12

758 83 27
                                    

"Nak? Kau tidak sarapan terlebih dulu?" Yeonjun menggelengkan kepala sembari memperlihatkan paper bag berisi bekal yang ia bawa. Walau keadaannya sudah membaik, tetap saja nyeri dihatinya tak kunjung berakhir setelah mengetahui fakta menyakitkan itu.

"Ibu, aku sudah membuat bekal. Tadi aku juga sudah sarapan dengan lauk yang kumasak." Ujarnya sembari duduk di samping sang Ibu yang menatap sedih makanan di hadapannya.

"Apa kau sudah bosan memakan masakan Ibu?" Cetusnya dengan raut sedih yang tanpa sadar menyalurkan kesedihan pada sang anak.

"Kenapa Ibu berbicara seperti itu? Sampai kapanpun aku tidak akan pernah bosan memakan masakan Ibu."

"Lalu, kenapa kau memasak bekalmu sendiri dan tidak sarapan bersama Ibu di sini?" Yeonjun menghela nafas, jawaban untuk pertanyaan ini memang sudah ia siapkan, namun tetap saja terasa berat untuk ia katakan.

"Ibu, aku hanya sedang ingin memasak saja. Aku baru menemukan resep baru, aku juga sudah menyisakan untuk Ibu coba, Ibu bisa menghangatkannya nanti." Wanita itu mengangguk dengan senyum yang kian melebar.

"Ibu akan mencobanyan nanti." Yeonjun mengangguk dengan senyum manisnya.

"Kalau begitu aku akan berangkat dulu. Tolong jaga diri Ibu baik-baik."

"Nak? Apa adikmu tidak menjemputmu hari ini?" Yeonjun mengendikkan bahu.

"Aku tidak tahu, Ibu. Aku berangkat dulu. Sampai jumpa." Ujarnya sebelum mengecup pipi sang Ibu dan bergegas ke sekolah.









"Selamat pagi, hyung." Baru saja Yeonjun membuka pintu, sapaan pemuda jangkung itu seakan menjadi pertanda jika harinya akan berjalan dengan buruk. Ia menghela nafas berat.

"Ibu ada di dalam." Ujarnya sebelum melenggang pergi, namun nyatanya pemuda itu malah mengikutinya dari belakang.

"Apa yang hyung bawa?" Kini pemuda jangkung itu mengimbangi langkahnya, mencoba menciptakan percakapan diantara keduanya, walapun ia tahu bahwa Yeonjun pasti akan mengabaikannya.

"Mulai sekarang hyung akan berangkat dan pulang bersamaku." Ujar Beomgyu dengan senyum cerah, namun luka yang telah ia torehkan tak semudah itu untuk disembuhkan.

"Aku bisa berangkat dan pulang sendiri." Balas Yeonjun dengan penuh penekanan.

"Aku tahu, tapi Ibu memintaku untuk menjagamu, hyung." Yeonjun terkekeh, sikap Beomgyu semakin memuakkan sekarang.

"Menjagaku? Mana bisa aku mempercayai orang yang sudah berulang kali melecehkanku untuk menjagaku. Andai fakta ini tidak terungkap, aku yakin sikapmu tak akan berubah drastis seperti ini." Beomgyu menundukkan kepala, ia tak mampu berkutik jika Yeonjun sudah mengungkit hal ini.

"Aku tahu, kesalahanku memang fatal, hyung bisa melakukan apapun untuk membalas semua kesalahanku. Aku ingin menebus semua perbuatanku." Yeonjun terkekeh.

"Kalau begitu menyingkirlah dari hadapanku! Aku ingin sekali membunuhmu andai kita tak sedarah." Ujarnya sebelum mempercepat langkahnya, berlama-lama dengan Beomgyu hanya akan memperparah luka batinnya.

"Aku tahu responmu akan seperti ini. Tapi aku benar-benar menyesal, hyung. Aku ingin hubungan kita selayaknya saudara pada umumnya." Lirih Beomgyu sembari menatap punggung Yeonjun yang perlahan menjauh. Sepertinya ia belum sadar sefatal apa kesalahan yang telah ia lakukan hingga begitu berharap hubungannya dengan Yeonjun bisa seperti kakak dan adik pada umumnya.


















"Ya! Choi Yeonjun! Kemana saja kau?" Tanya seorang pemuda yang duduk tepat di depan Yeonjun, teman-teman yang lain memanggilnya dengan sebutan 'ketua kelas'.

"Sakit." Jawab Yeonjun sembari merapikan mejanya dan memasukkan alat tulisnya ke dalam tas.

"1 minggu kau sakit?" Ujar pemuda itu dengan raut tak percaya. Yeonjun bahkan begitu muak melihat wajahnya yang begitu menjengkelkan.

"Memangnya kenapa? Berapa lama aku sakit bukan urusanmu!" Balasnya dengan malas.

"Kalau kau sering membolos seperti ini, peringkatmu bisa turun. Apalagi kau orang miskin, beasiswamu bisa dicabut jika peringkatmu turun." Ujarnya dengan nada mengejek.

"Lalu kenapa manusia yang rajin belajar sepertimu tidak pernah bisa masuk peringkat 3 besar paralel? Aku yang sering bolos saja bisa menempati tempat pertama, kenapa manusia rajin sepertimu tidak bisa?" Balas Yeonjun tak kalah sinis, sukses sekali membuat sang lawan bicara terdiam menahan amarah.

"Kenapa diam saja? Apa aku salah?" Yeonjun terjingkat kaget saat pemuda dihadapannya menendang meja di sampingnya, lantas menarik kerah seragam Yeonjun.

"Kau tidak seharusnya bertindak sombong seperti ini." Yeonjun memejamkan matanya saat pemuda itu hendak memukulnya.

"Berani-beraninya kau!" Yeonjun membuka sebelah matanya saat mendengar suara berat tersebut. Kedua matanya membola saat mengetahui siapa pemuda tersebut.

"Heeseung-ah, dia yang memulai." Ujar pemuda tersebut sembari melepaskan cengkramannya pada kerah seragam Yeonjun.

"Kau pikir aku tidak mendengar obrolan kalian dari luar?" Pemuda itu terlihat ketakutan setengah mati saat Heeseung mengusap-usap rambutnya dengan senyum sinis.



BRAAKKK!!!


Yeonjun membungkam mulutnya saat Heeseung membenturkan kepala pemuda tersebut meja, kaca mata yang dikenakan pun langsung pecah dan sebagian serpihan kaca tersebut melukai wajah si empu.

"Heeseung-ah..." lirih Yeonjun saat melihat darah yang mengucur dari hidung pemuda tersebut. Heeseung yang melihatnya malah tersenyum puas dan kembali menjambak rambut pemuda tersebut.

"Sekarang cepat pergi ke UKS, kau masih bisa berjalan bukan?" Pemuda itu mengangguk dan segera berlari keluar kelas.

"Kau tak apa kan?" Yeonjun beringsut mundur saat Heeseung mendekat, ingatan kejadian dihari itu kembali terbayang, membuat dadanya kembali sesak.

"Jangan mendekat!" Ujarnya dengan penuh penekanan, bibirnya bergetar akibat rasa takut dan sakit yang mencekat.

"Aku tahu, kau pasti sangat marah kepadaku setelah apa yang kulakukan padamu hari itu. Aku juga baru mengetahui fakta bahwa kau adalah sepupuku." Tubuh Yeonjun hampir limbung jika saja Heeseung tak dengan cepat merengkuh tubuhnya. Entah mengapa tubuh Yeonjun mendadak terasa lemas.

"Beomgyu memberitahuku tadi pagi." Rasa sakit dikepala Yeonjun semakin menyeruak. Perutnya kembali terasa mual.

"Tolong antar aku ke UKS." Heeseung mengangguk dan segera menggendongnya menuju UKS.


















"Terima kasih, kalau kau tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi padanya." Ujar Beomgyu sembari menatap sang Kakak yang tengah terbaring lemah di ranjang UKS. Ia yang awalanya sedang berada di kantin langsung bergegas menuju UKS saat Heeseung menelponnya dan memberitahunya tentang keadaan Yeonjun.

"Aku sangat menyesal telah melakukan hal itu." Ujar Heeseung, raut wajahnya jelas menunjukkan betapa besarnya rasa penyesalan yang menggerogoti dirinya.

"Aku juga, apalagi aku sudah sering melakukan hal itu kepadanya, bahkan kematian tak akan mampu untuk menebus semua kesalahanku padanya."

"Pasti tidak mudah baginya untuk menerima semua ini." Beomgyu mengangguk lirih, membawa jemari lentik yang terasa dingin tersebut ke dalam genggamannya.

"Aku bahkan sudah terlanjur jatuh cinta padanya." Lirih Beomgyu, membuat pemuda di sampingnya menatap kaget.

"Aku juga, tapi rasa ini tidak bisa untuk kita diteruskan kembali."

"Kau benar."


















Halooo...
Ada yang nungguin buku ini gak?
Jangan lupa tinggalkan komentar, kritik dan juga sarannya yaa😁
Sekian dan terima kasih...😘

Andai Saja Aku Tahu [BEOMJUN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang