Bagian 2

5.5K 235 10
                                    

"Bangun!" Nova sudah menepuk-nepuk pipi Vena dengan kencang. Selama tiga tahun terakhir, hanya Nova yang bisa melakukan itu tanpa membuat Vena menjadi berang.

Vena baru saja membuka matanya separuh, ketika Nova sudah berseloroh sambil sesekali mengibaskan rambut layernya yang menjuntai sebahu ke belakang, "Kamu gak tau diri atau apa, yah?", Nova memicingkan matanya, "Kesempatan emas bisa kamu buat kacau dalam satu kedipan mata!" Ia mendaratkan bokongnya ke tepian kasur kapuk Vena yang seprei-nya belum juga diganti. Nova menarik Vena untuk mengangkat separuh tubuhnya agar terduduk di atas kasurnya. Kemudian, ia membekap kedua pipi Vena dan membuat wajah Vena menoleh ke arah satu-satunya jendela yang ada di kamar kecil itu, yang sudah dibuka lebar-lebar oleh Nova. "Lihat!", Nova menyerukan di dalam nada bicaranya, "Selain jendela itu, masih ada pintu yang bisa kamu buka lebar-lebar agar kamu bisa keluar dari kamar kumuh ini dan me,-" Kalimatnya terputus.

Vena membekap mulut Nova sebelum sepupunya itu melanjutkan perkataannya. Ia mendekatkan wajahnya untuk bisa membasahi wajah Nova dengan 'uap' pagi hari dari nafas mulutnya. Vena baru saja mengucapkan, "Gu,-"

Nova sudah mendorong wajah Vena untuk menjauh dari jarak endus hidungnya. "Oh, astaga... Vena..." Ia mengerutkan pangkal hidungnya dan mengeluarkan tas make up kecil dari dalam tas besarnya yang berwarna merah muda. "Lihat, nih... aku bawa apa, niiih..."

"Sekumpulan perangkat yang membuat waktu perempuan terbuang?" Vena menadakannya dengan nyinyir. Nova melengos. "Merias diri untuk tampil layak bukanlah buang waktu, Ven...", tegasnya.

"Diem! Lo pikir gue gak tau apa yang elo tau? Caranya merias diri? Caranya tampil elegan dan menarik? Caranya bersikap santun dan manis? Bagaimana menghargai orang lain dan menyenangkan hati orang?" Vena menarik lengan bajunya yang sebelah kiri dan menunjukkan deretan bekas luka goresan di situ, "Lihat ini! Apapun tampilan gue, sekalinya orang lihat ini..." Suara Vena sudah tercekat, "Mereka tersenyum di depan lalu berkasak-kusuk di belakang... tentang ini!!!"

Nova menghela nafasnya. "Itu kebodohan kamu dulu. Sekarang, kan... kamu bi,-"

"Diem!!!", potong Vena lagi, "Jangan ajarin gue caranya berlaku bagai tuan puteri! Dulu, pernah gue lakonin itu sampai buta! Saat seorang pe,-" Vena tak meneruskan kalimatnya.

"Pecundang?" Nova menyambung sambil menatap lurus ke mata Vena. "Maafkan diri kamu sendiri. Relakan mereka..."

Vena menggeleng pelan sambil bersedekap memeluk kedua lututnya yang menekuk di depan dadanya. "Lucu... gue pernah kasih nasehat yang sama. Dulu... gue terlalu mene,-" Vena tak meneruskan kalimatnya lagi.

Nova meletakkan tas make up-nya ke atas meja yang berseberangan dengan ranjang Vena. "Aku gak bisa buat kamu berubah kalau kamu gak mau, Vena. Itu rasanya... seperti kerja rodi. Aku cuma bisa terus menabur sama kamu dan percaya di dalam hatiku, apa yang aku kerjakan sekarang... gak akan sia-sia. Suatu saat, di suatu tempat, dengan orang lain... mungkin kamu bisa temukan siapa diri kamu lagi."

Vena menggeleng kencang. "Gue gak mau jadi yang seperti itu lagi!!! Itu Vena yang sempurna dengan kesombongannya!!! Saking sempurnanya, sampai enggak terdeteksi!!!" Vena melirik tas kecil yang Nova letakkan di atas meja. "Bawa peralatan lo itu! Gue gak butuh merias diri! Ini muka asli gue! Kalo lo gak suka, gak usah dilihat!!!"

"Vena!!!", suara Nova sudah meninggi, "Masalahnya, kamu masih manusia dan hidup! Dan terlihat!" Ia bangkit berdiri. "Aku cuma mau ingetin kamu karna besok... aku pindah ke luar kota..."

Vena terdiam. Mulutnya mengatup dan matanya berpaling ke arah lain. Ia tidak ingin Nova mendapatinya merasa kehilangan. Aku sendiri dan biasa sendiri, Vena membatin. Menguatkan dirinya agar tidak mendadak cengeng, mendengar Nova akan pergi. Terbiasa ditemani... hanya menjadikanku lemah, Vena kembali membatin. Ia mengeraskan rahangnya yang bertekstur tegas, dengan mulutnya yang terkunci rapat-rapat. Gigi-geliginya pun memaku dengan kuat. Ia tidak ingin mengucapkan salam perpisahan apapun yang terdengar manis bagaikan permen jelly kesukaan Nova.

Rasa SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang