1

1.7K 121 32
                                    

"Ya! Choi Yeonjun! Kemarilah!" Teriakan lantang tersebut mendadak membuat suasana kantin menjadi sunyi. Tak ada yang berani bersuara saat Choi Beomgyu sudah berteriak dengan lantang. Bahkan beberapa staf sekolah yang berada di kantin tak berani menegur.

Segala bentuk penindasan dan pelecehan yang dilakukan pemuda bermarga 'Choi' tersebut seakan menjadi rahasia yang harus mereka tutupi dengan rapat jika tak ingin sekarat. Kekuasaan sang Ayah lah yang akan selalu ia todongkan sebagai senjata. Ia adalah putra dari donatur terbesar di sekolah ini, wajar saja jika tak ada yang berani mengusiknya.

Beberapa dari mereka hanya menunduk takut dan berusaha mengabaikan apa yang akan terjadi, tak sedikit juga yang menatap was-was pemuda manis yang berjalan dengan diselimuti rasa takut.

"Choi Yeonjun, ayo kita makan bersama!" Pemuda manis itu meremat kuat nampan berisi makan siangnya. Dalam beberapa langkah lagi, ia tak bisa menebak hal apa yang akan terjadi. Choi Beomgyu tak pernah berhenti mengusik hidupnya semenjak pemuda itu pindah ke sekolah ini.

"Sayang, cepat kemari!" Tubuhnya bergetar hebat, kini ia sudah berdiri di samping pemuda bengis itu. Ia hanya bisa menggigit bibir dalamnya saat pemuda itu mulai menggerayangi pantatnya.

"Kau pasti lapar kan?" Ia hanya bisa pasrah saat pemuda itu mengambil alih nampannya dan sengaja menjatuhkannya hingga isinya berserakan di lantai.

Ngilu dihatinya semakin terasa saat pemuda itu menginjak-injak makanan yang sudah berserakan di lantai dengan wajah angkuh.

"Sekolah ini diperuntukkan bagi orang kaya saja, dan orang miskin sepertimu bisa bersekolah di sini karena mendapat beasiswa. Jadi, bukankah memang seharusnya kau diperlakukan beda?" Kedua matanya memanas saat rambutnya dijambak dengan kuat, ia hanya bisa mendesis pelan.

"Kau bisa memakan makananmu sekarang, aku sudah berbaik hati menghaluskannya untukmu." Bisiknya sebelum mendorong yang lebih tua hingga terjatuh.

"Akh..." Air matanya sudah tak terbendung lagi, apalagi setelah Beomgyu menendang punggungnya.

"Kami semua membayar mahal untuk mendapatkan fasilitas terbaik di sekolah ini, jadi tidak adil saja jika kau bisa mendapatkannya dengan mudah tanpa mengeluarkan uang sepeser pun! Makanan ini cocok untuk rakyat miskin sepertimu."

"CEPAT MAKAN!" Beomgyu tersenyum puas saat tangan bergetar tersebut mulai memunguti makanan yang sebenarnya sudah tak layak untuk dikonsumsi.

"Bagus, anak pintar." Ujarnya sembari mengusak surai hitam tersebut. Kejadian seperti ini bukan yang pertama kalinya, namun sudah yang kesekian kalinya.




















"Lepas seluruh pakaiannya!" Beomgyu melonggarkan dasi yang sejak pagi mencekik lehernya, sebatang rokok yang semula dipegang kini sudah tersemat diantara kedua bibirnyaa.

"Ya! Choi Soobin! Pegang kamera ini!" Pemuda dibelakangnya dengan sigap menangkap kamera yang ia lempar asal.

"Kau sudah mengunci pintu gudang?" Pemuda jangkung itu menganggukkan kepala.

"Sudah, Soomin dan Juhyeon mengawasi di depan." Seringaiannya semakin lebar saat melihat sang mangsa sudah tak bisa berkutik lagi.

"Rekam dengan benar!" Jari telunjuknya yang terangkat memberi kesan mutlak. Dan hanya anggukan kepala yang akan diterima.

"Tolong biarkan aku pergi, hiks..." pintanya, ia terus meronta saat keempat pemuda yang mengelilinginya mulai membatasi ruang geraknya dengan menahan kedua kaki dan tangannya. Ia tahu apa yang akan terjadi.

"Kenapa terburu-buru sekali?" Ujar Beomgyu sembari menghisap rokoknya. Ia terkekeh melihat pemuda dihadapannya terbatuk saat ia meloloskan asap rokok dari dalam mulutnya.

Andai Saja Aku Tahu [BEOMJUN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang