Chapter 34

1.3K 48 4
                                    

Selamat datang di chapter 33

Pertama-tama saya minta maaf karena Chapter ini tidak lengkap. Saya mengunggahnya di karyakarsa soalnya chapter ini tuh nggak ramah bagi semua orang teman-teman. Saya takut di banned wattpad karena terlalu hawt

Apalah daya saya penulis remahan rengginang ini

So, kalau ingin baca chapter ini secara lengkapnya bisa langsung ke karyakarsa saya ya: https://karyakarsa.com/chachaprima/divorce-plan-chapter-33

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen biar saya semangat ya teman-teman

Tandai juga kalau ada typo ygy

Thanks

Happy weekend everyone

Selamat membaca, semoga suka

❤️❤️❤️

____________________________________________________


Close your eyes and feel the sensation, Bae. I promise, this is will be so much better than usual

Horizon Devoss
____________________________________________________

—Horizon Devoss____________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhir musim panas
New York, 14 Agustus
Pukul 14.23

Mendengar susunan kata yang terangkai menjadi kalimat bernada bengis dalam suaraku, wajah Skylar praktis kehilangan warna seperti tidak ada satu pun aliran darah di tubuhnya. Sembari menyilangkan kedua tangan guna menutupi bagian atas tubuhnya, dia menggeleng-geleng dan mengiba, “Bae, tolong jangan.”

“Jangan munafik, Bae. Tidakkah kau menginginkannya? Fotomu menjelaskan segalanya,” desisku.

Dampak yang ditimbulkan dari sebuah foto Skylar dalam pose bourdoir sangat profokatif. Bagai memunculkan sisi gelap yang selama ini bersembunyi dalam diriku. Skylar seperti contoh empirik simbol seks bagi setiap pria normal di muka bumi, termasuk aku yang paling berhak atas dirinya.

Membayangkan seseorang selain aku—terutama pria—melihat istriku dalam pose itu menyulut amarahku. Di waktu yang sama gairahku memuncak sampai ke ubun-ubun. Maka dari itu, dia harus tahu bagaimana tersiksanya diriku menahan semua perasaan—yang menurutku—tak masuk akal tersebut dan tekanan fisik ini. Aku telah menunggu saat ini. Setiap detik yang bergulir tak berguna, membuatku bertambah sengsara.

“Aku memang menginginkanmu. Tapi tidak di sini. Mari kita pulang dulu,” jawab dan ajak wanita itu. Dia menjumput kausnya untuk buru-buru dikenakan. Dengan kecepatan yang tak kukira, dia berhasil melakukannya.

DIVORCE PLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang