Itsnainin

18 2 0
                                    

Keesokan harinya.

Para penghuni pondok Assyaddah tengah asyik melakukan segala aktivitas mereka, ada yang bermain dihalaman pondok, ada yang menghafal bacaan Al Quran dan ada pula mereka yang siap menyetor hafalan mereka pada senior mereka disana.

Ummi Sayidah tengah berada di dapur, menyiapkan segala keperluan untuk makan siang nanti.

" Ummi, itu didepan ada telpon, Nisa bilang untuk Ummi. " ini Dea.

"Oh, iya. Dea tolong teruskan ya, tinggal dikit lagi matang, habis itu kamu siapkan di meja makan ya Dey. " Perintah Ummi.

" Baik Ummi. "

Ummi Sayidah pun lantas pergi untuk menerima telpon, tak lupa ia mengucapkan terima kasih pada Dea.

" Nisa. " panggil Ummi Sayidah

" Iya, oh Ummi ini telpon dari Abi. " ucap Nisa lalu ia pun memberikan telpon itu pada Ummi.

" Terima kasih ya Nisa. "

" Sama-sama Ummi. " Nisa pun lantas pergi kedapur untuk membantu Dea menyiapkan makan siang.

" Assalamualaikum Abi. "

******

" Kamu jadi ucing nya Anggi. "

" Males ah curang, masa ga boleh kasih sekali lagi. "

" Mana bisa Anggi, memang sudah begitu aturan mainnya. "

Anak-anak yang lain hanya terkikik melihat dua temannya, Anggi dan Zaki debat.

" Cepat Anggi jadi, " kata Khansa.

Dengan perasaan kesal dan malas, mau tidak mau Anggi harus menerima kenyataan kalau dia jadi ucing dalam permainan itu.

Saat ini, mereka ILmi, Anggi, Khansa, Zaki, Apong, Habibi, Nizam dan Bilal tengah bermain permainan kasti atau biasa orang Sunda bilang bola boy.

Disaat teman-temannya main bola boy, Fadhla dan Muya tetap memilih tinggal didalam pondok, sembari menghafal hafalan mereka.

" Lho, Fadhla, Muya kok kalian ngga ikut main sama yang lain? " tanya Wafa yang ikut duduk disisi keduanya.

" Tidak Teh, kita mau hafalan saja, biar cepet selesai. " jawab Fadhla.

" Alhamdulillah, bagus dong. Tapi apa kalian ngga kepingin main sama temen-temen yang lain? Tuh liat, kayak nya seru banget. " Wafa menunjuk kearah mereka yang sedang bermain bola boy, keduanya menatap kearah yang kakak senior mereka tunjuk.

" Seru apanya Teh? Dari tadi itu aku liatin mereka bertengkar terus, apalagi Zaki sama Anggi tuh. " tutur Muya.

" Eit, ngga boleh begitu, ghibah itu. Tidak baik berprasangka buruk terhadap orang, apalagi teman sendiri. Ya Muya. "

" Tapi itu kenyataannya Teh, noh liat. Aku tidak bohong. "

" Iya, meski kenyataannya begitu kita tidak boleh membicarakannya nanti jatuhnya ghibah, ingat ya Allah tidak suka orang yang ghibah. "

" Astaghfirullah. " ucap keduanya bersamaan. Wafa tersenyum sembari mengelus lembut puncak kepala Fadhla dan Muya.

*****

" Zaki ihh jangan kejar aku terus dong, yang lain kan banyak. " ujar Anggi sembari terus berlari menjauh dari kejaran Zaki yang menjadi ucing agar ia tidak kena bola itu.

Sementara Zaki dan Anggi saling kejar mengejar. ILmi, Habibi dan Khansa berusaha memboykan permainan dengan cara merapikan tumpukan pecahan Kenteng yang berserakan tadi.

" Anggi kena. " kata Zaki puas.

" Ih curang ah, kamu masa incar nya aku melulu. Aku ga mau jadi. " Rajuk Anggi.

" Boy! " teriak ILmi di benteng sana.

Anggi dan Zaki menoleh bersamaan.

" Tuh udah boy, cepet ambil bola nya. "

" Ngga mau. "

" Cepet Anggi. Ngga boleh curang. "

Akhirnya dengan perasaan kesal Anggi mengambil bola itu.

Hari menjelang petang.

" Mana sih bolanya. Si Zaki ini bener-bener ngerjain. " Anggi masih terus mencari bola itu.

" Zaki, bola nya dilempar kemana tadi? Ngga ada ini. " teriak Anggi pada Zaki.

" Cari aja, tadi kearah situ. " kata Zaki yang juga teriak, karena jarak mereka lumayan berjauhan.

Anggi semakin kesal dengan Zaki yang sama sekali tidak mau membantunya mencari bola.

Anggi..

Disela pencarian bolanya, Anggi terperangah kala ia mendengar suara panggilan memanggil namanya.

Anggi mencari asal suara itu. Tapi tak ada seorang pun yang ia temukan kecuali teman-temannya disana.

Tak lama, Anggi pun menemukan bola yang ia cari, bola itu ada di dekat hutan.

" Itu dia bolanya, jauh banget sampe kesana. " Anggi pun bergegas mengambil bola itu.

ILmi melihat Anggi lari mendekati hutan. " Eh itu si Anggi mau kemana? Kok dia kesana? "

" Itukan hutan. Mau ngapain Anggi kesana. " ujar Khansa.

" Cari bola kali, tadikan dia emang lagi cari bola. " sahut Apong santai.

" Yaudah yuk samperin. " ajak ILmi.

Mereka menghampiri Anggi yang berada di bibir hutan.

" Ketemu juga, cape aku nyari. " kata Anggi.

Anggi..

Tolong..

" Suara itu? " Anggi terperanjat lagi mendengar suara yang tadi memanggilnya.

Tapi disana tidak ada orang lain selain dirinya dan teman-temannya yang ada di halaman pondok.

Tapi suara itu?

Anggi mengenal nya. " Teh Nisa? "

Anggi..

Tolong..

" Iya, kayak Teh Nisa. " Anggi mengingat-ingat, memang benar suara itu mirip sekali dengan Nisa, kakak senior di pondok nya.

" Teh Nisa? Teh? Teteh? " teriak Anggi memanggil-manggil.

Hari mulai gelap, suasana mulai mencekam. Anggi takut.

Hingga sesuatu membuat Anggi menjerit histeris.

" Apaan si Nggi? Kamu kenapa? " ternyata ILmi, dia yang memegang bahu Anggi saat Anggi dipanggil tidak juga menyahut.

" ILmi! Kamu kagetin aku tau ga. "

" Ya lagian kamu, kita panggil diem aja, kenapa sih? Ketemu bolanya? " tanya ILmi.

" Ketemu. "

" Terus? Kamu ngapain masih disini? "

" Tadi aku denger... "

Tolong..

Belum sempat Anggi menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya, suara panggilan minta tolong itu muncul kembali. Kali ini mereka semua mendengar.

Leuweung SangetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang