[ 3 ]

209 13 3
                                    

the coldness of the ice cream can be felt even in the dream world

Warning! This chapter contains mature and slightly disturbing content.

"Kamu mau eskrim rasa apa, Sena?"

Ini beneran gila! aku udh masuk kedalam dunia mimpi?

Sembari mengucek mata aku mencoba memperhatikan sekitar selain kehadiran Leo yang sangat mencolok. Sekarang aku sedang di Indoberkah dekat rumah, pegawai indoberkah juga tetap sama, mbak -mbak ramah ber-make up natural.

"Hei, kamu masih mau eskrim kan?" Leo membuyarkan kegiatan observasi ku. Dia menarik tanganku agar mendekat ke depan kotak pendingin. Es krim rasa stroberi ditunjuknya sembari menunggu jawabanku.

Agak gugup ku anggukan kepala, tapi tanganku mengambil es krim rasa melon juga. Sigap Leo mengambil es krim yang kuambil, lalu bergumam sedikit kebingungan memilih es krim untuk dirinya sendiri.

"Aku mau es krim yang unlimited, Sen." ucap Leo menoleh dengan senyuman tipis.

Es krim apaan yang unlimited? dikira beli kuota internet kali pake unlimited segala.

"Kalo ada rasa jengkol ambil aja." kata ku tanpa pikir panjang.

Leo malah tertawa kencang, aku lihat beberapa pengunjung memperhatikan dengan penasaran. Mungkin mereka heran dengan dua bocah sinting yang ngestand di depan kotak pendingin lama sekali.

"Stroberi juga deh, soalnya aku suka semua hal yang pink." ucap Leo dibarengi kedipan mata atraktif.

Sedikit heran aku melihat wink yang tidak semestinya, aku mengekori Leo ke kasir tapi dia menyuruhku keluar duluan. Mungkin Leo tak ingin aku melihat isi dompetnya yang tebal. Sudah kuduga Leo anak orang kaya, dari outfitnya sudah terlihat. Leo menggunakan kaos dan celana bermerk Dior, bahkan sendalnya dari Chanel. Lupakan Leo dan barang mewahnya, di luar Indoberkah suasananya sangat hangat. Langit cerah sedikit berawan, dan angin berhembus ringan menerpa dedaunan kering. Ini dunia mimpi yang indah.

"Kita makan di taman aja gimana?" Leo keluar dari pintu dengan menenteng kresek berisi es krim. kulihat tangannya memasukan sesuatu ke saku celana. Mungkin Leo membeli permen pereda tenggorokan karena kuperhatikan suaranya agak serak.

"Jangan ke taman, pasti panas sekarang." jawabku sembari mendongak keatas memperhatikan lagit yang cerah.

Leo menyodorkan es krim stroberi yang sudah dibuka bungkusnya. "Kalau ke rumah Tina gimana?"

Aku mengangguk lalu mengambil es krim dan langsung menggigit ujungnya. Kepalaku sakit tiba-tiba, aku kena brain freeze—serangan sakit kepala karena memakan makanan yang dingin. Leo ketawa melihat ku memegangi kepala, tangannya mengusap puncak kepalaku dengan lembut.

"Pelan-pelan aja makannya, nanti gigimu bisa copot karena kaget."

"Kepala yang sakit bukan gigiku."

Kami berjalan beriringan menuju rumah Astina. Jaraknya dekat dari Indoberkah, jalan sekitar sepuluh menit akan sampai rumah Astina. Melewati jembatan, mendaki jalan menanjak dan menuruni jalan turunan. Perjalanan kami sangat menegangkan karena es krim ku meleleh membasahi tangan, rasanya tak nyaman dan sedikit lengket.

"Kamu sering main sama Astina ya?" tanyaku mencoba membuka pembicaraan yang lebih dalam.

Leo mengangguk, "Aku dulu sering nitip thrifting ke Tina. Karena dia trusted, aku coba ngasi saran tempat thrifting yang bagus dan akhirnya kami berteman."

TONIGHT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang