CHAPTER 22: Memories attack.

1.4K 182 30
                                    

DAVID'S POV.

Aku dan keluargaku sedang menghadiri pesta pernikahan teman kerja ayahku di salah satu pantai di Bahama, dan aku duduk di kursi pantai bersama Dainty saat orang tua kami berdua sibuk berbicara dengan orang-orang dewasa lain nya. Kepala kami bergoyang ke kanan dan kiri mengikuti alunan lagu yang dimainkan orkestra sambil mengagumi matahari terbenam di tepi pantai, namun Dainty tiba-tiba terdiam saat pengantin wanita berjalan ke arah altar dan matanya menatap pengantin itu dengan aneh. Aku sudah mau membuka mulut untuk bertanya apa dia baik-baik saja, tapi dia sudah bicara duluan.

"Aku tidak akan pernah mau menikah," gumamnya pelan.

"Mengapa?" tanyaku dengan dahi berkerut bingung.

Tentu saja aku bingung, disaat hampir semua anak perempuan memimpikan pernikahan seperti di film Disney Princess, anak perempuan paling cantik yang pernah ku lihat ini malah tidak mau menikah.

"Hampir setiap hari orang tuaku bertengkar tak kenal lelah, waktu aku bertanya pada Mom mengapa dia selalu bertengkar dengan Dad, dia menjawab kalau itu adalah bagian dari pernikahan yang harus dijalani, sedangkan aku paling benci pertengkaran." Tatapan matanya tertuju pada pasangan pengantin muda yang sudah berada di altar.

"Tetapi orang tua ku tidak pernah bertengkar," ujarku.

Dia menoleh padaku dan mata nya yang indah itu membesar. "Benarkah? Apa nanti aku bisa seperti orang tua mu juga yang tak pernah bertengkar?"

"Tentu saja bisa, Dainty. Semua orang menyayangimu, kau tidak akan bertengkar dengan siapapun." Aku mengusap puncak kepalanya dengan lembut.

Sebuah senyuman merekah di bibirnya, membuat kedua lesung pipi nya terlihat. "Baiklah kalau begitu, mulai sekarang aku akan mulai memikirkan pernikahan impianku sendiri!"

Aku terkekeh. "Astaga Dainty, kau baru berumur 7 tahun."

"Tahun ini aku 8 tahun! Dan jangan pernah merasa lebih tua dariku Dave, kita hanya beda beberapa bulan saja." Dia memajukan bibirnya dan menyilangkan kedua tangan nya di depan dada, pose andalan nya bila sudah merajuk.

Aku kembali terkekeh. "Kita hampir beda satu tahun, Dainty. Aku lahir di bulan Januari dan kau di bulan Desember, beberapa minggu setelah kau lahir, aku ulang tahun yang ke-1."

"Tapi tetap saja kita lahir di tahun yang sama!" Dia semakin memajukan bibirnya.

Aku menyeringai lalu menarik sudut-sudut bibirnya agar membentuk senyuman. "Kau jelek sekali dengan bibirmu yang maju itu."

Dia menepis tanganku lalu kembali memajukan bibirnya.

Aku tersenyum lembut padanya. "Okay, maafkan aku Dainty. Sekarang beritahu aku pernikahan seperti apa yang kau inginkan? Apa kau akan menikah seperti puteri-puteri di film yang kita tonton?"

Dia memutar bola matanya sambil mencibir. "Aku tidak suka yang seperti itu, anak-anak perempuan yang menonton film itu pasti ingin pernikahan nya seperti itu juga, aku tidak suka sama dengan orang-orang."

"Tentu saja jangan, kau kan jauh lebih keren."

"Jadi tentu saja pernikahan impianku juga akan jauh lebih keren. Aku ingin pernikahan di pantai pada malam hari, tapi bukan disini, aku mau di pantai Vaadhoo Maldives. Aku baca di majalah Mom ada bintang-bintang di bibir pantainya, Dave! Aku ingin pernikahanku nanti di hiasi oleh banyak bintang, dan di pantai Vaadhoo aku bisa melihat bintang di langit dan di pasir, keren kan?"

Aku mengangguk sambil terus menatap wajahnya, mengagumi segala macam ekspresi wajahnya bila sudah membicarakan hal-hal yang dia sukai, binar-binar antusias yang menyala di matanya, bibir yang berceloteh sambil tersenyum, dan tatapan nya yang menerawang, seolah-olah apa yang ada dalam pikiran ada di hadapan nya.

Stellar Collision Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang