Malam sudah semakin larut, hawa dingin yang seakan menusuk tulang disertai hujan lebat tak kunjung membuat Yeonjun beranjak dari meja belajarnya, malah kini plester penurun demam kembali melekat di dahinya.
Beberapa kali ia terjingkat kaget saat mendengar suara petir yang menggelegar. Sejujurnya ia mengantuk, namun tumpukan buku dimejanya harus segera dibereskan.
Kedua tangannya sejak tadi sibuk menulis dan mengetik, sesekali ia meregangkan tubuhnya dan memberi waktu istirahat untuk jari-jari dan kedua matanya. Jika bukan karena uang, ia juga tak ingin mengorbankan jam tidurnya seperti ini.
Cleck...
Yeonjun menoleh ke arah pintu kamarnya, ia tersenyum saat sang Ibu berjalan mendekat dengan membawa selimut hangat.
"Nak? Kau belum tidur juga?" Usapan lembut dikepala langsung membuyarkan rasa kantuk dan lelahnya. Yeonjun menatap wajah sang ibu lamat-lamat, menyadari bahwa wanita cantik itu sudah menua, terlihat dari kerutan yang tercipta saat tersenyum, namun tak sedikitpun mengurangi kecantikannya.
"Ibu, tugasku belum selesai, jadi aku tidak boleh tidur." Wanita itu menghela nafas panjang, lantas membawa sang anak ke dalam pelukan hangatnya.
"Kau sudah duduk di sini sejak pukul 7 malam, Nak. Dan sekarang sudah tengah malam. Tidurlah!" Yeonjun menggenggam jemari sang Ibu, merematnya pelan sekedar untuk meyakinkan bahwa ia baik-baik saja.
"Ibu, teman-temanku berani membayar mahal, jadi aku harus menyelesaikan tugas-tugas mereka dengan benar." Wanita tersebut mengangguk lirih, raut wajahnya menyimpan begitu banyak penyesalan.
"Maafkan Ibu karena belum bisa memberikan kehidupan yang layak untukmu, Nak." Yeonjun buru-buru menggelengkan kepala, pelupuk mata sang Ibu sudah dipenuhi air mata.
"Ibu, berhenti mengatakan hal itu. Keberadaan Ibu di sampingku sudah lebih dari cukup. Aku sangat bersyukur Ibu masih mau menerimaku dengan segala kekuranganku ini. Aku mungkin sudah mati jika Ibu juga membuangku seperti yang Ayah lakukan." Buliran air mata tersebut berlomba-lomba jatuh. Ia memeluk sang anak dengan erat. Rasa sesak memenuhi rongga dadanya, mengakibatkan rasa sakit sekalipun untuk bernafas.
"Aku tidak keberatan saat Ibu tak memberitahuku siapa Ayahku dan bagaimana wajahnya. Meskipun Ayah membenciku, tapi aku yakin bahwa Ayah merawat adikku dengan sangat baik. Ayah tidak sepenuhnya bersalah, lagi pula apa yang bisa diharapkan dari orang yang lemah sepertiku." Tangis wanita tersebut pecah, seluruh tubuhnya mendadak lemas, perkataan sang anak seakan tembus ke ulu hatinya, menyesakkan.
"Ibu, tapi Ibu jangan khawatir, meskipun fisikku lemah, aku masih bisa mengandalkan otakku, aku bisa membantu keuangan Ibu dengan mengerjakan tugas-tugas temanku. Aku berjanji, aku akan membayar semua kerja keras dan keringat ibu selama ini." Lidahnya terlalu kelu untuk membalas perkataan sang anak, yang bisa ia berikan hanyalah pelukan erat yang ia harap bisa menguatkan buah hatinya.
"Ibu, Ibu harus tahu bahwa aku bisa sekuat ini karena Ibu. Kenapa Ibu terus berpikir bahwa aku tidak bahagia dengan kehidupanku yang seperti ini? Justru akulah yang harusnya meminta maaf karena belum bisa membanggakan Ibu." Wanita itu menggeleng kuat, ia menangkup wajah si anak dengan tangan yang bergetar.
"Apa yang kau katakan, Nak? Ibu benar-benar bangga kepadamu. Ibu tidak hanya bangga akan prestasimu saja, tapi Ibu juga bangga mengetahui fakta jika kau itu adalah anak Ibu. Ibu pergi meninggalkan Ayah dan adikmu hanya karena dirimu, dan Ibu tidak pernah menyesali keputusan Ibu."
"Ibu, seandainya aku tidak lahir, pasti hidup Ibu tidak akan seperti ini. Pasti Ayah dan Ibu akan hidup bahagia bersama."
"CHOI YEONJUN! BERHENTI!" Teriakan lantang sang Ibu membuatnya tak bergeming, mulutnya terkatup rapat, air liur seakan menyangkut di tenggorokannya. Air matanya lolos begitu saja saat sang Ibu bersimpuh dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Saja Aku Tahu [BEOMJUN]
FanfictionAnda saja Beomgyu mengetahui semuanya dari awal, penyesalan tak berujung ini mungkin tak akan ia rasakan. Choi Beomgyu x Choi Yeonjun Top/Dom Beomgyu Bott/Sub Yeonjun 01/02/2023