Bagian 24-Bagian Terakhir

3.5K 140 13
                                    

Beberapa tahun kemudian…

“Bu Vena”, seorang anak remaja menghampiri Vena, “apakah kita hidup di negeri yang aman?”

Vena tersenyum. “Tempat di belahan dunia manakah yang benar-benar aman dari apapun juga? Tidak ada. Tetapi kita bisa memiliki kesadaran bersama untuk mulai menciptakannya.”

“Apakah kita yang ada di sini, bisa hidup dengan perbedaan yang begitu majemuk?”, tanya remaja perempuan itu lagi.

“Sudah berapa puluh tahun, kita ada dan masih tetap ada, dengan begitu banyaknya perbedaan?” Vena balik bertanya.

“Baik, Bu”, kata remaja itu lagi, “satu lagi, nih.” Ia melirik tulisan di buku catatannya, “Menurut ibu, sampai kapan, Indonesia akan tetap ada dengan segala kemajemukannya, dalam keadaan tetap damai tanpa penindasan?”

Vena tertawa. Ia tidak percaya kalau dirinya mendapatkan pertanyaan semacam itu. “Cuma kita yang bisa menentukan jawabannya”, sahut Vena, “dimulai dari jawaban kamu. Apakah kamu akan tetap mengijinkan persamaan hak asasi manusia di sini, bila nanti kamu punya kekuatan untuk mempengaruhi opini banyak orang? Harapan saya, saat kamu menawarkan pilihan, kamu tidak melakukannya dengan menyisipkan atau mengusung kebencian terhadap sesama manusia.” Vena sedikit menahan nafasnya lalu melanjutkan, "percayalah, membenci itu melelahkan. Baik membenci diri sendiri maupun membenci orang lain yang kita anggap berbeda, entah lebih besar dari kita ataupun lebih kecil dari kita."

“Tambahan lagi, nih, bu…”, kata anak remaja itu lagi, “bagaimana tentang perbedaan sudut pandang di dalam menjalani kehidupan kita di dalam bermasyarakat? Dan apa yang pantas diterima oleh pelaku kejahatan? Apakah pelaku kejahatan tidak layak untuk dibenci?"

“Bukankah negara kita memiliki hukum tertulis yang mengatur kehidupan kita di dalam berbangsa dan bernegara, juga bermasyarakat? Juga memiliki hukum peradilan terhadap pelaku kejahatan? Kalau kita adalah pelaku kebenaran, kita tidak melakukan kejahatan. Apakah membenci sesama manusia adalah hal yang benar?"

“Bu…” Remaja itu mulai senyam-senyum. “Apa Ibu setuju dengan aspirasi anak-anak muda?"

"Kenapa enggak? Kalo memang positif. Untuk menentukan itu positif atau tidak, kan ada musyawarah untuk mufakat. Orang tua dan anak muda bisa berkomunikasi untuk saling memberikan pengertian."

Kemudian, anak remaja itu menanyakan tentang masa lalu Vena yang sempat menjadi gunjingan panas. Vena pun menjawab, “Di hadapan Tuhan, saya pastinya tidak bersih. Tetapi saya percaya, Tuhan tidak membenci saya dan Ia mengampuni saya”, Vena mengulum bibirnya, “apakah kamu membenci saya?”

Remaja itu menggeleng. “Enggak, bu.”

“Baiklah, itu sudah cukup bagi saya.” Vena tersenyum sambil menepuk-nepuk bahu remaja itu. “Terima kasih untuk tidak membenci saya.” Kemudian Vena menyambar sapu yang tadi disandarkannya ke pagar rumah, untuk kembali digunakannya demi membersihkan daun-daun kering di pekarangan rumahnya. “Saya nerusin nyapu halaman dulu, ya…”, katanya.

“Iya, bu. Terima kasih sudah membantu survey saya”, sahut remaja itu, kemudian berpamitan dan beranjak pergi dari situ.

Vena terus menyapu apa yang harus disingkirkan dari rumahnya. Dan ia masih memiliki banyak pekerjaan “menyapu” segala sesuatu yang tidak baik dari dalam pikiran, hati, maupun kehidupannya. Ia berharap dirinya bisa sukses di dalam hal yang satu ini.

“Mamaaaa…”, suara Rudy terdengar, setelah didahului derum mobilnya. Ia menepikan mobilnya itu ke depan rumah sambil menjulurkan kepalanya keluar dari dalam jendela mobil yang bergerak turun membuka. “Apa kabarmu hari ini, sayang?”, tanya Rudy lagi, yang telah menikah dengan Vena.

Vena tersenyum. “Sehat", katanya.

Lalu, bagaimana dengan kabar orang banyak?

Vena mungkin akan menyuarakan "Stop Bullying" bagi mereka.

Vena berharap dirinya bisa melakukan apa yang telah orang-orang lakukan baginya. Karena Vena mulai melihat bahwa ada sebagian orang yang telah mengerahkan segala daya upayanya, jerih lelah dan suaranya, baik di dalam berkarya, maupun di dalam bidang lainnya, berusaha membangkitkan banyak orang yang terpuruk. Dan yang tidak pernah Vena sangka, mereka melakukannya untuk orang yang tidak mereka kenal dengan baik, bukan siapa-siapa, selain yang terbuang dan tersisih, dan upaya itu dilakukan dengan sedemikian rupa, melampaui batasan-batasan yang Vena pikir hanyalah sejengkal-dua jengkal. Salah satu dari orang-orang itu adalah Rudy. Rudy telah mendampingi dan memberikan Vena keberanian untuk melihat kehidupan nyatanya kembali. Vena berharap... setidaknya, dirinya bisa melakukan hal sesederhana yang Rudy lakukan. Namun...

...Aku tidak harus menikahi semuanya, Vena membatin, memberi atau menolong, tidak berarti harus memiliki atau mengendalikan orang yang ditolongnya, kecuali kau memiliki wewenang untuk melakukannya secara... sah, legal dan sesuai dengan kepantasan. Tidak ada kemenangan yang sejati di dalam tindakan yang sewenang-wenang.

***

Bullying adalah penggunaan kekerasan atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Perilaku dapat merupakan suatu kebiasaan, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik. Hal ini dapat mencakup pelecehan lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu, mungkin atas dasar kelas, ras, agama, gender, seksualitas, penampilan, perilaku, atau kemampuan. Jika intimidasi dilakukan oleh sebuah kelompok, itu disebut mobbing. Korban bullying telah disebut sebagai "target".

Sumber: Wikipedia.

https://en.wikipedia.org/wiki/Bullying

***

SELESAI

(dalam cerita)

Rasa SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang