Ulang tahun Ayu

2 1 0
                                    

"Putra toh. Cari Olif pasti."

Wanita paruh baya itu menyambut Putra dengan senyuman hangat. Putra mengangguk.

"Iya, bun. Olif nya ada?"

"Udah pergi dari pagi Olif nya. Emang ngga ngabarin kamu?" Putra menggeleng.

"Engga, bun. Ngga ada kabar dari pagi, makanya Putra kemari." Jelasnya. "Kira-kira kemana ya, Bun, Olif nya?"

"Main paling, Put. Biasa, anak ABG. Suka nya jalan terus." Bunda Olif tampak cengengesan. "Kamu mau masuk nungguin Olif atau gimana?"

"Saya mau cari Olif aja, bun. Khawatir."

"Beruntung banget anak bunda punya pacar kayak kamu ya, Put. Yaudah, hati-hati di jalan ya. Bunda titip Olif nya."

Putra mengangguk, tak lupa untuk salim dan berjalan menuju motornya.

Sebelum menancapkan gas, Putra kembali mengambil ponselnya dari saku dan menghubungi Olif lagi. Ia sudah berkali-kali menghubungi gadis ini, namun tak pernah tergubris.

Panggilan terhubung, tak lama Putra mendekatkan ponselnya ke kuping.

"Halo, Put?"

"Lo dimana?" Terdengar suara yang cukup berisik. Putra mengerutkan kening.

"Gue di— eh?"

"Halo? Woi, Putra!"

Putra mengerutkan kening semakin dalam saat mendengar suara di balik ponsel. Bagaskara, sedang apa ia bersama Olif.

"Balikin HP nya Olif, bangsat." Putra tersulut emosi. Bagaskara tampak tertawa di seberang, membuatnya semakin marah.

"Yeu, ngambekan lo. Olif aman ama gua, santai." Bagaskara tertawa lagi. "Apa... buat gua aja Olif nya?"

"BAJINGAN!"

"Et, santai. Gua balikin, nih— halo?"

Putra mengusap wajah nya kasar.

"Olif. Lo dimana?" Tanya Putra parau. Suaranya mendadak merendah saat mendengar suara Olif kembali di seberang telepon.

"Gue... di rumah Ayu. Dia ulang tahun, Put."

"Gua jemput. Tunggu."

"Iya."

Putra langsung menyalakan motornya dan melesat secepat mungkin. Bukan apa, Bagaskara adalah anak yang paling Putra kutuk keberadaannya.

Penghancur hubungan orang lain yang paling handal.

Putra dan Amanda kandas gara-gara lelaki itu, sampai rasanya ia ingin sekali meninju nya hingga bertemu yang maha kuasa. Namun, apa dayanya. Amanda bahkan lebih memilih bersama Bagaskara ketimbang dirinya.

"Kamu ngga kayak Bagas, Put."

Rahang Putra mengeras. Ia kembali melajukan motornya kencang. Tidak sedikit klakson yang Putra terima akibat aksi nya yang brutal di jalanan.

Ia akhirnya sampai tepat di depan rumah Ayu yang ramai pengunjung.

Ia melepaskan helm nya dan memarkirkan motornya sembarang, bergegas masuk.

Tepat saat Putra membuka pintu, Olif tepat berada disana. Dengan mata bingung. Sedangkan Putra, menatap Olif teduh. Ada kecemasan disana. Nafas Putra tak teratur akibat membawa motor di kecepatan diatas rata-rata.

"Lo gapapa, Put?" Tanya Olif khawatir sambil memegang lengan Putra.

Putra kini beralih ke sosok Bagas yang tengah asik tertawa memunggungi pintu masuk. Ia berjalan ke arah Bagas, lalu menarik bahu nya kebelakang.

Bugh!

Putra kini menarik kerah baju Bagas dengan kencang. Seluruh tatapan, kini beralih ke Putra dan Bagaskara. Musik yang tadinya menyala mendadak berhenti.

"Lo denger gua, bangsat?! Kalo sampe lo deketin Olif, bukan cuma gigi lo, TAPI KAKI LO JUGA BAKAL IKUTAN PATAH. NGERTI LO!?"

Bagas menyunggingkan senyum, lalu sedikit meludah ke samping. Ada rasa asam akibat darah yang sedikit mengalir karena pukulan kuat Putra.

"Trauma lo berat juga ya, Put. Haha." Mata Putra membesar. Ia naik pitam, berniat memukul Bagas lagi.

"PUTRA!"

Tindakannya terhenti. Ia menatap ke samping, tempat Olif berdiri dengan mata cemasnya.

Olif menarik tangan Putra, mereka berjalan menjauh meninggalkan tatapan-tatapan tamu ulang tahun Ayu. Meninggalkan Bagaskara yang terhuyung dan rumah tersebut.

"Lo kenapa sih?!" Olif memekik saat berada di luar rumah. Putra mengusap wajahnya kasar.

"Lif."

"Gue tanya lo kenapa. Put?! Gue cuma ke pesta ulang tahun Ayu!" Olif menatap Putra tak percaya. "Iya, maaf gue ngga ngabarin dari pagi. Kenapa lo malah jadi kayak hewan buas gini?!"

"Olif."

"Emang gue ngga bisa ya pergi tanpa lo!? Gue harus sama lo terus, Put? Gue juga butuh pergi sendiri!"

"Olifia."

"Apa?!"

Putra mendekat, lalu mendekap Olif ke dalam pelukannya. Menetralkan amarah nya dan Olif bersamaan.

"Maaf. Gua khawatir banget."

Mata Olif mendadak memanas, ia menenggelamkan kepala nya ke badan Putra yang lebih besar dari nya. Putra membelai halus rambut lurus Olif, memberi kehangatan. Ia bisa merasakan baju nya menghangat akibat tangis Olif.

Setelah mereka berdua tenang, Putra melepaskan dekapannya. Menangkup pipi Olif yang chubby, lalu menghilangkan jejak tangisan disana.

"Udah?"

Olif mengangguk. "M-maaf." Isaknya.

"Sstt. Jangan nangis lagi." Putra kembali menghapus setetes air mata yang jatuh dari pipi Olif. Lalu mengusap pelan surai atas Olif.

"Pulang, yuk?"

Olif mengangguk.

Putra menaiki motornya, ia juga menurunkan pijakan untuk Olif agar lebih mudah untuk naik. Mereka akhirnya pergi dari rumah itu.

Putra berhenti di depan supermarket, dan memarkirkan motornya di tempat parkir.

"Kita ngga pulang?" Tanya Olif kebingungan. Putra menggeleng.

"Pulang. Kita beli yoghurt dulu."

Beberapa detik kemudian senyum Olif merekah, membuat Putra tak bisa menahan senyum senang melihat pacarnya yang bahagia.

"Serius?"

"Iya. Ayok, keburu malem."

Putra menggenggam tangan Olif erat, lalu berjalan menuju pintu masuk supermarket, membuat Olif sedikit penasaran.

Apa yang sudah Bagaskara lakukan sampai membuat Putra begini.

***

Putra & YoghurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang