CHAPTER 3: Not a "beautiful place" at all.

3.1K 244 5
                                    

BEVERLY'S POV.

Aku  menatap pantulanku di cermin besar yang tergantung di dinding kamar pribadiku di bus, bus yang sedang dalam perjalanan nya membawa kami dari hanggar pesawatku ke The Black Pearl Nightclub New York.

Aku menghela napas lega, bersyukur karena penampilanku sudah jauh lebih baik bila dibandingkan dengan penampilanku saat baru turun dari jet tadi. Tadi wajahku sudah persis hantu, pucat pasi dengan lingkaran hitam tercetak jelas dibawah mataku dan juga rambutku yang awut-awutan karena menjadi korban pelampiasanku untuk mengurangi rasa sakit kepala.

Tapi sekarang, wajahku sudah terlihat lebih 'hidup' berkat make up professional penata riasku yang menutupi semua jejak kelelahan di wajahku, rambutku yang tadinya berantakan sudah diberi tatanan waterfall braid yang sangat cocok bila dipadukan dengan ujung rambutku yang ikal sempurna tanpa dibentuk, pakaianku juga membuat wajahku terlihat lebih cerah, wrap bralet dan mini skirt biru pastel dipadukan dengan blazer biru langit yang bertengger manis di pundakku. Ditambah satu senyuman, orang akan berpikir aku baik-baik saja.

Ya, setidaknya aku kelihatan baik-baik saja dari luar walaupun yang aku rasakan jauh dari kata baik. Kelelahan ditambah jetlag bukanlah dua hal yang baik untuk dijadikan satu, karenanya kepalaku terasa seperti dipukul palu dewa Thor tiap kali aku menarik napas, perutku mual, dan semua persendianku nyeri. Aku benar-benar merasa seperti nenek tua yang berada di ujung usianya.

Aku kembali menatap pantulanku sambil mengerucutkan bibirku karena teringat dengan agendaku sebelumnya, Hibernasi. Kalau saja bukan karena Mr. Rumberg, sekarang bus ini pasti sudah menuju apartemenku yang berada di daerah Central Park West dan aku akan segera bertemu dengan ranjang kesayanganku lalu tidur panjang sampai puas.

"Kau sudah selesai? Kita sebentar lagi sampai," ucap Sakura yang tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar.

"Sudah. Tapi kepalaku masih sakit, obat yang kuminum tadi tidak berguna," gerutuku sambil menghela napas panjang secara berlebihan.

Sakura terkekeh lalu meletakan botol hitam yang bergambar naga mengerikan diatas meja rias. "Obat sakit kepala yang tidak menyebabkan kantuk memang tidak berguna untukmu, makanya aku bawakan ini."

Sebelah alisku terangkat menatap botol mencurigakan itu. "Apa ini?"

"Minuman penambah stamina. Aku harap kau belum lupa kalau kau telah menjatuhkan semua sisa persediaan suplemen dan vitamin di backstage Berlin, tapi saat itu kau  masih bisa bertahan dengan injeksi vitamin c, namun sekarang injeksi vitamin c mu juga sudah habis. Jadi kau tidak punya pilihan lain, sekarang minumlah minuman penyelamatmu ini jika kau tidak mau pingsan disana."

"Baiklah, terima kasih Sakura. Tapi...." Aku memberikan jeda di kalimatku lalu menyeringai, "Darimana kau dapatkan botol penyelamatku ini?"

"Dari supir!" sahutnya ringan lalu tidak sampai tiga detik ia reflek menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan nya. "Ups!"

Seringaiku tersungging dan aku menatapnya dengan sebelah alisku yang terangkat  tinggi. "Sudah kuduga. Aku tidak akan meminumnya, lebih baik kau kembalikan saja dengan pemiliknya."

Sakura mengerang frustasi. "Oh come on Bevy, ini semua untuk kebaikanmu. Kau tidak mau kan jatuh pingsan di pintu masuk? Itu akan melukai harga dirimu yang berlapis berlian."

"Aku  hargai kepedulianmu, tapi aku tetap tidak akan meminumnya," ucapku final sambil berjalan keluar kamar.

Memang nya bertahun-tahun hidup denganku dia belum cukup mengenalku juga? Beverly Rulin tidak pernah dan tidak akan minum minuman yang tidak jelas labelnya, terlebih minuman yang dia berikan tadi biasa diminum oleh supir, siapa yang bisa menjamin minuman itu cocok untuk perutku atau tidak? Ditambah dengan keadaan perutku yang sedang sangat sensitif, aku tidak mau gara-gara minuman itu aku malah mempermalukan diriku sendiri dengan muntah didepan semua wartawan.

Stellar Collision Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang