Jangan lupa klik bintang dan beri komentar 🧡
.
.
.
.Diana masih terkejut karena melihat langsung cek-cok antara Rangga dan Tante Ayesha. Bahkan gadis itu tidak menyangka, bahwa sosok yang selama ini dia suka diam-diam, bisa sekurang ajar itu dengan ibunya. Juga, Diana tidak menyangka, pertemuan pertamanya dengan si penulis favorit, justru malah tidak mengenakkan.
"Diana, Vava punya ini." Mata Diana yang tadinya menatap segelas sirup, kini beralih menatap Nova yang duduk di sampingnya. Sudah cantik dengan sebuah gaun brokat, juga mahkota. Kalau tidak salah dengar tadi, anak itu sedang cosplay menjadi Princess Belle.
"Wah." Diana berusaha agar wajahnya benar-benar terlihat antusias dengan sebuah kotak yang dipamerkan Nova. Pikiran gadis itu masih blank, tidak mungkin jika dia menanggapi pemilik acara ulang tahun ini dengan ogah-ogahan. "Lucu banget."
"Ini dikasih sama Abang. Buat kamu aja." Nova membuka kotak itu, diambilnya sebuah bando mutiara. "Kan kamu sekarang temannya Vava."
Wajah Diana berubah bingung. "Kok dikasih ke aku? Kan itu punya Nova."
"Udah punya. Sebenarnya ini ada empat. Satu buat Mama, satunya buat Kakak, satunya lagi buat Vava. Terus, ini buat kamu." Anak itu meminta Diana agar membungkuk dan memakaikannya bando. "Kamu cantik."
Diana tersenyum lebar.
"Tapi masih lebih cantik Kakak."
Senyuman Diana berkurang, tak selebar tadi. Iya deh, terserah anak itu saja. Tapi biasanya, ucapan anak kecil itu jujur dari hati. Ah, bahagianya dipuji cantik sama adiknya crush.
"Va, potong tumpengnya nanti dulu ya. Nunggu Abang yang masih nangis di kamar, sebentar lagi juga ke sini kok."
Diana menatap orang yang baru datang itu, keningnya berkerut. Wajahnya mirip Rangga, tapi suaranya lebih deep dan rambutnya disisir rapi ke samping. "Rangga?"
Orang itu menatap Diana dan menggeleng. "Bukan, adiknya."
"Hah?" Diana beralih menatap Nova yang memakan mochi. "Ini namanya Mas Gilang, kakaknya Vava," ucap anak itu.
"Vava punya kakak tiga!" Penuh semangat, Nova mengacungi tiga jarinya. "Kakak, Abang, sama Mas Gilang. Kata Papa, Abang sama Mas Gilang itu kembar. Terus, kembar itu pas diperutnya bareng-bareng, beda sama Vava dan Kakak, soalnya sendirian pas di dalam perut."
Diana menganggukkan kepalanya. Dia baru tahu jika Rangga memiliki saudara kembar. Tak lama kemudian anggota keluarga yang lain berkumpul, duduk melingkar di atas karpet mengelilingi meja yang terdapat tumpengnya. Selang lima menit, Rangga bergabung dengan mata merah dan sembab.
Setelah acara ini-itu ala-ala Kiara, mereka kini menikmati nasi kuning di piring masing-masing. Diana makan dengan anteng, sesekali melirik Rangga yang sepertinya sedang telepati dengan saudara kembarnya. Karena dua orang itu sejak tadi tak berhenti saling lirik dan mengirim kode dengan raut wajah.
Selesai acara, Diana bingung harus apa. Akhirnya dia melangkah ke teras, menikmati semilir angin sore yang mendatangkan kantuk.
"Di, lo pulangnya diantar Gilang ya."
Diana menoleh ke sumber suara, matanya kemudian mengikuti arah yang ditunjuk Rangga. "Iya, enggak apa-apa."
"Sorry, gue enggak bisa antar. Makasih juga ya, udah mau datang ke acaranya Nova, mungkin kedepannya dia ngerecokin lo terus, soalnya dia udah anggap lo bestie dia." Rangga mendengkus di akhir kalimat. "Kayak tahu aja, bestie itu apaan."
"Enggak apa-apa kok, Ga. Santai aja."
"Sana, nanti keburu sore."
"Gue belum pamitan," ucap Diana, sedikit melongok ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kaktus • Tamat
Подростковая литература#3 "Seriusan lo nge-crushin cowok friendly kayak Rangga?!" "Itu sama aja menyakiti diri sendiri, Diana." "Yah ... gimana dong? Gue enggak sengaja suka sama dia, sumpah. Enggak bisa kalau mau dicancel." - Diana Pusparini. Diana menyukai salah seorang...