"Suapin lagi dong, Didi."

936 52 5
                                    

Selamat membaca. 🤗
.
.
.
.
.

Malam semakin larut, Diana mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya. Meskipun sudah tidak menggigil seperti dua malam sebelumnya, ia masih merasa dingin meskipun seharian sudah berada di dalam selimut.

"Diana."

"Iya, Mi. Aku masih pusing." Diana menyembunyikan kepalanya di dalam selimut. Sepertinya karena dia terlalu banyak menangis, jadi merasa pusing.

"Kamu kenapa sih? Kok kayak orang patah hati." Umi bersandar di pintu dan menatap putrinya.

"Enggak patah hati kok, Mi. Sok tahu. Aku tuh meriang, bukan patah hati."

Umi berdecak. "Enggak tahu aja kamu, dulu Umi sering kayak kamu ini. Nangis diam-diam di kamar, sampai kepalanya sakit."

"Memangnya Umi nangisin siapa?" Kepala Diana keluar dari selimut. Padahal dia sakit karena kelelahan, bukan karena patah hati. Jika patah hati, karena siapa? Rangga? Ah, dia kan sudah uncrush.

Umi mendekat dan duduk di samping Diana. "Umi itu rasanya kesal sama diri sendiri, bisa-bisanya jatuh cinta sama cowok friendly dan playboy. Ya pasti dibuat sakit setiap hari. Nyesek banget, Di. Tapi Umi udah terlanjur cinta, logika enggak bisa dipakai."

"Umi ... bodoh ya dulu?" tanya Diana pelan-pelan. Masa iya ibu sendiri dikatai bodoh. Meskipun kenyataannya iya.

"Iya. Bodoh banget. Enggak pernah ada niatan buat lupain dia dan cari cowok lain. Itu karena Umi yakin, suatu saat nanti dia bisa sadar kalau ada Umi yang tulus mencintai dia."

"Kalian pacaran?"

Umi meringis dan mengangguk. "Banyak yang suka sama Umi, tapi kan Umi udah punya pacar. Banyak banget yang nyuruh Umi supaya putus sama pacar, tapi Umi keras kepala."

"Pacarnya Umi itu suka gak sama Umi?"

"Enggak tahu, yang nembak duluan juga Umi."

Kedua sudut bibir Diana berkedut. "Enggak malu nembak duluan?"

"Enggak tuh," sahut Umi cuek. Sepertinya benar-benar tidak malu.

"Sekarang pacarnya Umi itu dimana?" tanya Diana penasaran. Bagaimana rupa laki-laki itu, sampai-sampai Umi menjadi bodoh karena cinta.

"Dia hamilin cewek, terus ditinggal pergi."

Kedua mata Diana melotot, tangannya menepuk lutut Umi. Meminta penjelasan lebih lanjut. "Seriusan? Kok bisa hamil, Mi? Kasihan ceweknya."

Umi mengangguk mantap. "Tapi nikah dulu, baru dihamilin. Setelah itu ditinggal pergi merantau lagi."

"Memangnya siapa laki-laki itu, Mi?" Kini Diana menatap iba pada Umi, berarti perempuan itu ditinggal nikah.

"Abah."

Reflek Diana memukulkan gulingnya pada Umi hingga wanita itu terbahak-bahak. "Ih, Umi mah nyebelin banget. Aku udah nyimak serius, malah kayak gitu."

"Ya kan itu faktanya."

"Udah tahu Abah buaya darat pada masanya, kok Umi mau sih?" tanya Diana.

"Effort dia, Di. Dia berjuang untuk menepati janjinya, bahwa Umi akan jadi satu-satunya ratu di hidupnya."

"Tata, kamu ghibahin aku ya?!" teriak Abah dari luar kamar.

Buru-buru Diana masuk selimut, begitu juga dengan Umi yang ikut berbaring di samping Diana. "Pura-pura tidur," bisik Umi. Dua perempuan itu langsung berpose seolah-olah sedang tidur nyenyak.

Begitu pintu kamar terbuka, akting mereka langsung semakin menjiwai. Bahkan Diana sampai pura-pura ngiler.

"Yah, Diana udah tidur, Ga. Besok lagi aja ke sininya."

Gadis Kaktus • TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang