3

682 90 8
                                    

Bangun di pagi buta sudah menjadi rutinitas Yeonjun semenjak banyak sekali siswa yang membeli jasanya untuk mengerjakan tugas mereka. Banyaknya tugas yang harus ia kerjakan membuatnya tak memiliki cukup waktu untuk belajar. Jadi, ia memilih belajar di pagi hari. Karena fisiknya yang lemah tak memungkinkan dirinya untuk begadang. Ia tetap harus tidur, selambat-lambatnya jam 12 malam. Untungnya ia memiliki cukup banyak waktu lenggang sepulang sekolah karena tidak mengikuti kursus di lembaga luar sekolah seperti siswa lainnya.

Sejak jam 4 pagi ia sudah bangun dan langsung menyibukkan diri di meja belajar dengan tumpukan buku di hadapannya. Beruntung sekali ia adalah orang yang gemar membaca, karena orang lain mungkin akan muntah jika disuguhkan tumpukan buku seperti itu.

Pagi ini hujan turun cukup deras, tapi Yeonjun berharap saat ia berangkat sekolah nanti hujan sudah reda. Ia malas saja jika harus berjalan ke halte saat sedang hujan, meskipun memakai payung, pasti ada saja bagian yang basah.

Beberapa kali Yeonjun terlihat tidak fokus pada bukunya, ia terlihat tak nyaman, sebelah tangannya terus menggaruk-garuk pelan bagian paha dalamnya. Luka bakar akibat kejadian beberapa hari yang lalu belum sembuh. Dan kini malah terasa panas dan gatal.

"Kenapa saat kugaruk rasanya semakin gatal dan panas." Lirihnya sembari berjalan ke arah pintu kamar dan menguncinya, lantas mengambil sebuah salep dan bedak gatal yang ia beli kemarin sepulang sekolah.

Setelah melepas celananya dengan tergesa, ia duduk di tepi tempat tidur dan melebarkan kedua pahanya, menampakkan beberapa luka bakar yang mulai mengering, namun kulit disekitarnya masih memerah karena tergaruk.

"Kapan tubuhku bisa bersih kembali?" Lirihnya, tatapan matanya yang sendu meneliti tubuhnya yang hampir dipenuhi oleh jejak kekerasan seksual yang dilakukan oleh Beomgyu.

"Jika aku melawannya, dia pasti akan membunuhku."

Yeonjun mendesah lega, sensasi dingin salep tersebut perlahan meringankan rasa gatal dan panas pada luka bakarnya. Ia kembali merebahkan tubuhnya, padahal tempat tidurnya sudah ia tata rapi.

"Ibu pasti akan sangat sedih jika mengetahui apa yang kualami di sekolah. Aku harus menyembunyikan semuanya rapat-rapat. Tidak lama lagi aku lulus dan penderitaan ini pasti akan segera berakhir."






















"Nak? Untuk apa kau memasak sepagi ini?" Yeonjun yang sedang memotong beberapa sayuran langsung berbalik badan. Dilihatnya sang ibu sedang berjalan mendekat, senyum manis yang terbit di wajahnya membuat sang Ibu ikut tersenyum.

"Ibu? Aku sedang memasak bekal." Wanita itu mengernyitkan dahi sebelum memberikan kecupan di kening dan kedua pipi sang anak.

"Bekal? Untuk apa? Bukankah ada jatah makan siang di sekolahmu, Nak?" Yeonjun mengangguk lirih, otaknya bekerja keras mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan dilontarkan sang Ibu.

"Iya, Ibu. Aku sedang bosan saja dengan menu makan siang di sekolahku. Karena itu aku ingin membawa bekal." Sang Ibu terdiam, raut wajahnya seakan sedang memikirkan suatu hal.

"Semuanya baik-baik saja kan, nak?" Kini Yeonjun yang terdiam, menghindari tatapan sang ibu. Ia berbalik badan dan kembali menyibukkan diri dengan masakannya.

"Tentu saja, kenapa Ibu tiba-tiba bertanya seperti itu?" Wanita itu buru-buru menggelengkan kepala, sejujurnya ada hal yang sedikit mengganjal di hatinya. Iya yakin bahwa ada yang disembunyikan oleh sang anak. Ia bisa melihat dengan jelas raut wajah putranya yang seakan menutupi sesuatu darinya.

"Tidak, Nak. Ibu hanya ingin bertanya saja. Oh ya, kau kan sudah berada di tingkat 3, apa kau tidak ingin mengikuti kursus di lembaga pendidikan luar sekolah? Tidak lama lagi kau akan mengikuti ujian akhir dan ujian masuk universitas, bukan?"

"Ibu, untuk mengikuti kursus seperti itu memerlukan biaya yang mahal. Ibu tidak perlu khawatir, aku akan belajar lebih giat lagi agar tetap menjadi juara kelas. Uang beasiswa dan yang kudapat saat memenangkan lomba juga kutabung untuk keperluan saat kuliah nanti." Sang ibu mengangguk dengan senyum mengembang, lantas memberikan sang anak pelukan hangat.

"Anak ibu memang sangat hebat. Ibu yakin, kau pasti akan menjadi dokter yang hebat suatu saat nanti."

"Dan Ibu akan menjadi Ibu yang paling hebat di dunia."

"Kau ini bisa saja, biarkan Ibu membantumu memasak."






















"Selamat pagi sayang." Yeonjun langsung memundurkan langkahnya saat Beomgyu dan teman-temannya menghadang jalannya. Postur tubuh mereka yang tinggi tegap membuat nyalinya menciut.

"Sampai kapan kau akan berjalan mundur seperti itu?" Merasa paper bag kecil yang ia bawa terus di awasi, dengan cepat ia sembunyikan di balik badannya.

"Apa itu?" Tanya Beomgyu, sorot matanya memancarkan rasa penasaran.

"Bu-bukan apa-apa."

"Berikan padaku, atau aku akan mengambilnya secara paksa." Ujarnya sarat akan penuntutan. Namun kali ini Yeonjun menolak, ia tetap mempertahankan paper bag kecil yang ia bawa.

"Kau sudah berani menentangku rupanya" Yeonjun memejamkan matanya rapat-rapat saat tangan yang lebih muda sudah terangkat dan siap untuk memukulnya kapan saja.

"Jangan mengganggunya!" Teriakan lantang tersebut berhasil menghentikan aksi Beomgyu. Ia terkekeh saat melihat seorang pemuda yang berjalan mendekat, berlagak seperti pahlawan.

"Jangan mengganggunya lagi mulai sekarang!" Tegasnya sembari menarik tangan Yeonjun untuk mendekat dan menyuruhnya untuk berdiri di belakangnya. Pemuda manis itu terlihat sangat ketakutan.

"Choi Yeonjun, pangeran berkudamu sudah datang rupanya." Sinis Beomgyu sembari menatap jemari keduanya yang bertautan, seakan menyulut hatinya.

"Kau belum puas juga dengan apa yang sudah kau lakukan padanya kemarin?"

"Lee Heeseung. Berhentilah ikut campur, ini bukan urusanmu!" Sungutnya sembari menarik kerah sang lawan bicara. Keributan yang mereka ciptakan berhasil mengambil alih atensi siswa lain.

"Berhenti mengganggunya, dengan begitu aku juga akan berhenti ikut campur. Kau tidak bisa bertindak sesuka hatimu. Aku bisa saja melaporkan tindak kekerasan yang sudah kau lakukan kepada ayahmu. Ayahmu pasti akan sangat kecewa saat mengetahuinya." Sang lawan bicara langsung menciut. Tanpa sepatah kata, Beomgyu langsung pergi diikuti teman-temannya.

"Kau tak apa? Dia belum sampai menyakitimu kan?" Yeonjun hanya bisa mengangguk lirih walau persendiannya masih terasa lemas. Bahkan kaki dan tangannya sampai gemetaran.

"Terima kasih banyak." Yang lebih muda hanya mengangguk, ia tahu bahwa Yeonjun sedang tak baik-baik saja, apalagi saat melihat kedua manik cantiknya yang bergerak gusar.

"Ayo, aku akan mengantarmu ke kelas." Ujarnya sembari merangkul bahu sempit tersebut, memastikan bahwa tak ada yang akan mengganggunya lagi.





























Haiii selamat malam...🤗
Jangan lupa tinggalkan komentar, kritik dan juga sarannya ya😁
Sekian dan terima kasih...😘😘😘🥰😍

Andai Saja Aku Tahu [BEOMJUN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang