#04

15.4K 1.6K 14
                                    






"Kau sudah menyelesaikan Yoo Joonghyuk? Secepat itu?" Tanya Sooyoung.

Dokja mengangguk pelan, "Aku tidak punya pilihan lain. Kalau aku tidak cepat mengeluarkannya dari sini, aku harus menghadapi kepala pusat penelitian negara dan membeberkan semuanya. Kau tahu kan, Yoo Joonghyuk itu milikku."

Sooyoung tersenyum paham, "Yah! Bagus. Lagipula aku juga tidak suka orang-orang tua konservatif itu. Pasti mereka lebih suka penemuan besar seperti ini diberitakan dan diberi kredit atas nama pusat penelitian. Mereka terlihat kekurangan hal menarik, belakangan."

Dokja melepas kacamatanya dengan ekspresi gusar, "Tapi masalahnya, Joonghyuk itu..."

"Kenapa?"

"Sedikit aneh. Aku ingin tahu apa dia perlu diperbaiki lagi atau tidak..."

Soyoung tertawa mendengarnya. "Aneh bagaimana?"

"Yah, aku menyediakannya apartemen baru. Aku membawanya kesana kemarin agar dia beradaptasi dan tinggal sendiri, tapi dia..."

"Marah?" Tebak Sooyoung.

"...semacam itu." Dokha melenguh, lemas. "Maksudku, dia tidak berkata apa-apa tapi aku yakin dia marah. Aku bertanya kenapa dia terlihat gusar tapi dia malah mengalihkan pembicaraan dan mengatakan bahwa dia menyukai apartemennya dan kemudian diam saja seharian."

"Wah, anak itu." Kata Sooyoung, tak habis pikir. "Dia sudah seperti manusia saja, apa yang ada dipikiran dan mulutnya tidak sinkron. Sepertinya kau membuat penemuan hebat, Dokja."

"Sungguh...?" Dokja bertanya ragu-ragu.

"Justru mungkin, kau yang perlu memperbaiki dirimu, Dokja," lanjut Sooyoung. Menatap teman lamanya itu dengan ekspresi serius. "Sampai kapan kau akan melabeli Joonghyuk seperti itu?"

"Melabeli?"

"Melabeli kalau dia robot."

Dokja kemudian, diam saja saat kemudian Sooyoung menepuk bahunya dengan pelan, sebagai teman. "Kau membuatnya untuk manusia. Jadi perlakukan dia seperti itu. Apa kau berniat untuk membawanya ke labolatorium setiap kali dia menunjukkan gelagat yang tidak bisa kau mengerti?"

Sooyoung ada benarnya. Joonghyuk yang sekarang, memiliki perasaan. Dia pasti merasa kesal, tidak seperti sebelumnya, jika isi kepalanya terus di bongkar karena Dokja yang belum puas. Padahal Dokja berniat membuat dia menjadi layaknya manusia seutuhnya. Tapi ternyata tindakannya tidak mencerminkan itu.

Dokja jadi merasa bersalah sudah berpikir bahwa dia harus memperbaiki Joonghyuk sekali lagi... Padahal tidak masalah jika Yoo Joonghyuk tidak mau berbicara atau memiliki pikiran yang tidak ingin dibagi.

"Dengar, temanku. Aku berkata begini karena peduli padamu. Kalau kau sudah merasa kesusahan dengan Joonghyuk... sebaiknya kau hancurkan dia," ujar Sooyoung, dengan nada serius.

Dokha kemudian melotot mendengar ucapan Sooyoung kepadanya. "HAN SOOYOUNG!"

Sooyoung mengangkat bahunya tak peduli meski melihat temannya marah besar. "Lagipula, lebih baik dia mati daripada dia menyusahkanmu. Aku tidak suka kau terus memikirkan dia. Bagaimana denganku!"

Dokja menatap Sooyoung dengan tatapan tajam. Melihat ekspresi Sooyoung yang biasanya muncul ketika perempuan itu sedang merajuk. "Kau tidak keluar dari lab selama bertahun-tahun demi robot sialan itu, tapi setelah dia selesaipun, kau tidak bermain denganku! Kau harus bermain juga denganku!"

"Hentikan. Kau bukan anak kecil," sentak Dokja, tegas.

"Yoo Joonghyuk juga bukan anak kecil. Kenapa kau terus mengkhawatirkannya? Lagipula dia itu cukup cerdas untuk mengkhawatirkan dirinya sendiri!" Sooyoung yang merengek dan cemburu memang membuat kepala Dokja jadi sakit. Perempuan itu, kalau keinginannya tidak terpenuhi, dia akan terus merengek sampai Dokja menurutinya. Huft.

"Baiklah. Baiklah. Kemana kau ingin pergi?"

"Paris!"

"Kau gila?" Bentak Dokja.

"Kau selalu saja memarahiku..." ucap Sooyoung, sedih.

"Lalu kenapa mengatakan hal tidak masuk akal itu? Paris itu bukannya berada di ujung gang rumahmu. Paris itu di seberang benua!" Serunya.

"Ish! Aku tahu. Tapi kita tidak kesana berjalan kaki, kan? Kita akan teleport!"

"Teleport?" Dokja mengernyitkan dahi.

"Dengarkan aku, Dokja. Aku menciptakan mesin yang sangat hebat. Mesin teleportasi tingkat benua!"

Ah. Iya juga. Alasan mengapa Sooyoung bisa direkrut menjadi peneliti khusus dibenua Eropa kan karena hal itu. Mesin teleportasi miliknya. Dulu dia sampai dikatai gila oleh semua orang, bahkan sampai kementerian dan juga kepala peneliti karena obsesinya membuat mesin teleport. Mereka pikir itu tidak mungkin mau semaju apapun zaman sekarang.

Mereka menolak membiayai penelitian Sooyoung, jadi aku membantunya menulis proposal dan mencari investor diluar negeri. Lalu, seperti yang kalian lihat sekarang, dia sukses dan semua orang mengenalnya karena menjadi orang pertama yang membuat partikel atom yang bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Teori rumit tentang pertukaran objek melalui sebuah mesin yang canggih dan sulit.

Dulu, aku sempat berpikir kalau Sooyoung tidak akan berhasil. Dia mengerjakan mesin itu selama 7 tahun dan sama sekali tidak ada kemajuan. Tapi disaat dia pindah ke Eropa, dia mampu menyelesaikannya dalam 3 bulan. Sekarang aku mengerti jika masalah Sooyoung itu bukan pada penelitiannya. Tapi pada dana yang diberikan pusat. Dia tidak menerima dana yang cukup sehingga Sooyoung tidak bisa mencapai apapun dan otaknya terhambat karena stres itu.

Bahkan sekarangpun... para peneliti dalam negeri berusaha membuatnya kembali ke sini dan membagi formulanya, tapi dia tidak pernah mau memberikannya. Dia lumayan pendendam.

Dulu, mesin itu hanya bisa memindahkan seseorang dari radius 10 sampai 350km. Itu sebabnya dulu mesin itu hanya bisa membuat orang teleportasi dari kota ke kota lain. Tapi sekarang...? Tingkat benua? Serius?

"Aku sudah mencobanya. Itu aman. Ayo kita coba juga. Ini akan jadi kehormatanmu untuk jadi orang pertama yang mencoba, selain aku!"

"Tu-tunggu, Sooyoung, tapi kita belum... visa..  passport..."

Dokja bahkan belum sempat berkata apa-apa lagi, saat Sooyoung menariknya pergi dengan cepat.






***

YJH 0.9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang