Khomsatun

3 1 0
                                    

" Teh Dea, mereka mau dimarahi Ummi ya karena melanggar? " tanya Fadhla sembari membaringkan tubuhnya di ranjang tempat tidurnya.

Dea kini berada dikamar anak-anak gadis pondok Assyaddah. Dia menemani Fadhla dan Muya yang hendak tidur.

" Em, ngga kok mereka bukan dimarahi, tapi dinasehati agar besok dan seterusnya tidak mengulangi kejadian tadi. " terangnya. Fadhla dan Muya mengangguk paham.

" Yaudah, sekarang kalian tidur ya, nanti bangun sholat tahajud. " kata Dea.

" Baik teh. "

" Udah baca doa belum? "

" Astaghfirullah, lupa. " Dea menggeleng pelan.

" Yaudah baca dulu. Biar tidur nya nyenyak jauh dari gangguan setan dan juga agar tidak mimpi buruk. "

" Na'udzubillahi minzalik. " ujar ketiganya serempak.

Setelah kedua adik juniornya, Fadhla dan Muya tertidur selepas membaca doa sebelum tidur. Dea merasa kantuk, dia pun lantas beranjak kekamarnya.

Saat hendak menuju kamarnya langkah Dea terhenti saat terdengar suara hentakan sangat keras. Suara hentakan seperti suara orang berlari. Malam begini?

Dea menghampiri suara yang berasal dari arah dapur pondok.

" Belum juga apa-apa, tapi perasaan aku udah ngga enak. Jangan-jangan.. " Dea yang parno akan keheningan serta rasa takutnya akan makhluk tak kasat mata membuatnya urung untuk menghampiri suara itu.

Namun...

Prank

Suara pecahan membuat langkah Dea terhenti. Dea menoleh kembali ke sumber suara.

Sementara itu...

" Sekarang coba jelaskan pada Ummi, kenapa kalian bisa sampai masuk ke hutan? " tanya Ummi Sayidah menginterogasi.

Tak ada satupun yang berani menjawab pertanyaan Ummi Sayidah. Mereka hanya bisa saling tatap satu sama lain.

huft

" Jadi begini Ummi... " Ummi kini menatap ILmi yang berani untuk mengungkapkan apa yang terjadi sebelumnya.

ILmi menjelaskan secara rinci, awal mula mereka bisa pulang hingga larut serta kenapa mereka bisa masuk kedalam hutan.

Sepanjang ILmi bercerita, Ummi Sayidah tak henti-hentinya menggeleng-gelengkan kepala.

" ...jadi begitu Ummi. Sampai akhirnya kita bisa keluar dan bertemu dengan Teh Nisa dan yang lainnya. " tutup ILmi.

" Anak-anak, Abi kan sudah pernah bilang bahwa kita tidak boleh masuk kedalam hutan. Bahaya. " ujar Ummi penuh penekanan.

Nisa dan Wafa mencoba menenangkan Ummi agar tidak tersulut emosi.

" Maaf Ummi, sebelumnya juga aku udah bilang kalo kita jangan pergi ke hutan apalagi sampai masuk. Tapi Zaki malah mengejek, dan memaksa kita supaya masuk. " Zaki yang mendengar namanya terseret menatap ILmi sinis.

" Kok kamu jadi salahin aku Mi? Kan kita kesana juga gara-gara Anggi. " kini Zaki malah menuduh Anggi. Si empunya pun menatap pada Zaki.

Sejak kepulangan mereka dari hutan, sikap Anggi berubah menjadi lebih pendiam. Dari ekspresi yang dia pancarkan terlihat kegelisahan serta rasa panik yang nampaknya masih menyangkut dibenaknya.

" Kenapa aku? Aku kan ga maksa kamu buat masuk, dan ga nyuruh kita semua masuk. "

Pening dibuatnya. Ummi Sayidah melerai perselisihan itu.

" Sudah! Jangan saling tuduh. " Wafa dan Nisa masih terus setia dampingi Ummi Sayidah agar tenang.

Mereka tunduk saat Ummi Sayidah dirasa mulai sedikit kesal agaknya.

" Ingat ya anak-anak, berlaku untuk semuanya. Jangan pernah sekali pun kita masuk kedalam hutan, apalagi mengambil sesuatu dari dalamnya. Paham! " sarkas Ummi memperingati.

Mendengar apa yang Ummi Sayidah peringati, Anggi nampaknya merasakan hal mengganjal.

" Apalagi mengambil sesuatu dari dalamnya? "

Seperti ada sesuatu yang mengganjal pada kata itu. Tapi apa?

Dilain sisi...

Dea sudah keringat dingin dibuatnya. Suasana mencekam dengan gemuruhnya suara petir serta riuh nya percikan hujan yang jatuh ke atap pondok membuat malam itu semakin menakutkan.

Apalagi kini ia berusaha menghampiri suara yang sedari tadi membuatnya terganggu.

" Bismillah ya Allah, semoga bukan setan. Kucing kek, tikus kek, atau apalah kayak di film-film.. " ucapnya seraya mengusir rasa takut yang melandanya.

Lantunan demi lantunan ayat suci Alquran Dea lantunkan.

Tiba di dapur. Dea membuka matanya yang tertutup oleh kedua tangannya perlahan. Kosong, hanya ada sinar dari lilin yang menyinari kegelapan malam itu.

huftt

Dea menarik napas lega. " Alhamdulillah doa aku dikabul. " katanya mengucap syukur.

Namun saat dirinya hendak melangkah kembali kekamarnya, langkahnya terasa berat saat kedua kakinya mulai melangkah.

" Astaghfirullah hal'adzim " rasa itu muncul lagi. Keparnoan Dea akan rasa takut membuatnya gemetar.

Dengan memberanikan diri ia menoleh pada kakinya.

AAAKKHH

Suara teriakan yang amat kencang membuat mereka yang berada diruang tengah terperanjat.

" Dea? "

Leuweung SangetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang