Hari ini adalah hari pertamanya bekerja, dia menatap penampilannya di pantulan cermin. Dia tersenyum. Pokoknya hari ini semua kerjaannya harus lancar, lalu pulang dan istirahat.
"hah.." helaan napasnya saat mengingat kejadian tadi malam. Dia menemani Sabrina sampai dia tertidur, dan kembali ke kamar setelahnya. Baru dua hari dan dia sudah terlibat di dua masalah yang berbeda. Sepertinya hanya dia yang tahu masalah yang menimpa Sabrina. Di balik senyum dan keceriaan Sabrina, ternyata banyak luka yang dia sembunyikan.
Dia bergegas berangkat, agar tidak terlambat di hari pertamanya.
Di parkiran dia kembali bertemu dengan Hendri, dia berpura-pura tak peduli dengan Hendri dan segera menaiki motornya, kebetulan kemarin motornya datang setelah dikirim oleh orang suruhan Papahnya.
Hendri pun seperti, tidak peduli dengan keberadaannya. Dia fokus dengan dirinya sendiri. Nirwana sesekali melirik ke arah Hendri. "Oh jadi dia kerja di stasiun TV" pikirnya, saat melihat kemeja khas yang dipakai oleh Hendri.
Hendri lebih dulu meninggalkan parkiran, kemudian disusul dengan Nirwana.
"Pas pertama aja, ramah. Ke sini-sini jutek." Keluhnya saat melihat Hendri dari belakang.
Mereka berdua kembali bersampingan saat di lampu merah. Nirwana sempat menoleh ke arahnya, dan menghela napas.
"Kerja di mana?" Ujar Hendri entah pada siapa. Nirwana menoleh dan mengerungkan alisnya, bertanya-tanya kepada siapa Hendri mengajukan pertanyaan itu, masa sama aku?
"ditanya tuh, jawab." Ujar Hendri lagi.
"Kalo nanya tuh, lihat orang yang ditanyanya, ga sopan." Hardik Nirwana kesal dengan Hendri.
"Kerja di mana?" Hendri kembali bertanya, namun kali ini sambil menengok ke arah Nirwana.
"di Penerbit Buka Pestaka."
"Jadi apa?"
"Editor buku fiksi."
"Oh, pantes keliatan cocok."
"Cocok gimana?"
"Cocok, soalnya keliatan orang yang suka halu."
"Ih pagi-pagi ngajak ribut ya!.. "
Lampu merah kini berganti menjadi hijau, dan belum sempat Nirwana kembali mengomel, Hendri telah melajukan motornya dan meninggalkan Nirwana. Kembali helaan napas itu dia lakukan, entah untuk yang keberapa kali.
Dua bulan berlalu
Entah apa saja yang sudah terjadi, tapi kini dia sudah sangat dekat dengan Sabrina, dia tahu banyak hal tentangnya. Dia juga dekat dengan Mas Ton, kini setiap malam sabtu mereka sering minum cola bersama. Tentang penghuni kos lainnya sama saja, seperti biasa tak ada yang istimewa. Kecuali Hendri, dia semakin menjengkelkan untuknya. Hanya karena tabrakan hari itu, sifat-sifat Hendri jadi menyebalkan. Nia masih sering menggodanya "Awas jadi jatuh cinta." Katanya setiap melihat Nirwana ribut dengan Hendri.
Hari ini dia ingin me time, Jadi dia memutuskan untuk pergi nonton ke salah satu Mall. Dia berjalan-jalan mencari toko yang dapat menarik perhatiannya, karena jadwal nontonnya masih lama.
"Aw." Nirwana meringis saat dia bertabrakan dengan seseorang di depannya.
"Ana?" Nirwana mematung, dia takut mendongakkan kepalanya. Dia takut jika yang memanggilnya adalah orang itu, karena yang memanggilnya Ana, hanya....
"Ana, ini aku Ian."
Nirwana menarik napas panjang, dia memberanikan diri untuk melihat orang itu. Mereka saling menatap, ada sesuatu di dadanya yang membuat terasa amat sesak. Nirwana sudah membuka mulut, dia ingin mengucapkan sesuatu, tapi rasanya kelu, dia tidak mampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Sunshine
Teen FictionJangan lupa vote sebelum baca Jangan lupa difollow jugaa... Kamu tidak ke mana-mana, aku masih menemukanmu di kenangan yang aku punya, di tulisan-tulisan lama yang ada kita di sana, dan di satu-dua gambar yang kita ambil saat pertemuan pertama dan t...