Prolog

2.4K 78 9
                                    

Bismillah, semoga bisa sampai tamat dan gak stuck di tengah jalan. Aamiin

Welcome! Telah hadir lapak baru, semoga kalian suka ❤️

Siswa-siswi berseragam putih biru terlihat memenuhi lapangan. Cuaca pagi menjelang siang ini begitu cerah, tapi rasanya seperti dijemur di siang bolong. Panas sekali.

Seorang siswi dengan papan nama bertuliskan 'Diana Pusparini' terlihat mengipasi wajahnya dengan menggunakan buku di tangannya. Pukul sembilan lebih lima belas menit. Tapi kegiatan MOS di hari terakhir belum dimulai. Pengurus OSIS masih berkeliling, memeriksa kelengkapan tetek-bengek MOS yang diadakan di SMA Arjuna.

"Buruan maju ke depan!"

Yang dibentak orang lain, tapi Diana ikut kaget dan takut. Ia menurunkan tangannya dan menatap ke depan. Ia yang duduk di barisan ke tiga bisa melihat jelas siapa yang diminta maju ke depan. Di papan namanya tertulis Rangga Abizar G. Nama yang bagus.

"Lo tahu apa salah lo?"

"Maaf, kak." Siswa itu terlihat menunduk.

"Lo kenapa dari tadi main HP?"

"Maaf, kak, saya ngaku salah."

Pengurus OSIS itu terlihat berpikir sejenak. "Nama lo?"

Siswa tadi menunjuk papan namanya. "Panggil aja Rangga, kak."

"Agama?"

"Islam, kak."

"Coba lo bacain surat Al-Qur'an. Terserah mau surat pendek atau surat panjang. Mau surat Al Ikhlas, An Nasr atau Alfatihah, terserah lo. Kalau surat panjang, lima ayat aja. Pakai ini."

Siswa bernama Rangga tadi menerima uluran mikrofon. Diana sedikit memajukan tubuhnya dan membuka telinga lebar-lebar. Penasaran dengan suara siswa itu, apakah bagus seperti penyanyi favoritnya? Atau biasa saja? Atau seperti remaja puber pada umumnya, sember?

"Bismillahirrohmanirrohim."

Seketika lapangan menjadi hening. Dania berdecak saat dua teman barunya menyenggolnya berkali-kali. "Diam dulu." Gadis itu tak ingin diganggu oleh siapapun. Menurutnya, suara Rangga benar-benar ... tak mampu diucapkan dengan kata-kata.

"Wal-mursalaati 'urfaa. Fal-'aashifaati 'ashfaa. Wan-naasyiroti nasyroo." Siswa itu mengedarkan pandangannya dan tak sengaja bertemu padang dengan Diana selama beberapa detik.

"Fal-faariqooti farqoo. Fal-mulqiyaati dzikroo."

"Beri tepuk tangan yang meriah buat Rangga!" seru ketua OSIS. Seketika lapangan riuh dengan suara tepukan tangan. Yang diberi tepukan tangan hanya cengar-cengir.

"Pasti nanti Rangga langsung direkrut jadi anggota rohis."

"Surat apa tadi?" tanya seorang guru pembimbing MOS.

Rangga mengangkat kepalanya dan lagi-lagi bertemu pandang dengan Diana. Ia berdeham dan membali mendekatkan mikrofon ke mulutnya. "Surat Al Mursalat, surat ke 77, artinya Malaikat yang Diutus, terdiri dari 50 ayat, dan termasuk suray Makkiyah. Ini surat terakhir di juz 29."

Tepuk tangan kembali terdengar, jauh lebih meriah daripada tadi.

"Anak pesantren atau sekolah islam?" tebak pengurus OSIS lain. Ia menatap logo sekolah menengah pertama di seragam Rangga. Tapi di sana ada logo sekolah SMP favorit di kota ini.

Rangga menggeleng. "Anak rumahan kok, kak. Bukan anak ustadz atau guru agama. Bukan cucu kyai juga."

"Wow! Hebat ya. Jarang loh, anak rumahan yang punya hafalan kayak kamu. Nih."

Setelah menerima dua batang cokelat dari ketua OSIS, Rangga kembali ke tempatnya duduk. Diana mengikuti pergerakan Rangga. Hingga siswa itu menoleh ke arahnya dan tersenyum.

Diana yang tidak bisa menahan senyumnya langsung menunduk. Kemudian ia melirik Rangga melalui ekor matanya, siswa itu ternyata sedang tertawa. Diana berharap, bisa terus bisa melihat Rangga. Penyemangat barunya.

Sejak itu, Rangga menjadi sosok yang pertama kali Diana cari ketika memasuki kelasnya.

Sampai kelas dua belas.




Gimana sama prolognya? Rangga itu kayak gimana sih di mata kalian? Beberapa kali kan Rangga muncul di cerita mak bapak dan kakaknya.

😔☝🏻 Aku mau ikut nge-crushin Rangga, soalnya dia tuh tipeku banget. Diana, kita saingan ya

--Prolog aja dulu, lanjutannya besok ❤️

Gadis Kaktus • TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang