"Gamer?" Tanya Dokja.
Yoo Joonghyuk menggangguk pasti. Dia menunjuk beberapa konsol game dan juga PC Komputer yang dia cari di internet. Harganya mahal, tapi dia ingin memilikinya. Meskipun wajah Yoo Joonghyuk terlihat biasa saja, Dokja bisa melihat keseriusan dimatanya.
Hm... apa Joonghyuk sudah mulai mengembangkan hobi dan minatnya?
"Tapi Joonghyuk, apa tidak sebaiknya gamer itu jadi pekerjaan sampingan saja? Kita kan gatau kalau itu menghasilkan—" Dokja terdiam begitu melihat akun league of legends milik Yoo Joonghyuk. Apa-apaan angka itu? Katanya dia baru main seminggu tapi kenapa pengikutnya ada 3 digit?
Dia ngecheat?
"Joonghyuk... ngecheat itu tidak boleh."
Joonghyuk membuka mulutnya tidak percaya mendengar itu. "Profesor, kau mengira aku berbohong?"
"Yah... habisnya... angka ini terlalu..."
"Bukan orang lain, tapi kau mengira aku berbohong?" Yoo Joonghyuk terlihat sangat terluka.
"Uhhh, sebenarnya..."
"Apa aku harus mati baru kau percaya?"
"Apa?" Dokja terperangah. "Kenapa juga kau harus mati? Ini bukan hal yang dimana kau harus mengorbankan nyawamu..."
Ekstrim sekali robot ini.
"Han Sooyoung bilang kan, kalau aku menyusahkan, bunuh saja aku." Joonghyuk berucap sedih. "Apa aku akan dibunuh sekarang?"
Astaga, bagaimana bisa dia dengar semua itu? Apa robot ini mengembangkan mesin aneh lagi?
Tapi bagaimanapun, apa Yoo Joonghyuk memang sistem mentalnya lemah begini? Masa dia bilang ingin mati semudah ini? "Yoo Joonghyuk, bukan begitu. Aku tidak akan membiarkanmu mati."
"Tapi kalau aku tidak berguna..."
"Manusia juga ada yang tidak berguna. Tapi aku percaya kau tidak akan jadi seperti itu. Baiklah, gamer saja. Jika kau percaya diri dengan itu. Aku akan belikan perlengkapannya." Ujar Dokja, kemudian.
"Sungguh, profesor?"
"Iya... yang mana yang ingin kau beli?" Dokja meraih ponsel Joonghyuk dan melihat list barang yang sudah masuk ke wishlist-nya. Pilihannya bagus dan mahal, ternyata. Tapi, tentu saja, itu tidak masalah. Karena Dokja... punya banyak uang. Pria yang selama ini mengurung diri di labolatorium dan tidak sempat menggunakan gajinya sendiri, itulah Kim Dokja.
"Profesor, aku akan membayar kembali semua uang yang kau keluarkan untukku," katanya.
"Baguslah kalau begitu." Jawab Kim Dokja, sembari tersenyum manis pada Yoo Joonghyuk. Berpikir kalau Yoo Joonghyuk tidak akan benar-benar seserius itu saat berkata dia akan mengganti uang Profesor Dokja.
***
"Gilyoung. Apa kau tidak ingin kembali ke paman polisi?" Tanya Dokja. Sudah seminggu sejak dia merawat Gilyoung, bocah yang selama ini tinggal dibawah pengawasan kriminal internasional.
Dokja itu sempat mengambil pelajaran psikologi demi membuat Yoo Joonghyuk, jadi dia dengan cepat mampu melakukan sedikit terapi demi mengurangi trauma Gilyoung. Tapi Gilyoung, setelah mendapat semua perhatian tulus dari Dokja itu, dia tidak mau keluar rumah lagi.
Dia bilang dia diculik saat dia sedang keluar, jadi dia takut mungkin akan diculik lagi.
"Gilyoung-ah, bagaimana jika sekolah?" Dokja bertanya lembut. Tidak masalah jika Gilyoung tidak mau. Tujuannya bertanya tentang sekolah bukan untuk mengharapkan nilai yang bagus. Dokja hanya ingin dia mulai membuka diri lagi.
"Apa paman akan menjualku ketempat yang bernama sekolah?" Tanyanya.
"Tidak... aku menyekolahkanmu disana," ujar Dokja. Sedikit kaget karena pertanyaan yang dilontarkan Gilyoung.
"Paman bisa melakukannya semau paman, asal aku tidak pergi ke paman polisi lagi." Gilyoung memeluk boneka yang diberikan Dokja kepadanya dengan erat. Dokja tahu dalam hati anak kecil itu, dia pasti akan mengalami beberapa tahun ketakutan untuk percaya pada orang lain. Tapi itu bukan berarti boleh selamanya tidak percaya orang lain.
"Paman... tidak akan mengembalikanmu ke siapapun."
Gilyoung, yang mendengar itu kemudian melihat Dokja yang tersenyum menenangkannya. Dia merentangkan tangannya, dan Gilyoung berdiri, berlarian kearah Dokja untuk merasakan pelukan hangatnya Dokja. "Paman, apa kau menginginkanku?"
"Iya. Kalau kau tidak mau, kau boleh tinggal disini sampai kapanpun kau mau. Kalau kau mau pergi, tidak masalah juga. Aku akan memberimu banyak uang supaya Gilyoung tidak kelaparan."
Gilyoung memeluk Dokja erat, "Aku tidak akan... kemana-mana."
"Humm, baguslah?" Ucap Dokja.
"Aku akan jadi dewasa dengan tampan dan menikahi paman."
"Apa?" Dokja terperangah.
Sementara Gilyoung kemudian mengeluskan wajahnya pada pakaian Dokja dan tersenyum polos. "Apa paman menyukai pria yang lebih muda---"
BRAKK!!!
Mereka berdua terkejut begitu mendengar suara gebrakan pintu dari kamar Gilyoung. Disana ada Yoo Joonghyuk yang berdiri tegap dengan mata membara,
Menatap tajam kearah mereka berdua yang berpelukan.
"Yang menikahi profesor dimasa depan... adalah aku."
Dokja terperangah. Melihat Joonghyuk kemudian mengangkat sebuah pisau dapur dan mengarahkannya pada Gilyoung. "Kalau kau berani merebutnya, kau akan mati."
Astaga, Yoo Joonghyuk!!! Dia mengembangkan kemampuan aneh lagi?!

KAMU SEDANG MEMBACA
YJH 0.9
FanfictionDihari dimana Dokja hampir menyerah menyempurnakan robot buatannya, percobaannya yang ke 99.99 dengan luar biasanya berhasil. Bahkan melebihi harapannya. Tapi... entah kenapa, robot ini... terlihat sangat terobsesi dengan Dokja?