Arba'atun

5 1 0
                                    

Nisa, Wafa, Dea serta ketiga santriawan, Faiz, Fahri dan Palil kini tengah mencari anak-anak pondok lainnya yang masih berkeliaran di luaran.

Mereka lantas mencari keberadaan para bocah itu ketempat yang Habibi maksud.

" Coba kita cari kesana. Siapa tau mereka ada disana. Soalnya Habibi bilang mereka kearah hutan. " seru Nisa.

Mereka lalu beranjak menuju hutan.

Tepat di bibir hutan itu, mereka langsung merasakan hawa dingin yang menggigit kulit, serta aroma bunga Kamboja tercium semerbak.

" Astaghfirullah hal'adzim. " Nisa langsung menyebut saat merasakannya.

" Kenapa Nis? " tanya Faiz.

" Kalian ngerasa hawa nya beda ngga sih? " Wafa menyimak arti pertanyaan Nisa, sementara Dea menatap sekitar dengan perasaan takut.

" Terus juga, kalian ada cium bau bunga Kamboja ngga? " sambungnya.

Dea mengangguk ragu.

Namun dari raut mereka, menyimpan fakta bahwa mereka juga merasakan serta mencium apa yang dimaksud Nisa.

" Balik aja yuk. Aku takut nih. " Dea yang mulai ketakutan mengajak mereka untuk kembali ke pondok.

" Balik? Terus itu bocah-bocah gimana? Masa kita tinggal, belum juga ketemu. " sungut Fahri.

" Yaudah kalo gitu, kalian aja yang cari, kita balik. Yuk Nis, Waf. " kata Dea seraya menarik lengan Nisa agar melangkah menuruti dirinya.

Namun Nisa tetap tak bergeming, ia tak mau kembali sebelum anak-anak itu ketemu. Itu pesan Ummi Sayidah.

" Ngga. Kita ngga boleh balik, sebelum anak-anak ketemu dan pulang bareng kita. " tukas Nisa.

Dea melongo dengan statement Nisa.

Melihat reaksi Nisa, membuat Dea mendapat tawa cibiran dari ketiga santri lelaki itu.

" Ngga usah ketawa kalian. "

" Makanya jadi orang jangan penakut. Baru gini aja udah kayak orang nahan pipis. " ejek Fahri diikuti tawa mengejek Palil.

" Berisik. So tau. Lagian wajar aku takut, kan aku perempuan. Kalo kalian yang takut, tuh baru pake rok. " cerocos Dea yang tak terima di ejek.

Tapi ketiga pemuda itu tak sedikit pun merasa tersinggung, mereka malah mentertawakan Dea.

" Ssst, sudah jangan ribut. Kalian bukan nya bantu cari malah saling ejek, ngga baik kata Ummi. " kali ini Wafa angkat bicara.

Saat mereka tengah berdebat. Sebuah suara riuh membuat keenamnya menoleh pada sumber suara.

Anak-anak itu. Ya, suara riuh itu berasal dari teriakan mereka yang berlarian seperti orang dikejar hantu.

" Kalian? "

" Teteh "

Mereka langsung memeluk Nisa, dan Wafa diikuti tangis dan suara napas mereka yang tersenggal-senggal karena berlarian.

Nisa dan Wafa pun mendekap mereka.

" Kalian kenapa? Kalian ngga apa-apa? Kemana aja kalian? " Nisa memboyong pertanyaan pada mereka. Namun mereka tetap masih dalam kondisi sama, raut wajah ketakutan terlihat jelas dari diri mereka.

Tak lama suara gemuruh dari petir menandakan cuaca akan turun hujan.

" Nis, nanti aja kita tanya mereka nya, sekarang kita balik aja ke pondok dulu. Udah mau ujan juga. " usul Faiz.

Mereka pun membawa pulang ketujuh anak-anak itu.

Hujan turun dengan derasnya. Suara gemuruh dari petir yang menyambar diluaran sana membuat malam itu sangat mencekam. Ditambah dengan secara mendadak listrik di pondok padam.

Saat ini mereka, Ummi Sayidah, Nisa, Wafa, Faiz, Palil serta ILmi, Khansa, Anggi, Zaki dan Apong tengah berkumpul diruang tengah.

Ummi Sayidah beserta keempat senior pondok Assyaddah meminta keterangan anak-anak itu mengenai mereka yang pulang hampir larut, serta kenapa bisa mereka sampai masuk hutan.

Leuweung SangetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang