Chapter 28

1.4K 53 2
                                    

Selamat datang di chapter 28

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen, biar saya tahu kehadiran teman-teman huhuuu 😭

Tandai kalau ada typo

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will enjoy and love this story as well

❤️❤️❤️

____________________________________________________

Dia juga tidak harus tahu bahwa aku berkeinginan melakukan apa pun demi kesembuhannya.

Horizon Devoss
____________________________________________________

—Horizon Devoss____________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim panas
New York, 23 Juli
07.30

“Kalau kau ingin membela diri dari penyebab Skylar sakit, kau bisa tenang, Horry. Bukan salahmu Skylar sakit. Kapan saja orang bisa sakit. Ketahanan tubuh setiap orang berbeda-beda. Jejas atau paparan yang mengenai tiap individu juga berbeda-beda. Respons tubuh tiap orang terhadap jejas itu juga berbeda-beda. Jadi, sekali lagi kutekankan padamu, bukan salahmu Skylar sakit. Lebih-lebih kau sendiri juga sedang dalam masa pemulihan. Aku paham betul situasi ini. Jangan khawatir soal itu.”

Senyum ramah Mr. Flint Betelgeuse menyertai jawaban dan tepukan pelan di pundak kananku. Kenyamanan serta ketenangannya semestinya mengalir ke sekujur tubuhku yang didera rasa bersalah. Sayangnya, tidak demikian.

Menyaksikan Skylar ambruk di lantai persis di hadapanku tadi malam rasanya bagai mengulang mimpi buruk. Aku seolah-olah dilempar kembali ke masa-masa River sakit. Masih segar dalam ingatanku ketika aku harus melihat kakakku tampak sangat menderita. Dia terbaring di ranjang sempit rumah sakit sepanjang hari selama berbulan-bulan dengan setiap detail obat-obatan, selang-selang, dan peralatan medis lain yang dikerahkan untuk menunjang kesembuhannya.

Kala itu, kupikir semua tetek bengek tersebut bisa mempertahankan nyawa River di bumi ini. Paling tidak, sampai berpuluh-puluh tahun. Sampai kami jadi kakek-kakek yang masih suka memperdebatkan hal remeh temeh. Sampai kami sama-sama membanggakan cucu dan cicit kami. Sampai kami ompong dan harus memakai gigi palsu, rabun dan harus mengenakan kacamata plus tebal, keriput, botak, seluruh rambut kami beruban, serta harus mengenakan tongkat sakti untuk berjalan. Lalu akhirnya kami akan kembali jadi seperti anak kecil yang harus menggunakan popok karena tak bisa menahan hasrat buang air. Tinggal di panti jompo pun tak masalah.

DIVORCE PLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang