Setelah lulus kuliah aku diterima di sebuah perusahan penerbit buku yang berada di ibu kota. Maka, untuk pertama kalinya aku tinggal di luar kota jauh dari keluarga dan teman-teman. Aku sudah tidak pernah bertemu dengan Kaivan, meski aku selalu menemukannya di pikiranku, karena dia tidak pernah beranjak dari sana.
Hari pertama di kota ini aku gunakan untuk pergi ke kosan dan hendak merapihkan barangku di kosan. Kosan ini letaknya strategis bagiku, karena letaknya dekat dengan Mrt. Harganya lumayan terjangkau, untungnya aku punya uang lebih dari freelance ku selama ini.
Kosan yang terdiri dari Tiga gedung, leter U. Gedung sebelah kanan adalah kosan khusus laki-laki, sedangkan sebelah kiri yang berhadap-hadapan adalah kosan khusus perempuan, lalu di tengah-tengahnya rumah pemilik kosan, Ibu Hidayat dan suaminya pak Hidayat.
Lantai satu adalah cafetaria yang luas dengan meja dan kursi berderet seperti di kantin sekolah, lantai 2 dan 3 adalah kamar-kamar penghuni kos. Setau aku setiap gedung memiliki 15 kamar.
Aku menarik koperku untuk pergi ke rumah pemilik kosan itu untuk menanyakan kamar yang sudah aku pesan dan akan aku sewa.
"Assalamualaikum, permisi..."
"Waalaikumsalam, eh cantik ada apa?"
"Saya mau ke pemilik kosan."
"Oh itu saya, kamu penyewa baru itu ya?"
"Iya bu, hehe."
"Yaudah, sini-sini masuk dulu."
Setelah berbincang tentang banyak hal, mengenai pembayaran, dan aturan di kosan itu, akhirnya aku bisa melihat kamar kosku, yang ada di lantai 3. Kamarnya cukup luas, ada kamar mandi di dalam, sudah ada ranjang, lemari kecil dan meja belajar.
Aku baru tau ada kosan seperti ini, jika lapar aku tinggal ke bawah membeli makan, dan kebetulan aku sangat lapar sekarang. Aku sudah selesai dengan bajuku dan barang bawaan lainnya belum sampai karena aku mengirimnya dengan paket untuk sampai di sini.
Aku berjalan ke bawah, ada beberapa penghuni kosan yang tengah duduk-duduk membaca buku, dan ada juga yang berkumpul sembari berbincang. Aku pergi mengambil minuman di lemari pendingin, aku masih bingung akan makan apa. Aku duduk di salah satu kursi dekat dengan orang-orang yang sedang berkumpul dan berbincang tadi. Kelihatannya semua penghuni kos ini saling kenal.
"Hai, kamu penghuni kos baru itu, ya? Tadi bu hidayat ngasih tau ada cewek cantik baru di kamar no 12, betul?"
Aku menatap lamat-lamat perempuan yang berada di depanku, rambutnya pendek agak tinggi, dan ramah. Saking fokusnya aku menatap dia, aku sampai lupa harus bilang apa.
"Ah, iya." Jawabku agak tersendat
"Haha, aku Reya, penghuni kamar no 10, kita sama-sama di lantai tiga. Nama kamu?" tanya Reya dan duduk di kursi di sampingku.
"Aku Nirwana, iya aku di no 12, salam kenal ya."
"Oke Nir, kita kayaknya seumuran jadi aku panggil nama saja ya."
"Kamu 22 tahun juga?"
"Iyaa, eh kita gabung ke sana yuk? Sambil aku kenalin ke penghuni kos yang lain."
Kita beralan menuju meja di mana tadi banyak penghuni kos lain yang berkumpul. Di sana ada 4 perempuan, dan 5 laki-laki.
"Hai, gaes liat nih, aku bawa personil baru." Ujar Reya saat kami sampai di sana, dia menariku untuk duduk di sampingnya
"waah, ospek jangan?" Ujar salah satu laki-laki berkaus hitam menanggapi ucapan Reya.
"eh, jangan tengil ya lu!" Reya mendelik ke arah laki-laki itu.
"Oke, kita perkenalan dulu ya. Ini Penghuni kamar no 12 di kosan putri pastinya, namanya Nirwana." Ucap reya mengenalkan aku ke penghuni kos lain yang juga sedang menatapku
"Hai, salam kenal." Ujarku kikuk, karena mereka hanya diam
"Cantik yaa." Ujar salah satu laki-laki berkaus putih di depanku.
"Salam kenal juga." Ucap salah satu perempuan di sana, cantik mirip selebgram yang sering aku lihat di sosmed.
"Biar aku kenalin ya Nir, di samping aku ini Chika penghuni kamar no 1, karena dia emang paling lama di sini, udah ngerantau dari SMA, dan di depan kamu ini namanya Hendri dia wibu penghuni kamar no 7 di kosan putra, di sebelah hendri ada Sabrina, cantik ya? dia selebgram penghuni kos no 2. Di sebelah sabrina ada Juna dia sadboy penghuni kamar no 2, di sebelah Juna ada pacar aku yang aku bilang tengil tadi Haikal penghuni kamar no 9, di samping Chika ada mom Sesil, panggil aja mom Sesil dia orang kaya dari lahir cuman gabut aja sampe ngekos di sini padahal dia bisa sewa apartemen mewah, mom Sesil di kamar no 11, di samping mom Sesil ada Mikhael pacarnya penghuni kamar no 13, di samping ada Mas Ton dia yang ngurus cafetaria ini, dia juga penghuni kos no 12 dan terakhir ada Ci Nia, orang surabaya, penghuni kos no 13."
Aku mengangguk-ngangguk selama reya mengenalkan semua yang duduk di sini, tapi aku tidak yakin aku ingat, aku hanya ingat beberapa.
"Penghuni kos yang lain pada pulang ke rumahnya karena ini hari libur, besok pada balik lagi ke sini. Kalo yang di sini kenapa gak pulang, karena semuanya anak broken home." Reya membisikan kata "Broken home" di telingaku.
Kita mengobrol banyak hal, orang-orang di sini semuanya asik diajak bicara, aku makan makanan buatan Mas Ton, dia pandai memasak dan orangnya juga baik.
Pas adzan Maghrib kita semua kembali ke kamar masing-masing, apalagi untuk yang beragama Islam sepertiku, sudah sepatutnya kembali untuk beribadah. Aku sebenarnya agak kesulitan mengobrol karena mereka kebanyakan pakai lu/gua, hanya Reya dan Haikal yang kalau ngobrol pakai aku/kamu, karena kita bertiga berasal dari daerah yang sama, yang bahasa ibunya adalah Bahasa Sunda. Agak kagok kalau pakai lu/gua.
Sudah pukul 21.00, dan aku masih sibuk dengan pekerjaan sampinganku sebagai copy writer. Aku sudah lapar lagi, tapi di kamar sama sekali tak ada camilan. Aku memutuskan untuk turun ke bawah, mencari makanan. Baru satu langkah aku sampai di lantai satu, aku mendengar percakapan yang tak seharusnya ku dengar. Aku melihat Mas Ton menggenggam Handphonennya dan berkata kasar, entah pada siapa.
"Eh, Anj*** lu kalo gak punya duit diem, jangan malah nyusahin orang! Gua mana ada uang segede itu buat bayar! Lu sendiri yang asal pinjem duit ke renternir gob***, Awas aja sampai tu lintah darat nyamperin nyokap, dia lagi sakit, anj***."
Aku tertegun saat tak sengaja mendengar pembicaraan Mas Ton, sungguh Mas Ton terlihat lemah lembut dengan tutur kata yang baik, ternyata bisa seperti ini. Rasanya aku ingin kabur kembali ke kamar, dan besoknya berpura-pura tak mendengar apa-apa, tapi terlambat Mas Ton keburu menyadari kehadiranku di sana.
Mas Ton menatapku agak terkejut.
Aku harus bilang apa? 'aku gak denger apa-apa Mas Ton' atau 'Haha, aku baru sampai' atau 'Mas Ton ada makanan?' atau 'Mas Ton yang sabar ya' atau 'eh, Mas Ton makin ganteng aja.'
Aku ingin menghilang detik ini juga, sama sekali tak ada yang bisa aku ucapkan di hadapan Mas Ton, aku hanya diam membisu menatapnya dan entah bagaimana ekspresiku sekarang.
TBC
Bagaimana ceritanya? suka? ini baru awal yaa jadi belum ke titik paling seru nya. hehe.
lanjut jangan?
aku up tiap hari sabtu dan minggu yaa...

KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Sunshine
Fiksi RemajaJangan lupa vote sebelum baca Jangan lupa difollow jugaa... Kamu tidak ke mana-mana, aku masih menemukanmu di kenangan yang aku punya, di tulisan-tulisan lama yang ada kita di sana, dan di satu-dua gambar yang kita ambil saat pertemuan pertama dan t...