. Dia rebut Amanda dari gua. Awalnya gua ngga sadar, sampe selama sebulan Amanda tampak jauhin gua tanpa alasan yang jelas."

"Rupanya dia udah jalan ama Manda selama 4 bulan di belakang gua. Di bulan Manda minta putus, dia bilang kalo udah ngga tahan bareng gua."

Olif menatap Putra sendu. Itulah alasan kenapa ia sangat marah saat pesta ulang tahun Ayu silam.

"Dia bilang, gua ngga berpendirian. Labil. Bocah. Dan, emang. Gua baru tamat SMP, ya iya masih labil. Tapi, tetep aja. Waktu itu hati gua sakit banget."

Dodi dan Panji membuat raut sedih dengan melengkungkan bibir mereka kebawah.

"Jijik, nying." Komen David.

Sedetik kemudian, mereka sadar dengan apa yang baru saja mereka lakukan. Mereka lantas menampar pipi masing-masing, yang dihadiahi tatapan heran oleh semua orang.

"Sori, ya, Lif. Gua telat bahas ini. Gua ngga mau bahas sebenernya, ini tuh masa lalu. Ngga penting. Yang penting gua udah punya lo, itu aja cukup." Putra mengusap pelan puncak kepala Olif dengan lembut, Olif mengangguk. Mengerti. Setidaknya ia kini tahu tentang Ameng alias Amanda, mantan pacar Putra.

"UHUK!"

"EKHEM!"

"EKHEM UHUUKKKK!"

"UHUHUHUHUK EKHEMMMM HACHOOO!"

"Bocah-bocah sinting." Putra memaki.

***

Putra & YoghurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang